Hambatan EUDR Jadi Kesempatan Bagi Indonesia Genjot Hilirisasi Sawit

0

Dr Jean Marc Roda, Peneliti dari CIRAD, Lembaga Penelitian dan Pengembangan Pertanian dari Perancis yang juga Direktur CIRAD untuk Wilayah Negara-negara Kepulauan Asia Selatan) menyatakan, hambatan EUDR hendaknya dijadikan stakeholders sawit di Indonesia sebagai kesempatan untuk menggenjot hilirisasi sawit di dalam negeri.

Hal itu disampaikan Jean Marc dalam International Dialogue Palm Oil vs EUDR, Let’s talk EUDR (European Union Deforestation Regulation) with Special Attention to Palm Oil” yang diselenggarakan Media Perkebunan dan BPDPKS (Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit), Kamis (24/9).

Dalam acara dialog tersebut, Jean Marc menyampaikan 6 pesan yaitu permintaan minyak nabati dunia akan semakin meningkat, termasuk minyak sawit. Permintaan 27 negara anggota EU juga akan ikut naik, khususnya kelapa sawit.

Ke 27 negara anggota EU sangat memperhatikan faktor ekonomi dari tanaman penghasil minyak nabati, yaitu yang dihasilkan oleh anggota EU, yang dihasilkan negara Eropa lain bukan anggota EU dan Afrika.

Di Indonesia sendiri kunci memahami kelapa sawit adalah dengan melihat dari peraturan tentang lahan. Ada dua hukum lahan di Indonesia, satu di bawah UU Agraria untuk areal pertanian dan satu lagi dibawah UU Kehutanan untuk kawasan hutan.

Bagi Indonesia tahap selanjutnya yang harus dilakukan adalah bagaimana supaya petani swadaya bisa beradaptasi dengan pasar internasional. Hati-hati juga dengan analisis penginderaan jauh, hasilnya masih banyak yang multitafsir, erornya masih tinggi dan itu akan sangat berpengaruh sekali terhadap makna penggunaan lahan.

Bisa saja semak belukar ditafsirkan hutan dan ketika diubah jadi kelapa sawit maka termasuk deforestasi.“Bagi saya tantangan utama sustainabilility kelapa sawit bukanlah deforestasi tetapi pada rantai pasoknya. Hambatan EUDR merupakan kesempatan bagi Indonesia untuk melakukan hilirisasi menghasilkan nilai tambah yang lebih tinggi lagi,” katanya.

Sebagai ilustrasi, kalau sawit diekspor dalam bentuk CPO nilai atau harga yang diperoleh hanya 800 hingga 1.000 dolar AS per ton. Tapi kalau diekspor dalam bentuk produk refined oil harga yang diterima bisa mencapai 1.000 hingga 1.400 dolar AS per ton.

Demikian halnya bila diekspor dalam bentuk produk hilir yang setengah jadi, semisal produk kimia seperti glycerin, fatty alcohol maka harga jual yang diterima akan lebih tinggi, yakni mencapai kisaran 1.400 hingga 2.000 dolar AS per ton.

Selanjutnya jika diekspor dalam bentuk produk turunan seperti surfactans, esters, soaps, dan lubricants maka harga yang akan didapat mencapai kisaran 2.000 hingga 3.000 dolar AS per ton. Lain lagi jika bisa diekspor dalam bentuk kosmetik, parfum, deterjen, cat maupun farmasi maka nilai atau harga jual yang bisa diterima mencapai 3.000 hingga 4.000 dolar AS per ton. “Value Added nya mencapai 600%,” kata Jean Marc menekankan.

Prayudi Syamsuri, Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan, Ditjen Perkebunan, Kementerian Pertanian menyatakan sebagai kementerian yang tugas pokok dan fungsinya pembinaan di hulu, posisinya terhadap EUDR bukan menerima atau menolak, tetapi intropeksi diri apakah sudah mempersiapkan pekebun untuk siap tracebility.

“Tinggal masalah waktu saja. Posisi Kementan sekarang adalah membangun kelapa sawit berkelanjutan dan meningkatkan keberterimaan minyak sawit di pasar dunia sehingga industri ini tidak terganggu. EUDR adalah wake up call untuk memperbaiki tata kelola sawit di dalam negeri,” katanya.

Untuk tracebility, Ditjenbun sudah menyiapkan Block Chain Indonesia Plantation Database. Untuk petani ada e STDB dan perusahaan melalui Siperibun. Semua proses dari TBS ke PKS, CPO PKS diekspor atau ke industri, semua terdata dalam bentuk barcode. Barcode ini diupayakan masuk dalam Indonesia National Single Window untuk eksportir, downstream industry dan renewable industry. Sampai produk akhirnya bisa ditelusuri dari mana asalnya sampai tingkat kebun.

Dirjenbun sudah mengajukan pembiayaan untuk membuat geomap petani ini. “Kita juga tawarkan ke UE untuk menggunakan block chain kami dalam tracebility. Mereka tidak perlu membuat sistem baru, pergunakan saja sistem kami. Tidak semua data terbuka, yang bersifat rahasia akan tetap rahasia. Kami hanya buktikan bisa dipercaya lewat sertifikasi,” katanya.

Achmad Maulizal Sutawijaya, Kepala Divisi Perusahaan BPDPKS menyatakan kelapa sawit terus mendorong PDB perkebunan positif sehingga PDB Indonesia triwulan 1 tumbuh 5,03%. Kelapa sawit produktivitas lahannya jauh lebih tinggi dibanding minyak nabati lain. Setiap tahun demand minyak sawit dunia tumbuh 8,5 juta MT sedang supply 8,2 juta MT, minyak sawit penuhi 42% supply minyak nabati dunia.

Tantangan produktivitas rendah padahal produsen nomor satu di dunia sehingga ada kampanye hitam seolah-olah melakukan deforestasi. Mengatasinya adalah menjadi world class plantation operation toward industry 4.0, memanfaatkan teknologi untuk operasional kebun.

Tantangan lainnya adalah inefisiensi usaha kebun sawit rakyat tandan kosong dan cangkang tidak dihitung, perhitungan rendemen 14-25% , sehingga masih ada potensi pendapatan petani swadaya yang belum dihitung, selain juga panjanganya rantai pasok. Perbaikan dalam bidang ini potensi disampaikan ke UE bahwa pengembangan sawit bukan lagi perluasan tetapi perbaikan rantai pasok, perbaikan GAP.

Tanpa ada program biodiesel tidak ada keseimbangan supply demand CPO. Program ini sudah menyerap banyak CPO dan menjaga harga TBS petani. Program BPDPKS selama ini sudah terintegrasi hulu hilir yaitu perbaikan kesejahteraan petani, stabilisasi harga CPO, memperkuat industri hilir. *** AP

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini