Kementerian Pertanian (Kementan) siap membantu proses mitigasi banjir di Grobogan Jawa Tengah, yang mengakibatkan terendamnya 4.309 hektare sawah.
Menurut Menteri Pertanian (Mentan), Andi Amran Sulaiman, Kabupaten Grobogan salah satu wilayah penyangga pangan dan kawasan pertanian nasional yang harus dipulihkan dengan kekuatan penuh.
“Grobogan salah satu kabupaten subur yang berpotensi mendorong Indonesia menjadi lumbung pangan dunia,” ujar Mentan Amran dikutip dalam siaran pers Kementan, Jakarta, Minggu (11/2).
Mentan Amran, yang juga Ketua Umum IKA Unhas Periode 2022 – 2026 telah menginstruksikan kepada jajarannya untuk menyalurkan bantuan benih bagi lahan yang puso akibat banjir di Grobogan.
“Kami telah menginstruksikan jajaran untuk selalu siaga dan memantau perkembangan banjir di Grobogan, apabila ada yang gagal tanam dan lahan yang puso maka bantuan bibit akan segera kami luncurkan ke wilayah terdampak,” ujar Mentan Amran.
Di samping itu, dia meminta kepada seluruh stakeholder pertanian agar selalu siap siaga mengatasi berbagai tantangan pertanian untuk mengamankan produksi pangan, khususnya padi dan jagung.
“Saya telah menugaskan jajaran untuk melakukan lompatan demi kenaikan produksi padi dan jagung, maka segala permasalahan yang terjadi di lapangan harus segera diselesaikan dengan cepat dan tepat,” kata dia.
Sementara itu, Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan, Ali Jamil memastikan, upaya pencegahan maupun penanggulangan dampak hujan berupa banjir di area persawahan akan lebih efektif.
Kementan, menurut dia, punya program komprehensif terkait mitigasi.
“Pemerintah akan menyiapkan upaya pompanisasi untuk area banjir. Silakan Pemda (Pemerintah Daerah) koordinasi untuk menyiapkan pompanisasi jika masih terdapat genangan di sawah,” kata Ali Jamil.
Ali Jamil minta kepada Dinas Pertanian Daerah untuk mendorong petani mengikuti AUTP (Asuransi Usaha Tani Padi). Pemerintah memberikan bantuan subsidi premi asuransi tani sebesar Rp 144 ribu per hektare.
“AUTP ini akan terus kami sosialisaikan ke petani. Karena ini menjadi bentuk perlindungan kepada mereka dan saat ini sudah banyak petani yang menjadi anggota AUTP,” kata Ali Jamil.
Dia menambahkan, dengan adanya AUTP, petani yang terkena musibah banjir atau kekeringan bisa mendapatkan ganti rugi. Selain itu, petani juga bisa langsung melakukan tanam lagi setelah genangan air teratasi.
“Dengan membayar premi hanya Rp 36 ribu per hektare per musim, petani yang sawahnya terkena bencana banjir, kekeringan dan serangan OPT dapat klaim (ganti) Rp 6 juta per hektare,” kata dia.
Kepala Dinas Pertanian Grobogan, Sunanto menyatakan, akan mendata wilayah mana saja yang memiliki kemungkinan mengalami puso. Menurut dia, jika sawah padi milik warga itu hanya terendam selama 2-3 hari tidak mungkin terjadi puso.
“Estimasi terendam itu tujuh sampai sepuluh hari baru bisa diidentifikasi apakah sawah itu puso atau tidak,” ujar Sunanto.
Sunanto berencana mengajukan bantuan benih ke Kementan untuk masa tanam berikutnya bagi warga yang sawahnya terendam banjir. “Kita menggunakan acuan 15 kg per hektare sawah yang terendam untuk memberikan bantuan,” kata Sunanto.
Lebih lanjut, dia mengimbau warga agar mendaftarkan lahan sawahnya ke asuransi usaha tani padi (AUTP). “Sehingga ketika gagal panen petani bisa mengklaim asuransi. Saat ini juga sedang dilakukan pendataan terkait petani yang sudah terdaftar asuransi,” ujar Sunanto.
Untuk diketahui banjir di beberapa daerah di Provinsi Jawa Tengah antara lain di Kabupaten Demak terjadi di tujuh kecamatan dengan luas terkena banjir padi 1.657 hektare dan jagung 126 hektare.
Banjir juga terjadi di Kabupaten Kudus terkena 489 hektare pada tanaman padi, cabai, melon dan kangkung. Dari semua data, banjir Demak dan Kudus sebagian besar juga sudah surut tidak tergenang, sehingga banyak pertanaman bisa terselamatkan
Direktur Jenderal Tanaman Pangan Suwandi mengatakan, berdasarkan data per 9 Februari 2024, luas terkena banjir pada tanaman padi baik di Jawa Tengah maupun secara nasional pada MH 2023/2024 lebih rendah dibandingkan MH 2022/2023 dan juga lebih rendah dibandingkan rerata 5 MH.
Data ini, kata dia, jelas menunjukkan indikasi bahwa banjir musim ini jauh lebih kecil dibandingkan dengan musim yang sama sebelumnya sehingga kita optimis produksi pangan kita tetap aman dari dampak banjir.
Dia menambahkan, penanganan banjir di wilayah terdampak yang menyebabkan massive destructive bagi areal persawahan.
“Dibutuhkan kerja sama kolektif dan komprehensif dari stakeholder, POPT, PPL dan petani sehingga penanggulangan dampak pasca banjir dapat diselesaikan dengan cara yang efektif dan efisien,” kata Suwandi.