Indonesia dan Malaysia Kunci Pasokan Nabati Global

0

Indonesia dan Malaysia menjadi kunci ketersediaan minyak nabati dunia di saat vegetable oil dari Ukraina belum bisa mengeluarkan minyak vegetable oil secara penuh karena konflik yang berkepanjangan.

Hal tersebut dia sampaikan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Menko) Airlangga Hartarto dalam acara Ministerial Meeting of Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC) ke 10 di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali, Selasa (19/7) sore.

Ia menekankan di dalam situasi saat ini, peran strategis kelapa sawit sebagai bagian dari solusi krisis pangan dan energi global yang terjadi saat ini. Saat ini penting bagi negara-negara produsen minyak sawit untuk memanfaatkan momentum pertumbuhan permintaan minyak sawit dunia dan daya saing minyak sawit yang diproduksi secara berkelanjutan di pasar minyak nabati global.

“Agar tujuan ini tercapai, perlu mempromosikan pengakuan dunia akan sisi keberlanjutan minyak sawit, termasuk antara lain, melalui keterlibatan langsung dengan konsumen dan pemangku kepentingan yang relevan, peningkatan kapasitas dan investasi bagi petani skala kecil untuk memastikan produksi minyak sawit yang berkelanjutan,” kata Erlangga.

CPOPC melihat pentingnya keberadaan sawit dan diketahui kondisi market saat ini didominasi oleh Indonesia dan Malaysia. Karena, Indonesia mensuplai sekitar 48 juta ton dan Malaysia sekitar 18 juta ton.

“Dua negara ini, mensuplai sekitar 66 juta daripada vegetable oil palm oil ke market. Kita ketahui bahwa permintaan dunia terhadap komoditas palm oil itu sekitar 45 juta (ton) dengan yang terbesar, antara lain India sekitar hampir 7,8 juta dan 27 negara EU (Uni Eropa) 5,8 juta dan China 4,5 juta,” kata Airlangga.

“Oleh karena itu, kerja sama Indonesia dengan Malaysia menjadi sangat penting. Karena ini jadi kunci pada saat 5,5 juta (ton) vegetable oil yang berasal dari Ukraina belum bisa keluar secara penuh,” imbuhnya.

Ia menyebutkan walaupun saat ini sedang diusahakan sunflower dari Ukraina bisa keluar melalui blacksea dan secara bertahap kemarin sudah keluar 2 juta ton. Namun, itu pun masih belum cukup untuk kebutuhan dunia.

“Dan CPOPC kemarin, terhadap observer country, seperti Honduras yang kemarin mengalami musibah dalam hal ini bencana alam, CPOPC juga memberi bantuan 80.000 benih agar mereka bisa merevitalisasi kebun sawit mereka dari beberapa korporasi yang ada di Indonesia,” terang Airlangga.

Selain itu, CPOPC juga ikut ke dalamUnited Nations Economic And Social Council (UN-ECOSOC) High Level Meeting dan dalam pertemuan tersebut juga memperkenalkan CPOPC Global Framework Principle for Sustainable Palm Oil.

“Jadi best practice ini diharapkan bisa terus disosialisasikan di pasar global dan negara konsumen. Dan dengan charter (piagam) baru ini diharapkan kita bisa merekrut anggota-anggota baru,” kata Airlangga.

“Dan anggota-anggota baru yang hari ini menjadi observer diharapkan dalam pertemuan selanjutnya, diharapkan sudah menjadi full member dalam CPOPC Ministerial Meeting yang ke-11 yang akan dilaksanakan di Malaysia,” lanjutnya.

Ia juga berharap, ke depan dua negara yaitu Indonesia dan Malaysia yang menjadi anggota penuh akan terus mengevaluasi dan memperluas penggunaan kelapa sawit atau palm oil.

“Dalam pengembangan biofuel (Bahan bakar hayati) dimana Indonesia dan Malaysia sama-sama sedang mengkaji, menstudi dan mempersiapkan. Apabila diperlukan, ini bisa ditingkatkan dan Indonesia bisa meningkatkan biodiesel di B35. Sedangkan Malaysia bisa mempertimbangkan di B20,” jelasnya.

