Dewan Karet Indonesia (Dekarindo) mengungkapkan bahwa setidaknya terdapat 9 pabrik olahan karet di wilayah Sumatera yang gulung tikar alias tutup lantaran kekurangan pasokan bahan olahan karet rakyat (Bokar) sepanjang tahun 2023.
Ketua Umum Dekarindo, Azis Pane mengatakan, pasokan bahan baku industri karet (crumb rubber) semakin hari semakin minim akibat produktivitas petani karet yang semakin turun, bahkan sebagian dari mereka mengalihkan lahannya ke komoditas lain.
“Di Sumatera Selatan, Riau, Sumatra Utara, Aceh, setahu saya ada 9 [pabrik tutup] sepanjang 2023. Ini akan tutup terus karena untuk apa pabrik crumb rubber tetapi tidak ada lagi bokarnya,” tukas Azis baru-baru ini.
Dikatakannya, suplai bahan baku karet saat ini telah mengalami penurunan hingga 20% dibandingkan pada 2022. Kinerja industri karet pun terus tergerus, kendati Indonesia merupakan salah satu produsen karet terbesar di dunia.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, produk domestik bruto (PDB) atas dasar harga konstan (ADHK) dari industri karet, barang dari karet, dan plastik sebesar Rp15,85 triliun pada kuartal II/2023. Adapun, nilai kontribusi karet terhadap PDB tersebut merosot 7,18% dibandingkan pada periode yang sama tahun sebelumnya (year on year/yoy) sebesar Rp16,6 triliun.
Itu pula sebabnya, Azis meminta pemerintah segera turun tangan dan memberikan strategi nyata untuk memperbaiki harga karet alam yang rendah sehingga menjadi biang kerok melemahnya produktivitas petani karet.
“Pemerintah harus turun tangan untuk memperbaiki harga karet alam dengan menggunakan kekuatannya di ASEAN, karena di karet alam itu di ASEAN sekarang, Indonesia, Malaysia, Thailand harga itu tinggi,” ungkapnya.
Sementara itu, dia melihat Vietnam dan negara-negara di Afrika dan Amerika Latin telah memulai produksi karet dan menjual dengan harga yang murah. Untuk melindungi industri karet dari hulu ke hilir, dia menilai pemerintah harus membantu dari segi penelitian dan pengembangan untuk menjadikan karet alam dimanfaatkan sebagai karet sintetis sehingga dapat memenuhi kebutuhan industri ban yang selama ini masih mengandalkan impor.
Ekspor Terhambat
Minimnya ketersediaan bahan baku karet menghambat jalan ekspor turunan komoditas tersebut ke negara potensial, salah satunya India.
Berdasarkan data Badan Pusat Statisik (BPS) ekspor karet (HS 40) ke India tercatat senilai US$201,6 juta pada Oktober 2023. Nilai ekspor tersebut turun dari periode yang sama tahun lalu sebesar US$217,6 juta.
Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan, pihaknya telah mengindentifikasi peluang ekspor untuk produk karet ke India dan sejumlah hambatan yang terjadi saat ini.
“Hambatan yang telah diidentifikasi selama ini, salah satunya sumber pasokan bahan baku dalam negeri yang turun tiap tahun karena harga karet di pasar global yang rendah,” ujar Agus menjelaskan.
Kondisi tersebut berdampak kepada petani yang disebut mulai enggan untuk menderes kebunnya. Bahkan, tak sedikit petani yang memilih konversi ke komoditas lain yang dinilai lebih menguntungkan.
Dalam hal ini, Kemenperin telah mendorong Kementerian/Lembaga (K/L) terkait untuk menggodok strategi meningkatkan aktivitas produksi bahan baku karet alam yang saat ini mengalami idle capacity atau kapasitas menganggur sebesar 3 juta ton.
“Serta mendorong peningkatan produksi hilir karet didalam negeri yang memiliki nilai tambah lebih tinggi dibandingkan produk intermediate,” ujarnya.
Seperti diketahui, produk domestik bruto (PDB) atas dasar harga konstan (ADHK) dari industri karet, barang dari karet, dan plastik sebesar Rp15,85 triliun pada kuartal II/2023. Capaian kinerja industri karet merosot 7,18% jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp16,6 triliun. Penurunan kinerja industri karet menjadi yang paling dalam dibandingkan subsektor industri pengolahan lainnya.
Kemenperin menilai hal tersebut tak lepas dari ekspor produk karet asal Indonesia yang menurun 29,32% menjadi US$1,52 miliar pada kuartal II/2023. Hal ini lantaran permintaan karet yang berkurang dan terancam digantikan oleh produsen karet asal Vietnam. ***SH