Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (APROBI) mengungkap pemasalahan yang hingga saat ini berdampak pada ketakutan pelaku usaha untuk berinvestasi di sektor energi terbarukan.
Masalah tersebut yakni adanya pemeriksaan atau audit aparat hukum (Kejaksaan Agung) khususnya beberapa tahun terakhir kepada seluruh stakeholder danĀ hingga saat ini mungkin belum ada kepastian atau kejelasan dalam kasus tersebut.
Sekretaris Jenderal APROBI Ernest Gunawan mengatakan ketidakpastian hukum tersebut berdampak pada rencana pemerintahan untuk menaikkan presentasi blending (campuran) dari B35 ke B40 atau bahkan B50. Dia mengungkapkan, hingga saat ini kapasitas terpasang produksi biodiesel masih belum ada peningkatan.
āAdanya kekhawatiran pihak investor yang ingin berinvestasi di bidang energi terbarukan, dikarenakan tidak adanya kepastian hukum dan akan menimbulkan ketidaknyamanan berusaha sehingga mereka mengurungkan niatnya untuk berinvestasi di Indonesia,ā ujarnya, baru-baru ini.
Dalam presentasinya, ada dua permasalahan dalam tata niaga biodiesel. Pertama, adanya pandangan/anggapan dari beberapa pihak bahwa produsen biodiesel adalah penerima manfaat besar dari dana BPDPKS yang tidak tepat sasaran. Hal ini dikarenakan produsen biodiesel menerima dana BPDPKS atas selisih harga dari HIP BBM yang dibayarkan kepada Badan Usaha BBN.
Kedua, adanya pemeriksaan atau audit yang dilakukan oleh aparat hukum negara khususnya untuk beberapa tahun terakhir kepada seluruh stakeholder dan hingga saat ini mungkin belum ada kepastian atau kejelasan untuk kasus tersebut
Ernest menambahkan, pemerintah berencana menaikkan presentase blending ke B40 atau B50, maka secara nasional dibutuhkan peningkatan kapasitas produksi terpasang. Namun sampai saat ini belum ada kepastian hukum, sehingga produsen belum meningkatkan kapasitas produksinya.
āBahkan, ada beberapa anggota kami yang menunda/membatalkan membangun pabrik. Karena ada ketidakpastian dan ketidaknyamanan,ā jelas dia.
Saat ini, ujar Ernest, produsen biodiesel telah melaksanakan/memenuhi alokasi pemerintah dalam hal penyaluran Fatty Acid Methyl Ester (FAME) berbahan dasar sawit dalam rangka implementasi program biodiesel . Sehingga apabila ada hal yang dituduhkan kepada produsen dan belum ada penyelesaian, maka hal ini terkesan akan terus dianggap suatu kesalahan bahkan dengan saat ini.
āAPROBI dan produsen BBN sangat mengharapkan adanya kepastian dan perlindungan hukum khususnya dalam menjalankan program penyaluran biodiesel dan BBN lainnya,ā ujarnya.
Ernest mengungkapkan penyaluran biodiesel merupakan program pemerintah dan sudah mandatori. Apabila terjadi kegagalan dalam pasokan dengan jumlah yang sangat besar, maka secara tidak langsung akan berdampak sangat berbahaya bagi perekonomian negara. Seperti pemerintah harus melakukan impor kembali bahan bakar minyak (BBM), penurunan harga tandan buah segar (TBS), dan otomatis menurunkan kesejahteraan petani.
āKami selaku produsen dan juga seluruh pemangku kepentingan mengharapkan agar ini segera selesai, dikarenakan jika ini terus dilanjutkan maka akan ada beberapa potensi yang dapat terjadi dan perlu menjadi perhatian bersama,ā pungkas Ernest.