Ia juga menerangkan dalam rapat CPOPC ke 10 di Nusa Dua, Bali, yang dihadiri oleh anggota Observer Countries, yaitu adaWakil Menteri Pertanian Kolombia Juan Gonzalo Boterro. Menteri Pertanian dan Peternakan Honduras Madam Dra Laura Suazo dan Kepson Pupita, Sekjen Perusahaan Kelapa Sawit Mewakili Pemerintah Papua Nugini, termasuk Datuk Zuraida Kamaruddin, Menteri Industri Perkebunan dan Komoditas Malaysia.

“Dalam rapat tadi, berapa hal dibahas terkait dengan perkembangan CPOPC. Dan tentunya, dilihat bahwa dalam situasi perekonomian global dan geopolitik saat sekarang ini, pentingnya melakukan promosi dan juga memperkenalkan sustainability daripada kelapa sawit. Terus juga diperlukan engagement dengan negara-negara konsumen dan stakeholder dari kelapa sawit,” imbuhnya.

Menteri Perusahaan Perladangan dan Komoditi Malaysia Datuk Zuraida Kamaruddin mengungkapkan keyakinannya bahwa permintaan minyak sawit akan tetap kuat di tahun 2022 dengan terbukanya sektor ekonomi dan wilayah perbatasan internasional, terutama di sektor pangan. Negara-negara produsen minyak sawit memiliki kendali untuk mendorong narasi yang lebih baik tentang minyak sawit di tingkat global karena kekuatan pasar yang dimilikinya.

Zuraida juga menegaskan, inilah saat yang tepat bagi negara-negara produsen minyak sawit berkerja sama dengan mitra di negara-negara pengimpor minyak sawit untuk menunjukkan manfaat minyak sawit.

Upaya terkoordinasi dalam menyampaikan pesan positif minyak sawit yang kuat, khususnya untuk Uni Eropa dan Amerika Serikat diperlukan untuk mengenali agenda keberlanjutan negaranegara anggota dan yang terpenting, untuk menghentikan semua tuduhan tidak berdasar pada produk dan industri minyak sawit.

“CPOPC akan diposisikan untuk memainkan peran utama dalam mengatasi hal ini, dan akan melakukan langkahlangkah proaktif dalam mempromosikan agenda keberlanjutan dan menyoroti semua upaya terkait dari Malaysia dan Indonesia,” jelasnya.

Dalam sambutan pembukaannya, perwakilan dari negara Kolombia, Honduras, dan Papua Nugini menekankan kontribusi sektor kelapa sawit dalam meningkatkan kesejahteraan petani kecil dan pentingnya bekerja sama dalam mewujudkan budidaya kelapa sawit berkelanjutan.

Wakil Menteri Pertanian dari Kolombia, Juan Gonzalo Botero Botero menggambarkan peran pembangunan sosial-ekonomi dari kelapa sawit dalam mengubah ekonomi dan memberikan penghidupan yang lebih baik bagi petani skala kecil.

Di sisi lain, Menteri Pertanian dan Bahan Baku dari Honduras, Laura Suazo juga menekankan pentingnya memberikan perhatian khusus terhadap naik-turunnya harga minyak sawit dan kenaikan biaya input pertanian, yang dapat mengganggu stabilitas ekonomi dan sosial di antara negara-negara produsen minyak sawit.

Kepson Pupita, Sekretaris Jenderal Perusahaan Industri Kelapa Sawit/Oil Palm Industry Corporation (OPIC) yang mewakili Menteri Pertanian dan Peternakan dari Papua Nugini menunjukkan posisi strategis CPOPC dalam menyalurkan dan menangani keprihatinan dan masalah bersama terkait dengan keberlanjutan, hambatan perdagangan dan tantangan lainnya yang mempengaruhi sektor kelapa sawit secara global untuk saling menguntungkan.

Pertemuan tersebut membahas tentang terbatasnya pasokan minyak nabati global yang diakibatkan karena ketegangan geopolitik yang sedang berlangsung, terutama perang Ukraina, yang memperburuk krisis pangan dan inflasi pangan tinggi di seluruh dunia. Pertemuan tersebut juga memperhatikan kemungkinan pencampuran biodiesel, sembari menekankan perlunya memperhatikan penggerak pasar utama untuk sisa tahun 2022.

Pertemuan ini juga turut mengapresiasi partisipasi CPOPC pada side event Forum Politik Tingkat Tinggi United Nations/Perserikatan Bangsa-Bangsa ECOSOC, termasuk dalam pengenalan Global Framework Principles for Sustainable Palm Oil (GFP-SPO)/Prinsip Kerangka Kerja Global untuk Minyak Sawit Berkelanjutan keluaran CPOPC selama webinar pada 11 Juli 2022.

