Pemerintah masih akan melanjutkan impor beras awal tahun ini untuk menjaga keseimbangan stok Cadangan Beras Pemerintah (CBP).
Kepala Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA), Arief Prasetyo Adi menjelaskan, kebijakan tersebut merupakan keputusan pemerintah untuk mengantisipasi defisit neraca bulanan.
Berdasarkan Kerangka Sampel Area (KSA) Badan Pusat Statistik (BPS), produksi beras bulanan pada Januari 2024 sebesar 0,9 juta ton dan Februari 2024 sebesar 1,3 juta ton. Ini berada di bawah rata-rata konsumsi beras bulanan yang diperkirakan sebesar 2,5 juta ton.
“Kita tidak bisa menunggu stok habis, sehingga perlu antisipasi agar stabilitas pangan tetap terjaga. Jadi, kita perlu siapkan beberapa bulan ke depan,” kata Arief dalam keterangan resminya, Jakarta, Minggu (7/1).
Apalagi, lanjut dia, dampak El Nino terhadap penurunan produksi baru akan terasa dua atau tiga bulan berikutnya. Di sisi lain, pemerintah juga memutuskan untuk melanjutkan bantuan pangan beras kepada masyarakat berpendapatan rendah.
“Nah, pada saat yang sama kita juga terus menggulirkan bantuan pangan beras sebagai bantalan sosial bagi masyarakat berpendapatan rendah untuk mengendalikan inflasi,” ujarnya.
Meski demikian, dia menegaskan, pemenuhan stok Cadangan Pangan Pemerintah (CPP) dari produksi dalam negeri terus didorong melalui optimalisasi serapan hasil produksi petani pada musim panen semester pertama.
“Sebetulnya yang paling penting adalah adanya kepastian offtake hasil produksi petani dan peternak kita, sehingga sesuai arahan Bapak Presiden Joko Widodo, silakan sedulur petani dan peternak berproduksi. Nanti BUMN pangan ditugaskan untuk menyerap dengan fungsinya sebagai standby buyer,” ujar Arief.
Untuk penyerapan tersebut, lanjut Arief, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah menetapkan plafon pinjaman yang dapat diberikan subsidi bunga dengan skema penjaminan dari pemerintah. Pinjaman hingga Rp 28,7 triliun adalah yang dapat diberikan subsidi bunga oleh pemerintah kepada BUMN Pangan, yaitu Perum Bulog dan ID FOOD.
Arief meminta Perum Bulog dan BUMN pangan untuk bersiap menyerap hasil produksi petani dengan harga yang baik.
“Nanti jika sudah waktunya, Perum Bulog bersinergi dengan Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani) dan koperasi untuk menyerap hasil produksi petani,” kata Arief.