JAKARTA, Pemerintah akan menerapkan perluasan penggunaan Solar dicampur dengan biodiesel 20 persen atau B20 pada 1 September 2018. Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) menyatakan kesiapan untuk menerapkan program B20 secara keseluruhan hingga tahun depan.
Ketua Umum Aprobi, Master Parulian Tumanggor, mengatakan pihaknya siap memenuhi alokasi biodiesel yang ditetapkan menjadi 2,9 juta kiloliter (KL) sampai Desember 2018.
Dia menilai, produsen biofuel tidak akan mengalami kesulitan memenuhi alokasi tersebut karena kapasitas terpasang produksi biodiesel di dalam negeri sudah cukup besar, yakni sekitar 12 juta KL.
“Kapasitas kami sampai 12 juta KL. Ini kami mau gelontorkan hanya sekitar 2,9 juta, jadi enggak masalah,” kata Tumanggor saat ditemui di Kantor Aprobi, Gedung Multivision Tower, Jakarta, Kamis (30/8).
Meski penetapan alokasi terbilang mepet, Tumanggor memastikan ketersediaan biodiesel mencukupi untuk pelaksanaan mulai 1 September 2018.
Penerapan ini bersifat mandatori atau wajib dilakukan di sektor Public Service Obligation (PSO) dan non PSO. Salah satu tujuannya untuk mengurangi impor minyak dan BBM agar neraca perdagangan tidak lagi defisit.
Dia menuturkan, 2,9 juta KL B20 ini akan ditempatkan di enam depo. Nantinya, jumlah tersebut tidak langsung digelontorkan ke pasar, tapi disalurkan secara bertahap hingga Desember 2018.
Selain itu, dia juga menyanggupi tuntutan Kementerian ESDM untuk penyaluran Fatty Acid Methyl Ester (FAME), baik yang PSO ataupun noj-PSO, sebesar 6,7 juta KL pada 2019.
Adapun Aprobi sebelumnya memperkirakan, konsumsi bahan bakar nabati B30 bila jadi diterapkan akan berkisar pada angka 9 juta KL.
Berdasarkan perhitungan Kementerian ESDM, penghematan impor minyak dari kebijakan B20 untuk tahun 2018 sebesar USD 2 miliar atau sekitar Rp 29,2 triliun (kurs Rp 14.600) dan USD 4 miliar untuk tahun 2019.