Selain itu, CPOPC juga berpartisipasi dalam pameran virtual mengenai praktik-praktik terbaik untuk mempromosikan minyak nabati berkelanjutan pada tanggal 10-15 Juli 2022. Side event ini diselengarakan atas verja sama dengan pemerintah Indonesia, Malaysia, Filipina, dan International Coconut Community (ICC), dan bertujuan untuk mempromosikan kesadaran publik terhadap keberlanjutan pada semua jenis minyak nabati.

Dalam hal ini, GFP-SPO dapat dijadikan acuan dalam pengembangan standar minyak nabati.
Pertemuan tersebut menyoroti rencana CPOPC untuk bersama-sama menyelenggarakan KTT G20 Minyak Nabati Berkelanjutan pada bulan November 2022. Acara ini antara lain bertujuan untuk merumuskan strategi guna menjawab tantangan rantai pasokan minyak nabati global.
KTT ini diharapkan dapat menjadi forum musyawarah yang membahas isu-isu inti yang relevan dalam produksi dan perdagangan minyak nabati global seperti akses pasar, isu keberlanjutan, hal mengenai tenaga kerja, dan petani kecil.Pertemuan ini juga mencatat rencana CPOPC untuk membantu Honduras dalam memulihkan perkebunan kelapa sawit yang rusak akibat badai yang terjadi pada tahun 2020.

Dalam hal ini, negara-negara anggota CPOPC (Indonesia dan Malaysia) bekerja sama dengan pemangku kepentingan terkait seperti Indonesia Palm Research Institute (IOPRI), PT Sinar Mas, PT Sampoerna Agro, PTP Nusantara IV, PT Sarana Inti Pratama, dan PT ASD-Bakrie akan menyumbangkan lebih dari 80.000 benih kelapa sawit berkecambah untuk negara Honduras. Pengiriman donasi akan dilakukan pada waktu yang akan ditentukan.

Para Menteri menyambut anggota Sekretariat CPOPC yang baru terpilih untuk periode 1 June 2022 hingga 31 Mei 2025, yaitu Dr. Rizal Affandi Lukman sebagai Direktur Eksekutif, Datuk Nageeb Wahab sebagai Deputi Direktur Eksekutif, Dr. Puah Chiew We sebagai Direktur Strategi dan Kebijakan, dan Dr. Witjaksana Darmosarkoro sebagai Direktur Keberlanjutan dan Petani Kecil.
Para Menteri turut menyampaikan penghargaan atas jasa yang telah diberikan oleh Tan Sri Datuk Dr. Yusof Basiron, mantan Direktur Eksekutif CPOPC dan Dupito D. Simamora sebagai mantan Deputi Direktur Eksekutif CPOPC masa jabatan 1 Juni 2019 – 31 May 2022.

Direktur Eksekutif CPOPC lebih lanjut memberikan informasi terbaru dalam pertemuan mengenai kegiatan CPOPC sejak pertemuan tingkat menteri terakhir pada bulan Desember 2021, termasuk proses ratifikasi yang sedang berlangsung dari Protokol untuk mengubah Piagam CPOPC oleh negara-negara anggota CPOPC. Amandemen tersebut diharapkan dapat semakin memperkuat aspek administrasi organisasi dan memperkuat kerjasama antara negara-negara anggota CPOPC dan pemangku kepentingan terkait.

Hal terakhir dalam pertemuan adalah negara Indonesia dan Malaysia menegaskan kembali komitmen mereka untuk memastikan CPOPC melanjutkan advokasi minyak sawit berkelanjutan dan memanfaatkan Kepresidenan G20 Indonesia untuk lebih mempromosikan misi CPOPC dalam mempromosikan, mengembangkan dan memperkuat kerja sama di antara negara-negara produsen minyak sawit dan pemangku kepentingan terkait; dan memastikan manfaat jangka panjang minyak sawit bagi kesejahteraan masyarakat dunia.

Para Menteri mendukung upaya penguatan peran CPOPC agar lebih dinamis dan dapat meningkatkan kerjasama antar anggota untuk implementasi kebijakan yang lebih berdampak. Serta menyambut baik publikasi Palm Oil Market Outlook Update terbitan CPOPC dan sepakat untuk membuat ulasan bulanan terkait dengan pengembangan kelapa sawit.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini