Berawal dari antrian panjang saat menjual tandan buah segar (TBS) ke pabrik pengolahan kelapa sawit (PKS) Samsul Bahri Ketua DPW APKASINDO Kalimantan Selatan (Kalsel) bersama lima rekannya nekat bangun PKS. Antrian panjang membuat TBS rusak dan rendemen turun.
Samsul Bahri dan kawan-kawan bukan petani biasa, tekadnya untuk menjadi petani sejahtera membuat mereka nekat membangun PKS sendiri. Bersama lima temannya sesama pengurus Koperasi Sawit Makmur Mulya dari Kecamatan Batu Ampar Kabupaten Tanah Laut Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) berjuang mewujudkan impiannya. Tak mudah memang, berbagai hambatan terus merintanginya. Namun tekad dan semangatnya terus berkobar hingga cita-citanya membuat PKS sendri terlaksana.
“Cukup berat, modal yang kami miliki terbatas. Sementara membangun PKS butuh modal yang sangat besar, sekitar 200 miliar. Beruntung kami mendapatkan investor dan mau bekerjasama dengan kami,” kata Samsul Bahri saat ditemui di Kuta Bali baru-baru ini.
Dengan memiliki PKS sendiri, TBS dari lahan lebih 11.000 hektar di 8 kecamatan yang tersebar di 22 desa sudah bisa diolah di pabrik sendiri. Menurutnya, setiap hari akan ada 1000 ton TBS milik anggota koperasi bisa diolah menjadi Crude Palm Oil (CPO).
“Dengan adanya PKS sendiri, petani bakal dapat harga yang lebih bagus lantaran tak lagi berurusan dengan tengkulak, tapi sudah langsung menjual ke pabrik, dan dibayar dengan kontan,” jelas Samsul.
Menurut Samsul, semua anggota koperasi sudah memiliki Surat Tanda Daftar Budidaya (STDB). “Kami akan membantu menguruskan STDB setiap kebun petani,” kata Samsul.
PKS yang berkapasitas 45 ton perjam dan bisa dinaikkan menjadi 60 ton perjam, diharapkan dapat mendorong kesejahteraan petani anggota koperasi.
Menurut samsul, pendirian PKS ini menelan biaya Rp 190 miliar dengan investor PT Batu Gunung Mulia Putra Agro (BGMPA). Dengan pembagian keuntungan sebelum break event point atau BEP 30% petani dan 70 % investor. Setelah 5 tahun atau BEP maka bagian keuntungan petani akan meningkat menjadi 40% dan investor 60%.
“Kami ingin membuktikan kalau kami bukan lagi petani biasa, tapi petani yang punya masa depan yang lebih cerah, petani cerdas yang bisa mewujudkan apa yang menurut orang tak mungkin,” ujar Samsul.
Wajar kalau Samsul menyebut mereka telah menjadi petani cerdas, sebab dengan modal terbatas, mereka bisa memiliki PKS yang menghasilkan CPO sendiri.
Ini artinya, petani Tanah Laut sudah lebih maju selangkah dibanding petani yang ada di daerah lain di Indonesia.
“Ini PKS pertama milik petani di Indonesia ini,” katanya bangga.
Uniknya, PKS yang dibangun di Tanah Laut ini boleh dibilang menjadi PKS yang sangat strategis lantaran hanya berjarak sekitar 20 kilometer dari Pelabuhan Suarangan milik Pemkab Tanah Laut. Kalau pun CPO mau dijual lewat pengapalan, ongkos angkut akan jauh lebih murah. Tentu ini akan menjadi poin plus bagi penambahan isi pundi-pundi petani lewat murahnya ongkos angkut itu.
Menurut Samsul, Bupati Tanah Laut, Sukamta sangat mengapresiasi pembangunan PKS itu. Petani membangun PKS adalah langkah yang tepat dan jitu lantaran saat ini bukan rahasia lagi bahwa petani kelapa sawit mandiri kesulitan menjual hasil panennya.
Samsul mengakui, semua perjuangan membangun PKS petani tak mudah. Sebagai modal awal untuk mengurus perizinan dan pembebasan lahan, membutuhkan modal yang besar sekitar Rp6,5 miliar. Sementara modal gabungan dirinya dan pengurus koperasi tak sebesar itu.
“Karena niat sudah bulat, kami nekad menggadaikan harta-harta milik kami. Ruko kami gadaikan untuk modal. Alhamdulillah, tekad kami bersambut dan mendapatkan investor untuk membangun PKS,” kata Samsul.
Samsul bercerita, kisah petani sawit di Tanah Laut cukup Panjang. Bermula pada 20 tahun silam, saat Pabrik Gula PTPN 24 dan PTPN 25 dilikuidasi oleh pemerintah, sehingga 5.000 hektar lahan inti perusahaan menjadi terpisah dari 7.000 hektar lahan plasma petani tebu.
Kebun tebu tak jadi, lahan 7.000 hektar tadi sempat menjadi lahan tidur. Untunglah kemudian Samsul Bahri dan kawan-kawan, segera menyodorkan lahan tadi kepada pemerintah untuk dijadikan kebun kelapa sawit. Dan pemerintah setuju. Lewat Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), petani kemudian mendapat gelontoran duit Rp6 miliar pertahun untuk membangun kebun kelapa sawit itu.
“Saban tahun ada 1.500 hektar kebun yang dibangun. Kami bekerjasama dengan Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS). Singkat cerita, terbangunlah kebun seluas 4.700 hektar,” cerita Samsul.
Kebun sawit yang sudah ada itu, lanjut Samsul kemudian menyatu dalam Koperasi Sawit Makmur. Sekitar 12 ribu hektar kebun swadaya yang sudah ada, juga ikut bergabung.
“Nah, saat ini, ada 3.200 kepala keluarga yang akan menggantungkan hidup kepada PKS,” jelasnya dengan bangga.
Ketua DPP Apkasindo, Gulat Medali Emas Manurung Menyebut, persoalan petani saat ini ada tiga; Tataniaga TBS, petani dalam kawasan hutan dan sarana prasarana.
“Dengan hadirnya PKS petani, maka selesailah persoalan satu dan tiga. Sebab dua persoalan itu sudah langsung terjawab oleh PKS ini,” katanya.
Bagi Gulat, pembangunan PKS Tanah Laut menjadi catatan sejarah bagi petani Indonesia dan musti menjadi contoh bagi 21 provinsi penghasil sawit lainnya di Indonesia.
Menurut Gulat, petani telah mengambil keputusan bersejarah untuk sawit rakyat di Tanah Laut. PKS yang dibangun menjadi cerita akhir dari 14 tahun petani sawit di Tanah Laut terlunta-lunta menjual TBS nya.