Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) mendukung kolaborasi Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) dan ruwet tv dalam mempromosikan sawit baik
Menurut Suhendrik, Wakil Sekjen Apkasindo, kolaborasi dengan ruwet tv merupakan program untuk mempromosikan sawit baik yang didukung oleh BPDPKS. Kegiatan ini memiliki beberapa tujuan yang saling berkaitan, yaitu: Mensosialisasikan program dan informasi mengenai kelapa sawit dari hulu hingga hilir.
“Selain itu untuk pengetahuan tata kelola, budidaya dan peraturan perkelapa sawitan, khususnya produk hilirisasi kelapa sawit,” kata Hendrik di Desa Girimulyo Kec Gedangan Malang, 20/6/2024.
Hendrik berharap dengan adanya kegiatan ini petani kelapa sawit paham dan mengerti tentang lembaga dan program kelapa sawit untuk Petani .
“Diharapkan petani mampu memahai kelembagaan dan regulasi yang ada di industry kelapa sawit dari hulu dan hilir,” katanya.
Ketua Umum DPP APKASINDO, Dr. Gulat ME Manurung menambahkan, dirinya merasa terkejut dengan adanya hamparan perkebunan tebu berganti dengan hamparan kebun sawit rakyat dan tampak TBS diletak dipinggir jalan desa. Setidaknya, ada dua desa yang memilki kebun sawit.
“Memang, masih jauh dan berbeda dari idealnya kebun sawit rakyat anggota Apkasindo. Sawit di Kecamatan Gedangan ini, sepertinya kurang terawat dan jarak tanam tidak teratur,” kata Gulat.
Menurut Gulat, kedatangannya ke Desa Giri Mulyo ini dalam rangka melihat kondisi sosial ekonomi dan agronomis dari perkebunan sawit rakyat yang dibingkai dalam program kampanye sawit baik yang didukung penuh oleh BPDPKS.
“Mengapa di Desa Giri Mulyo ? Karena memang cukup unik ada kebun sawit diantara ribuan hektar kebun tebu, tentu akan berbeda kisahnya,” kata Gulat.
Gulat mengatakan sempat shock melihat kondisi tanaman sawit yang kurang terawat, pohon sawit banyak yang “istrahat berbuah”, sama sekali tidak pernah dipupuk dan jarak tanam yang terlampau rapat.
“Melihat tanamannya sepertinya umur nya antara 14-18 tahun dan pengakuan petaninya juga demikian tahun tanam 2007-2010. Melihat kondisi ini memang gak ada pilihan harus di replanting” ujar Gulat.
Namun yang menarik kata Gulat, ketika ditanya ke Petani yang rata-rata juga petani tebu mengatakan bahwa berkebun sawit masih lebih menjanjikan dibanding berkebun tebu.
Menurut petani, hasil rata-rata TBS hanya 600-800 kg pe rhektar per bulan saja sudah menguntungkan bagi petani yang rerata kepemilikan petani 0,5-1,0 ha per KK. Harga per kg pun hanya Rp1.100-1.500 per kg, tapi sudah menguntungkan bagi petani sawit. Ini cukup menarik untuk dikaji lebih jauh, apakah jika di replanting (PSR) masih memungkinkan bagi satu-satunya PKS penerima TBS petani ini?. PKS tersebut berada di Blitar, dengan jarak tempuh 3-5 jam dan harga beli TBS di PKS tersebut rerata Rp1.800-2000 per kg.
“Tentu harus kami cek dulu kondisi PKS, kecukupan pasokan TBS dan apakah PKS nya mau dimitrakan dengan petani di Kecamatan Gedangan yang informasinya luasnya antara 150-800 hektar. Tentu informasi ini sangat diperlukan jika ingin merencanakan PSR,” kata Gulat.
Memang ada alternatif lain selain bergantung ke PKS di Blitar, yaitu mendirikan UKMK Pabrik Mini Minyak Goreng dari dana Sawit BPDPKS, karena jika kecukupan luasnya mencapai minimum 1.000 hektar tentu patut kami usulkan dan merekomendasikan ke BPDPKS dan Kementan untuk di PSR kan kebun sawit saat ini, papar Gulat disesi diskusi di rumah salah seorang petani sawit yang sekaligus pedagang pengumpul TBS masyarakat.
“Namun secara umum saya melihat dan mengamati rerata rumah penduduk yang ada usaha kebun sawitnya sedikit lebih baik dibandingkan yang hanya berkebun tebu saja. “Jadi adalah benar memang sawit itu baik dan mendukung tiga dimensi pokok keberlanjutan, yaitu dimensi ekonomi, sosial dan lingkungan” pungkas Gulat.