Kolom Prof. Dr. Sudarsono Soedomo
Guru Besar Kebijakan Kehutanan, IPB University
Berbagai pihak menyatakan bahwa hutan, khususnya hutan tropis, merupakan paru-paru dunia. Bahkan lembaga sekaliber “world economic forum”, yang di dalamnya ada Al Gore dan orang-orang kelas dunia lainnya, menjuluki hutan sebagai paru-paru planet bumi.
Kurang jelas bagaimana alur logika dan tujuan yang sebenarnya hingga hutan dijuluki sebagai paru-paru dunia seperti sekarang ini.
Sengaja saya menggunakan istilah ‘tujuan yang sebenarnya’ karena antara keprihatinan yang dikemukakan dan fungsi dari paru-paru sangat bertolak belakang. Tetapi karena julukan hutan sebagai paru-paru dunia digunakan oleh kelompok yang berisi orang-orang beken dan berpengaruh, betapapun salahnya julukan tersebut tetap diterima oleh dan menjadi trend dunia.
Tanpa disadari, ada tiga kesalahan fatal menjuluki hutan sebagai paru-paru dunia. Pertama, fungsi paru-paru adalah menghirup udara yang kaya oksigen (O2) dan kemudian mengeluarkan udara yang kaya karbon dioksida (CO2).
Sementara itu, hutan yang sedang tumbuh menyerap karbon dioksida lebih banyak dari yang dilepaskannya dalam proses fotosintesis dan pada saat yang sama melepaskan oksigen lebih banyak daripada yang digunakannya dalam proses respirasi. Jadi, dari fungsi yang dijalankan, maka antara paru-paru dan hutan adalah bertolak belakang.
Dari berbagai pernyataan, pesan yang hendak disampaikan adalah agar hutan dunia tidak dirusak karena hutan menghasilkan oksigen yang dihisap oleh paru-paru kita.
Kedua, mengumpamakan hutan sebagai paru-paru semakin terlihat tidak cocok ketika hutan telah mencapai puncak pertumbuhannya, yang dikenal dengan istilah hutan klimaks.
Hutan klimaks ini telah mencapai steady state, yang artinya laju input sama dengan laju output atau laju yang masuk sama dengan laju yang keluar atau laju fotosintesis sama dengan laju respirasi.
Jumlah oksigen yang dihasilkan dari proses fotosintesis sama dengan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh hutan untuk proses respirasi. Demikian pula, jumlah karbon dioksida yang diserap hutan dalam proses fotosintesis sama dengan jumlah karbon dioksida yang dihasilkan oleh hutan dari proses respirasinya.
Akibatnya, volume biomas hutan adalah konstan dari waktu ke waktu. Ringkasnya, mengharapkan bahwa keberadaan hutan klimaks dapat mengurangi jumlah karbon dioksida yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil merupakan harapan yang salah tempat.
Ketiga, produsen oksigen dunia terbesar adalah lautan, hasil dari fotosintesis jasad renik – plankton, algae, bakteri – di dalamnya. Sekitar 50-80% oksigen dunia diproduksi oleh lautan. Namun, dengan semakin banyaknya pencemaran yang akhirnya mengumpul di lautan, kapasitas lautan dalam menghasilkan oksigen diperkirakan telah banyak mengalami penurunan.