Peringatan Hari Kakao (HKI) Indonesia merupakan momentum untuk meningkatkan semangat kebersamaan dalam mengembangkan industri kakao.
Hal tersebut disampaikan Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian, Putu Juli Ardika pada peringatan Hari Kakao (HKI) Indonesia diadakan di ajang pameran SIAL Interfood telah berlangsung pada 9-12 November 2022.
HKI merupakan kegiatan rutin yang dilaksanakan setiap tahun, dengan diisi berbagai agenda, seperti pameran produk kakao dan cokelat Indonesia, lomba biji kakao, kompetisi cokelat, dan talkshow kakao nasional.
“Kami mengharapkan sekali kegiatan penting ini dapat meningkatkan semangat kebersamaan dan lebih menggairahkan seluruh stakeholder kakao dalam mengembangkan komoditas kakao dan industri olahan kakao di Indonesia. Selain itu, pameran ini juga mampu meningkatkan kebanggaan masyarakat terhadap produk-produk cokelat dalam negeri, yang tentunya tidak kalah kualitasnya dengan produk serupa dari luar negeri,” kata Putu.
Dalam rangkaian pameran SIAL Interfood 2022 di Jakarta, Direktorat Jenderal Industri Agro Kemenperin turut berpartisipasi dalam mempromosikan industri pengolahan kakao nasional melalui pendirian Cocoa Pavilion seluas 54 m2, yang diisi oleh 10 pelaku usaha industri pengolahan kakao dan cokelat.
Pameran tematik Kakao dan Cokelat Indonesia di gelaran SIAL Interfood telah berlangsung pada 9-12 November 2022. SIAL Interfood merupakan pameran industri makanan terbesar di Indonesia, yang diikuti lebih dari 750 perusahaan dari 20 negara. Ajang ini menunjukkan animo pelaku industri makanan dan minuman untuk terus memperluas pasarnya di dalam maupun luar negeri.
Perlo Kolaborasi
Direktur Tanaman Tahunan dan Penyegar Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian (Kementan) Hendratmojo Bagus Hudoro menyebut diperlukan kolaborasi antarapemerintah, institusi, pemerintah daerah, dan pelaku usaha untuk meningkatkan produktivitas kakao di Indonesia.
Menurutnya saat ini produktivitas kakao nasional yang sebesar 700 hingga 800 ribu ton per tahun dengan luasan lahan 1,5 juta hektar masih jauh dari potensi produksi senilai 2 sampai 2,5 ton per tahun.
“Kita harus berkolaborasi dengan seluruh pihak baik pemerintah, pihak swasta, dan pelaku usaha. Kita ingin meningkatkan produktivitas dengan kualitas yang bagus ke depan,” katanya.
Saat ini sebagian besar lahan perkebunan kakao masih dikelola oleh masyarakat yang menghadapi sejumlah tantangan dalam pengelolaannya, antara lain 30 persen dari total tanaman kakao di Indonesia sudah berusia tua dan tidak produktif.
Produktivitas tanaman kakao juga terhambat oleh hama, penyakit, hingga tata kelola perkebunan yang masih perlu ditingkatkan.
“Selanjutnya, penanganan pasca panen juga belum optimal dengan produksi rendah. Biji kakao pun belum terfermentasi oleh petani sehingga harga di tingkat petani masih jauh dari harapan,” ucapnya.
Sumber Daya Manusia (SDM) untuk meningkatkan produktivitas tanaman kakao dengan teknologi terbaru juga masih rendah.
“Kemudian, rantai pemasaran dari hulu, dari petani, hingga hilir atau industri masih begitu panjang. Industri pengolahan kakao kebanyakan berada di Jawa, sementara sentra produksi kakao ada di bagian utara Indonesia,” ucapnya.
Dalam waktu dekat, selain berkolaborasi, Kementan juga ingin meningkatkan produktivitas dengan melakukan intensifikasi lahan kebun kakao dan mengedukasi pada petani terkait perbaikan tata kelola kebun kakao.
“Dalam jangka pendek, kita berfokus meningkatkan produktivitas dengan intensifikasi, karena kalau peremajaan, kita perlu 3 sampai 4 tahun agar tanaman kakao bisa menghasilkan produk,” katanya.