Kementan Beberkan Tantangan Besar Pergulaan Nasional

0
pabrik gula tua

 

Tenaga Ahli Menteri Pertanian Bidang Pengembangan Budi Daya dan Pascapanen Komoditas Pertanian, Andi Muhammad Syakir mengatakan, saat ini Indonesia sedang menghadapi tantangan yang sangat besar di bidang pergulaan nasional.

“Salah satunya perubahan iklim yang sangat cepat terjadi, karena El Nino dan La Nina, sekaligus kita harus kejar target pencapaian swasembada gula nasional pada 2028,” ujar Muhammad Syakir.

Hal ini disampaikan Muhammad Syakir saat mewakili Direktur Jenderal Perkebunan, pada acara Pertemuan Koordinasi Pelaksanaan Awal Giling Tahun 2024 Wilayah Provinsi Jawa Timur di Surabaya, Kamis (16/5).

Muhammad Syakir menambahkan, kondisi pabrik gula yang ada di Indonesia saat ini perlu dilakukan efesiensi berbasis scientific, inovasi, dan terobosan baru serta berbasis zero waste.

Untuk itu, lanjut Muhammad Syakir, demi mencapai swasembada gula nasional dibutuhkan kerja sama yang harmonis dan saling menguntungkan antara pabrik gula dengan petani tebu.

“Kementerian Pertanian melalui Direktorat Jenderal Perkebunan gandeng para ahli dan pakar serta BRIN dalam pendampingan program Plant Cane pada bongkar ratoon untuk meningkatkan produktivitas hasil gula tebu di lahan kering,” kata dia.

Tak hanya itu, sambung dia, pemetaan lahan-lahan yang sesuai dan berpotensi untuk penanaman tebu juga tengah dilakukan di beberapa wilayah.

“Ini sejalan dengan arahan Presiden melalui Perpres Nomor 40 Tahun 2023 tentang Percepatan Swasembada Gula Nasional dan Penyediaan Bioetanol sebagai Bahan Bakar Nabati (Biofuel),” ujar Muhammad Syakir.

Pada saat yang sama, Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Timur (Jatim), Heru Suseno mengatakan, Provinsi Jawa Timur merupakan wilayah dengan produksi tebu yang terbesar di Indonesia saat ini, yaitu sekitar 49,64 persen dari produksi nasional pada tahun 2023.

“Begitupun dengan luasan areal tebu di Jatim sebesar 44,88 persen dari luasan areal tebu nasional. Bisa dikatakan Jatim cukup penting dan berpengaruh dalam produksi tebu nasional, sehingga bisa menjadi barometer bagi kondisi tebu nasional,” kata Heru.

Diketahui, Direktorat Jenderal Perkebunan bersama Tim Independen yang meliputi beberapa perguruan tinggi dan lembaga penelitian telah melaksanakan survei biaya pokok produksi (BPP) serta melakukan usulan harga pokok pembelian (HPP) tebu 2024.

Ini dilakukan karena sebanyak 57 Pabrik Gula (PG) tersebar di seantero wilayah Indonesia, 29 PG terdapat di Jatim, yang sudah mulai melaksanakan musim giling tebu di pertengahan pada Mei 2024.

Besaran HPP tebu didasarkan pada BPP tebu 2024 di masing-masing wilayah sentra tebu, yaitu wilayah Jawa, wilayah Lampung, wilayah Sulawesi Selatan dan wilayah Gorontalo yang telah dilaksanakan mulai dari 20-29 Februari 2024.

Untuk wilayah Jawa HPP tebu sebesar Rp 690.000 per ton tebu (pada rendemen 7 persen) yang telah memperhitungkan keuntungan petani sebesar 10 persen dari BPP tebu.

HPP juga memperhatikan rendemen tebu, apabila rendemen tebu lebih tinggi atau lebih rendah dari 7 persen, maka harga pembelian tebu juga harus disesuaikan secara proporsional.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini