Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC) menyelenggarakan International Smallholders Workshop and Field Visit dengan tema “Improvement of Sustainable Certification Achievement, Enhance of Good Agricultural Practices, and Lesson Learned on Technology Adoption” pada 24 – 25 Juli 2023 di Melaka, Malaysia.
Tahun ini, Lokakarya menyajikan dan membahas beberapa topik penting seperti peningkatan kapasitas petani kecil untuk mencapai sertifikasi keberlanjutan, praktik pertanian yang baik, terutama aspek otomasi dan mekanisasi yang berpotensi diadopsi oleh petani kecil, serta membahas Peraturan Deforestasi oleh Uni Eropa (EUDR) saat ini.
Tujuan dari lokakarya yang mengumpulkan sekitar 200 pendaftar dari 15 negara – melalui platform online dan kehadiran fisik difokuskan pada pencapaian, peluang dan tantangan skema keberlanjutan kelapa sawit, teknologi terbaru di perkebunan besar yang mungkin dapat diadopsi oleh petani kecil.
Sekretaris Jenderal CPOPC Dr. Rizal Affandi Lukman dalam sambutannya menyoroti peran sentral petani kecil dalam rantai pasok minyak sawit sektor hulu di Indonesia, Malaysia dan Honduras. Ketiga anggota CPOPC, masing-masing mencatat lebih dari 41%, 27%, dan 50% dari luas lahan kelapa sawit yang dihasilkan oleh petani kecil. “Lokakarya ini akan menjadi sarana penting bagi para peserta untuk meningkatkan kesadaran mereka tentang praktik pertanian yang baik dan memperkuat pemahaman mereka tentang keberlanjutan,” jelas Rizal.
Dalam pidato utamanya, Pejabat Senior dari masing-masing negara anggota menegaskan bahwa peraturan yang disahkan oleh pemerintah dan tindakan yang diambil oleh semua pemangku kepentingan terkait diperlukan untuk menjaga praktik berkelanjutan di kalangan petani kecil. Sekretaris Jenderal, Kementerian Perkebunan dan Komoditas Malaysia, YBhg. Dato’ Mad Zaidi Bin Mohd Karli, menekankan peran pembuat kebijakan untuk mendukung petani kecil dalam praktik mereka dan untuk memenuhi persyaratan keberlanjutan. Untuk mencapai hal ini, “Kami menyadari bahwa beberapa petani masih menghadapi tantangan untuk mendapatkan sertifikasi karena kendala keuangan. Oleh karena itu, Pemerintah Malaysia mengambil langkah proaktif dengan mengalokasikan dana insentif MSPO, yang bertujuan untuk meringankan beban yang ditanggung petani kecil kami.” kata Dato’ Mad Zaidi.
“Indonesia memandang petani kecil sebagai solusi dan peluang untuk bergerak maju menuju kelapa sawit yang lebih berkelanjutan.” ujar Wakil Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dan Pangan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia, Dr. Musdhalifah Machmud. Mdm. Musdhalifah menegaskan bahwa praktik keberlanjutan petani dapat dicapai dengan perbaikan kebijakan, Good Agricultural Practices, serta pelatihan dan advokasi bagi petani.
Subsekretaris Pertanian dan Peternakan Honduras, Ing. Roy Lazo Rodríguez, menegaskan bahwa bantuan dari pemerintah tidak akan cukup untuk memenuhi semua dukungan yang dibutuhkan petani untuk meningkatkan kesejahteraan mereka. “Sekarang Honduras menjadi bagian dari CPOPC, saya berharap para petani kita, serta pemerintah, dapat belajar dari praktik dan kebijakan satu sama lain,” kata Ing. Rodriguez.
Pada sesi pertama, diskusi berpusat pada pencapaian dan tantangan petani kecil dalam menunjukkan komitmen mereka terhadap prinsip keberlanjutan tidak hanya untuk mendapatkan skema sertifikasi tetapi juga praktik umum di lapangan. Sesi kedua berfokus pada masa depan petani kecil dalam kaitannya dengan teknologi terbaru di bidang pertanian dan EUDR saat ini yang berpotensi semakin mengecualikan petani kecil di pasar UE.
Lokakarya tersebut juga mencakup kunjungan lapangan ke perkebunan kelapa sawit milik Sime Darby di Ladang
Merlimau dan perkebunan rakyat di Paya Dalam. Peserta yang terdiri dari 12 petani plasma Indonesia dan 12 petani Malaysia, serta 9 perwakilan pemerintah dan asosiasi petani kecil di Papua Nugini, belajar tentang otomasi dan mekanisasi pertanian untuk meningkatkan produktivitas petani kecil.
Indonesia akan menjadi tuan rumah lokakarya berikutnya yang dijadwalkan berlangsung pada tahun 2024.