Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) melarang peredaran produk berlabel bebas minyak sawit atau palm oil free. Langkah itu akan direalisasikan dengan melarang pencantuman label palm oil free pada produk makanan dan obat yang beredar di Indonesia.
“Kami membangun kesepakatan dan komitmen untuk mengupayakan perlindungan terhadap daya saing perdagangan kelapa sawit, dan khususnya menghentikan penggunaan label ‘Palm Oil Free’ yang akan menurunkan daya saing industri kelapa sawit Indonesia,” ungkap Kepala BPOM, Penny K Lukito, belum lama ini, di Jakarta.
Penny memastikan kalau produk yang beredar dengan label “palm oil free” kini ilegal. Dengan kata lain, tidak lagi diperbolehkan di Indonesia. “Itu pelanggaran. Produk di pasaran dengan mencantumkan tidak mengandung sawit itu produk ilegal,” tukas Penny.
Pertimbangannya, minyak sawit dianggap bukan merupakan bahan yang berbahaya untuk pangan dan kosmetik. Di samping itu, pelabelan itu dianggap membangun konotasi kalau produk berbahan dasar minyak sawit kurang baik.
Menurut dia, pelabelan ini dapat mengurangi daya saing produk Indonesia yang berbasis sawit. Padahal, katanya, perekonomian Indonesia sedikit banyak bergantung pada kehadiran produk sawit. “Klaim itu tidak berdasar pengetahuan ilmiah yang benar. Palm oil ini unggulan Indonesia,” tegasnya.
Langkah BPOM ini merupakan tindak lanjut dari usulan Indonesia pada pertemuan Komite Hambatan Teknis Perdagangan Barang (TBT) Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) di Jenewa, Swiss, tahun lalu. Saat itu, Indonesia meminta praktik pelabelan tersebut dihentikan.
Pada Rabu (21/8/2019) lalu, BPOM bersama Kementerian Perdagangan, Kementerian Kesehatan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Pertanian, dan sektor terkait lainnya bertemu yang salah satu bahasannya adalah penanganan isu negatif minyak sawit Indonesia.
Industri minyak kelapa sawit merupakan salah satu industri strategis nasional di Indonesia, baik dalam bentuk Crude Palm Oil (CPO), maupun produk turunannya yang diperuntukkan industri kimia dan industri pangan misalnya minyak goreng, margarin, mayones, sabun, sampo, pasta gigi, bahan baku untuk baju, kertas koran, palm oil biodiesel, dan lain-lain.
“Di Indonesia, minyak kelapa sawit memegang peran yang sangat penting. Minyak sawit telah ditetapkan menjadi salah satu bahan pokok sebagai pembawa fortifikan, dalam hal ini vitamin A yang dimaksudkan untuk mengatasi masalah kurang gizi di tingkat nasional,” jelas dia.
Dari tahun ke tahun, produksi minyak sawit Indonesia terus meningkat secara signifikan, baik dalam bentuk minyak sawit mentah (CPO) maupun produk turunannya pada industri pangan dan kimia seperti minyak goreng, sabun, pasta gigi, hingga biodiesel.
Industri kelapa sawit, lanjutnya, juga semakin strategis karena berpeluang besar menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi nasional dan menyerap tenaga kerja.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), total ekspor minyak sawit sejak 2013 hingga 2017 cenderung mengalami peningkatan. Pada 2013 total volume ekspor mencapai 22,22 juta ton dengan total nilai sebesar US$17,14 miliar dan meningkat pada 2017 menjadi 29,07 juta ton dengan total nilai mencapai US$20,72 miliar.
Selain itu, berdasarkan kajian dari berbagai aspek, minyak sawit telah ditetapkan menjadi salah satu bahan pokok sebagai pembawa fortifikan atau vitamin A yang dimaksudkan untuk mengatasi masalah kurang gizi di tingkat nasional.
Ketua Umum Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI), Derom Bangun menyampaikan apresiasi dan terima kasih kepada Badan POM atas inisiasi pertemuan tersebut.
“Ini sangat penting untuk industri Indonesia. Saya meminta agar hal ini disampaikan dan disebarluaskan agar tidak ada lagi kesalahpahaman terkait pencantuman label Palm Oil Free. Ke depannya jika ditemukan label-label tersebut bisa dilaporkan kepada Badan POM ataupun kementerian terkait,” ucapnya.
Petani Tolak Produk Berlabel POF
Petani sawit mendesak pemerintah untuk menarik peredaran produk makanan berlabel palm oil free (bebas sawit) di Indonesia. Salah satunya produk buatan Rella’s Kitchen yang mencantumkan label palm oil free di beberapa produknya antara lain nut meg bar, granola energy bar, lemon biscuit, biscotti, dan produk olahan lain.
Berdasarkan temuan redaksi, produk Rella’s Kitchen berlabel palm oil free terpajang di sejumlah gerai Kem Chiks di Jakarta.
Rino Afrino, Sekjen Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) menyatakan, petani sawit mengecam peredaran produk makanan berlabel palm oil free (bebas sawit) di Indonesia. Bahkan Rino mempertanyakan motif Rella’s Kitchen yang menempelkan label bebas sawit di produknya.
Padahal, kelapa sawit menjadi komoditas andalan dan sumber penghidupan petani di desa. Setiap hari, petani sawit mengonsumsi olahan berbahan minyak sawit mulai; faktanya kesehatan mereka tetap terjaga.
“Kami mengecam dan mempertanyakan motif Rella’s Kitchen yang menempelkan label bebas sawit di produknya. Produk ini melukai perasaan 10 juta petani sawit di Indonesia. Apakah minyak sawit tidak healthy product? Tunjukkan risetnya jangan asal pasang label. Sudah 3 turunan keluarga petani sawit dan bangsa indonesia mengkonsumsi minyak sawit tidak ada masalah,” protes Rino.
Sebagai tindak lanjut protesnya, Apkasindo berencana meminta Kem Chiks, untuk menurunkan produk Rella’s Kitchen yang berlabel palm oil free. Rino menyebutkan surat akan dikirimkan secepatnya kepada Kem Chicks untuk melarang beredarnya produk tadi.
“Langkah lainnya adalah mengirimkan surat kepada Kantor Kementerian Perdagangan agar produk berlabel palm oil free dilarang,” tegas Rino. **SH, AP, TOS