Berawal dari suatu ide pokok gagasan tentang berbagai nilai positif dan berbagai tantangan yang dihadapi serta keunikan dan secara komprehensif melihat manfaat dari kehadiran sawit di bumi Pancasila, maka terciptalah buku Sawit untuk Negeri.
Hal tersebut disampaikan Petrus Gunarso, salah satu penulis buku Sawit untuk Negeri, selain Alm. Prof. Dr. AB Susanto dalam acara ‘Peluncuran & Bedah buku Sawit untuk Negeri dan Peresmian berdirinya Pusat Studi Sawit IPB University’, di Bogor, 9/9/2022.
Menurut Petrus, kehadiran sawit berdampak luas bagi semua lapisan dan golongan, petani, pengumpul dan perantara, industri pengusaha dan eksportir dan juga bagi negara sebagai penghasil devisa. Komposisi kepemilikan kebun sawit di Indonesia bervariasi, 55% korporasi, 5% BUMN dan 40% itu petani kecil atau petani Mandiri.
“Suatu komposisi yang menarik jika dibandingkan dengan komoditas pertanian yang lainnya. Kebun sawit mandiri mencuat sebagai sebuah usaha bidang perkebunan skala kecil dan menengah dan membuat komoditas sawit berkembang,” kata Petrus.
Meski demikian, lanjut Petrus, sawit terus menjadi topik hangat baik di dalam maupun di luar negeri, karena berbagai hambatan muncul karena banyaknya LSM yang umumnya didanai oleh pesaing minyak nabati atas nama lingkungan yang selalu memojokkan sawit sebagai penyebab kerusakan lingkungan dan kesehatan.
“Perlu paparan yang berimbang dengan ilmu pengetahuan dan berdasarkan pada kajian kebijakan yang adil dan jujur, peran sawit penting bagi kepentingan sosial ekonomi masyarakat,” tegas Petrus.
Petrus berpendapat, sudah tepat pemerintah melakukan reformasi terhadap industri Sawit dengan membuat kebijakan agar sawit sebagai industri mendatangkan manfaat bagi sebanyak-banyaknya penduduk. Dengan membangun kesadaran kesadaran akan perlunya kebijakan yang lebih ramah lingkungan.
Kebijakan merupakan kata kunci perbaikan dan reformasi terhadap industri sawit Indonesia. Seyogianya, kebijakan disusun bersama-masa antara pemerintah, pemodal, dan petani kecil serta seluruh pemangku kepentingan.
Selama ini, kebijakan terkesan dibuat sepihak oleh pemerintah. Pada kenyataannya, kebijakan itu tidak tersosialisasi dengan baik akibat terjadinya banyak konflik. Pada tahun 1999 sampai 2001, Pemerintah Indonesia mengeluarkan kebijakan desentralisasi, yakni sistem pemerintahan yang lebih banyak memberikan kekuasaan kepada pemerintah daerah dan penyerahan sebagian wewenang pimpinan kepada pemimpin daerah. Pemerintah daerah mengumumkan banyak komitmen untuk memperluas areal sawit mereka.
Meskipun banyak dari target pemerintah daerah ini mewakili “kebijakan Junak”. Namun banyak juga pemerintah kabupaten yang mengeluarkan alokasi lahan HGU sawit hingga 40-50% dari wilayah mereka.
“Hal itu terjadi hanya dalam satu dekade setelah Reformasi 1998 di Indonesia. Kebijakan desentralisasi memiliki tujuan yang sangat baik. Agar kebijakan tersebut efektif, perlu peran aktif masyarakat dalam mengontrol kebijakan tersebut,” katanya.
Selain itu, sawit masih menghadapi berbagai kendala, sengketa tanah dengan masyarakat lokal karena kurangnya kejelasan tentang kepemilikan tanah, ketidak pastian hukum dan peraturannya, biaya logistik yang tinggi karena kurangnya kualitas dan kuantitas infrastruktur.
“Oleh karena itu pemerintah Indonesia harus mengambil langkah yang lebih strategis bukan semata-mata sebagai komoditas tunggal tetapi karena sawit telah berkembang menjadi komoditas yang multidimensional,” kata Petrus.
Menurut Petrus, sawit merupakan ‘produk impor’ yang meng-Indonesia. Ia menjadi contoh bagaimana sesuatu yang pada awal mulanya asing, datang ke Indonesia, lalu beradaptasi sedemikian rupa.
“Tumbuh dan kembang dalam suasana alam dan bumi Indonesia menjadi identitas Indonesia. Ditumbuhkembangkan, dirawat, dipupuk, dipelihara. dan menghasilkan buah untuk kemakmuran negeri,” katanya.
Tanaman ’emas hijau’ ini tiba di Nusantara pada 1848 setelah dibawa oleh Dr. Johannes Elias Teijsmann, la membawanya dari Royal Botanical Gardens di Pamplemousses yang terletak diPulau Mauritius, Afrika Barat, kawasan sekitar Teluk Cuines Itu sebabnya, emas hijau ini diberi nama Latin: Flats guine Seperti layaknya penamaan lainnya, untuk mengabadikan asal usul dari mana datangnya palma serbaguna dari kawasan Teluk Guinea nan cantik.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI Aairlangga Hartarto dalam sambutannya secara virtual mengatakan, tahun 2022, Indonesia secara resmi memegang Presidensi G-20 yang mengusung tema “Recover Together, Recover Stronger.
Saat ini, persaingan antarnegara semakin terlihat. Setiap negara berlomba-lomba menunjukkan prestasinya. Dari kekayaan alam, ilmu baru, penemuan, hingga inovasi telah berhasil diwujudnyatakan. Akan tetapi, untuk menghadapi persaingan ini, diplomasi ekonomi menjadi strategi agar setiap negara dapat mempertahankan keunggulannya agar tidak dijadikan hak milik negara pesaing.
Dalam diplomasi ekonomi, pendekatan kolaborasi dan integrasi menjadi penting. Salah satunya adalah bahwa Indonesia sebagai produsen CPO terbesar dunia terus mendorong inovasi biodiesel. Indonesia bukan hanya ikut serta, melainkan juga aktor yang mendorong circular economy, di mana isu-isu lingkungan seperti polusi karbon, degradasi laut dan tanah, hingga sampah plastik mendorong urgensi penerapan pendekatan ekonomi yang berkelanjutan.
“Satu dari sekian banyak diplomasi yang dilakukan di tingkat dunia adalah mendorong pengelolaan sawit, dengan memanfaatkan sampah Palm Oil Mill Effluent (POME) menjadi biogas sumber listrik. Tujuannya adalah mengurangi emisi gas rumah kaca untuk pencegahan pemanasan global.,” kata Airlangga.
Pemanfaatan biodiesel di dalam dan di luar negeri (ekspor) telah menyelamatkan dan mendongkrak permintaan minyak sawit yang sempat melesu beberapa tahun terakhir. Dengan mendorong pemanfaatan biodiesel dalam negeri, hal ini akan tetap menjaga iklim investasi industri sawit dalam jangka panjang.
Oleh karena itu, diperlukan ilmu diplomasi ekonomi yang luas, dengan memahami segala aspeknya. Sawit untuk Negeri menjadi salah satu contoh pendukung ekonomi Indonesia, dengan menggunakan sawit sebagai alat diplomasi dan menekankan keterikatannya maka integrasi perekonomian global dapat terjalin lebih erat dan pemulihan ekonomi negara akan dapat bertahan.
Terbitnya buku ini diharapkan mencerahkan para pelaku diplomasi ekonomi secara sedemikian rupa, sehingga semakin bertambah pengetahuannya terhadap industri sawit sebagai penopang ekonomi Indonesia sehingga dapat berjalan bersama dengan pemerintah untuk menguatkan sektor unggul bangsa.
Kiranya buku ini dapat melengkapi seluruh pemangku kepentingan dalam perumusan kebijakan terkait perdagangan internasional sekaligus memperkaya diskusi formal maupun informal dalam bidang ilmu ekonomi dan diplomasi.
Menteri Perdagangan Zulkifli menyambut gembira atas terbitnya buku Sawit untuk Negeri sebagai bukti bahwa literasi tentang sawit sangat diperlukan mengingat esensi sawit telah menjadi komoditas andalan dalam negeri.
“Saat ini dan seterusnya, industri sawit dari hulu sampai ke hilir telah menghidupi banyak orang dibandingkan dengan komoditas lain yang ada di Indonesia,” kata Zulkifli.
Menurut Zulkifli, saat ini sawit menjadi komoditas yang sangat strategis baik untuk makanan, pertanian, kosmetik, maupun perniagaan, dan energi, memiliki nilai positif bagi pertumbuhan ekonomi, laju inflasi, lapangan pekerjaan, dan distribusi keadilan serta kesejahteraan bagi rakyat Indonesia.
“Permintaan bahan bakar energi terbarukan akan terus meningkat, terutama yang bersumber dari minyak nabati dan sawit, yang memiliki keunggulan komparatif tinggi sebagai bahan baku biodiesel,” katanya.
Maka dari itu, lanjutnya, ketersediaan minyak sawit berkelanjutan akan selalu menjadi isu utama penggiat lingkungan hidup dan isu perubahan iklim.
Berdasarkan data Kementerian Perdagangan, selama dua tahun masa pandemi dari 11 Maret 2022 sampai dengan 24 Juni 2022, harga CPO telah naik 102%, yaitu di harga Rp8.002/ kg menjadi Rp16.149/kg. Setelah perang Rusia-Ukraina pada 24 Februari 2022, harga CPO turun 32% per Juni 2022 dan diperkirakan akan terus menurun hingga akhir tahun 2022.
Dia menambahkan, sebagai komoditas yang strategis, sawit telah menjadi komoditas penting bagi dunia sehingga pasar (supply and demand) komoditas sawit akan terus mengikuti dinamika sosial, ekonomi, dan politik dunia.