Pemerintah Indonesia bertekad menambah jumlah produksi kopi nasional agar bisa menyusul Vietnam sebagai produsen kopi terbesar ke 2 dunia. Untuk itu, kelembagaan petani diperbaiki, akses perbankan diperbaiki, dan produktivitasnya ditingkatkan.
Hal tersebut disampaikan Menteri Pertanian Amran Sulaiman pada saat menghadiri acara pengukuhan Dewan Kopi Indonesia di Serpong, Tangerang Selatan, Banten. Saat ini Indonesia berada di urutan ke 4 sebagai penghasil kopi terbesar di dunia yang tadinya berada pada posisi ke 3.
Amran menambahkan, hingga saat ini Indonesia tercatat sebagai produsen kopi terbesar dunia ke 4, padahal dahulu sempat menjadi penghasil kopi terbesar ke 3. Tentu harus ada yang diperbaiki untuk meningkatkan produksi kopi Indonesia.
“Sekarang Indonesia urutan keempat (produsen kopi), dulunya urutan ketiga. Kita bersama-sama akan upayakan kembali ke urutan ketiga. Kuncinya kelembagaannya diperbaiki, kemudian akses perbankannya diperbaiki, produktivitas kita tingkatkan,” kata Menteri Amran menekankan.
Guna merealisasikan rencana tersebut, Amran mengaku akan melakukan pertemuan dengan 41 pengusaha kopi yang akan membahas soal akses perbankan, menyederhanakan rantai pasokan, hingga penyediaan 11 juta bibit kopi untuk tahun ini.
“Nanti kami panggil (pengusaha kopi) dan langsung MoU dengan perbankan. Dibahas apa masalahnya pertama rantai pasokannya, akses perbankannya, biaya untuk petani kemudian pendampingan, bibit unggul,” papar dia.
“Bibit unggul kami siapkan. Itu perintah dari Bapak Presiden. Kami siapkan 11 juta bibit dengan pupuknya gratis tahun ini,” lanjut Amran.
Tahun kemarin, kata Amran, Indonesia telah menghasilkan kopi sebanyak 700 ribuan ton dengan produktivitas 0,7 ton per hektar. Jumlah itu masih kalah dibandingkan dengan Vietnam yang sanggup menghasilkan 3 hingga 4 ton per hektar.
Padahal luas lahan tanaman kopi di Indonesia hampir sama dengan luas tanaman kopi di Brazil, yakni 1,7 juta hektar, namun produktivitasnya rendah. Dan jika tingkat produksi setara Vietnam, Indonesia bisa jadi negara penghasil kopi terbesar di dunia.
“Dulu Vietnam berguru di Indonesia, mereka sekarang produksinya 3-4 ton per hektar, kita masih 0,7 ton per hektar. Kalau ini kita angkat, sudah cukup. Karena luasan lahan kita sama dengan Brazil 1,7 juta hektar. Kalau diangkat 3 ton per hektar hingga bisa 6 ton, bisa menjadi nomor satu di dunia. Itu mimpi besar kita,” urai Amran.
Pada tahun 2017, produksi kopi Indonesia disebutkan berada di urutan keempat, sementara yang pertama Brazil, kemudian Vietnam dan Kolombia.
Keinginan Mentan, didukung penuh Direktur Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian, Bambang. Menurut Bambang, Ditjenbun telah melakukan berbagai hal untuk meningkatkan produksi kopi nasional. Salah satunya dengan intensifikasi.
Dijelaskannya, kegiatan intensifikasi perkebunan kopi tersebut antara lain berupa perbaikan tanaman kopi robusta yang tersebar di sembilan provinsi meliputi 22 kabupaten sentra produksi kopi.
Selain intensifikasi, untuk meningkatkan produksi kopi nasional, juga dilakukan berbagai cara. Misalnya penanganan organisme pengganggu tanaman, pemberian bantuan alat pengolahan dan pascapanen, pemberian bibit berkualitas serta perbaikan kebun induk.
“Saat ini gairah petani menanam kopi sedang meningkat karena dalam dua tahun terakhir terjadi kenaikan harga kopi di pasaran,” katanya.
Namun demikian dia mengakui sejumlah kendala untuk peningkatan produksi kopi di Tanah Air seperti tanaman yang sudah tua, keterbatasan benih berkualitas serta penerapan GAP (Good Agriculture Practice) atau budidaya yang baik, belum dilakukan secara optimal.
Menurut Bambang, potensi produksi kopi di Indonesia 2 ton per hektar. Apalagi jika kopi Indonesia mulai diarahkan pada kopi organik.
“Sampai dua ton juga bisa. Tapi kita dorong kopi kita jadi kopi organik. Pada saatnya pangsa pasar akan sadar bahwa kopi Vietnam kalah dengan kopi kita,” ungkap Bambang.
Dia menambahkan, cita rasa kopi Indonesia akan menyaingi kopi Vietnam jika produktivitas kopi organik terus dibudidayakan. Tak hanya dari segi kualitas rasa yang diperoleh, keuntungan lain juga dari harga jual yang lebih bersaing.
“Mereka pacu produksi dengan pupuk unorganik, kita pakai organik. Pada saatnya membudidayakan kopi dengan cara organik juga akan mampu meningkatkan produktivitas dan harga lebih bersaing,” jelasnya.
Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2016 melaporkan bahwa produksi kopi Indonesia mencapai 639.000 ton. Kopi asal Indonesia paling banyak diekspor ke Amerika Serikat.
Pada 2016, ekspor kopi dari Indonesia ke AS mencapai 67,309 ribu ton. Angka ini naik 2,79 persen ketimbang periode 2015 yang berada pada posisi 65,482 ribu ton. Nilai ekspor kopi dari Indonesia ke AS pada 2016 itu adalah 269,9 juta dolar AS atau setara dengan Rp 3,5 triliun.
Adapun luas area perkebunan kopi di Indonesia mencapai 1,23 juta hektar. Dari jumlah itu, 1,18 juta hektar adalah perkebunan rakyat. Kemudian, 22.525 hektar merupakan perkebunan besar negara. Selanjutnya, 25,493 hektar adalah perkebunan besar swasta. ***NM, SH, AP, TOS