Kementerian Pertanian (Kementan) kembali menargetkan swasembada gula konsumsi pada 2023. Meski neraca gula konsumsi memang masih memperlihatkan defisit, Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo mengatakan akan secara bertahap mengurangi defisit lewat peningkatan produksi. Berikut ini upaya yang dilakukan Kementan.
Direktur Tanaman Semusim dan Rampah, Direktorat Jenderal Perkebunan, Hendratmojo Bagus Hudoro mengatakan, untuk percepatan program swasembada gula konsumsi nasional tahun ini tahun 2021 yaitu 10.798 hektar, terdiri dari perluasan seluas 1000 hektar, rawat ratun 6.798 hektar, dan bongkar ratun 3000 hektar.
“Program ini sebenarnya sudah kita lakukan sejak mulai 2020. Untuk target kegiatan sampai tahun 2023, akan melakukan kegiatan tebu 250.000 hektar yaitu rawat ratun 125.000 hektar, bongkar ratun 75.000 hektar dan perluasan 50.000 hektar”, ujarnya.
Untuk kegiatan bongkar ratun dan perluasan areal, Hendratmojo mengungkapkan telah menyiapkan benih tebu secara berjenjang, bajk melalui kerjasama dengan penangkar juga membangun nursery yang akan produksi benih, sehingga nantinya akan tersedia benih unggul yang tepat waktu dan sesuai kebutuhan.
Selama ini provitas tebu mengalami penurunan, rata-rata 60.000 ton/hektar sampai 70,000 ton/hektar. Padahal menurutnya, potensi tebu biasa diatas 100.000 ton/hektar sampai 120.000 ton/hektar dengan rendemen diatas 8. Kementan akan memperkuat kemitraan antara petani dan industri mulai dari kegiatan mulai dari on farm sampai off farm.
“Kita tidak ingjn disaat produktivitas dan rendenmen tinggi, mengalami masalah pada saat pengolahannya. Dan sebaliknya, ketika industri mengharapkan bahan baku yang bermutu dan banyak, tidak terkendala dengan bahan bakunya. Sehingga di hulu, Kementan terus mendorong perluasan areal untuk menghasilkan produksi tinggi dan bagus, dan di hilir industri juga harus membeli dengan harga yang bagus serta menghasilkan gula yang bagus”, ujar Hendratmojo.
Dirinya mengungkapkan akan bekerjasama dengan Kementerian Perindustrian dan BUMN untuk melakukan kemitraan kelompok tani agar bisa saling menguntungkan. Sehingga saat petani menjual panennya kepada pabrik gula dengan mutu yang baik, mendapatkan harga wajar. Kalaupun ada produk yang masih kurang sesuai, maka industri harus ikut andil untuk memberi binaan seperti memperbaiki kebun sampai panen agar petani mendapat kepastian harga. “Jangan sampai petani yang menjual tebunya dengan hasil bagus dan tidak bagus, dihargai dihargai sama, ini menjadi tidak adil bagi petani”, tegas Hendratmojo.
Saat ini ada dua pola atau sistim kemitraan yaitu pola beli putus dan pola bagi hasil. “Kemitraan yang akan dilakukan saat ini adalah pola beli putus. Dengan sistim beli putus kita masih memperbaiki tentang transparansi, pembahasan, ketetapan harga dan kompnen apa yang harus dilakukan petani agar harganya bisa bagus. Semua harus didiskusikan antara pabrik gula dan petani agar tidak ada kendala saat aktifitas giling”, ungkapnya.
“Kita juga ingin ketika pabrik konsisten menghasilkan produk gula yang bagus. Karena dari hasil pengamatan yang dilakukan, masih ada pabrik gula yang masih perlu ditingkatkan efisiensinya, pengolahan, gula yang dihasilkan. Kita ingin dari sisi kebun diperbaiki dan meningkatkan produktivitas. Jadi ada sinergi diaspek pengolahannya dan industri pengolahan. Petani menghasilkan bahan baku bagus, dan pabrik hasilkan gula yang bagus”, ucap Hendriatmojo.
Untuk kegiatan rawat ratun dan bongkar ratun, Kementan akan memberikan bantuan pupuk herbisida, dan bantuan loka kerja atau upah kerja. Pemberian loka kerja diberikan untuk melakukan awal kegiatan, untuk menguatkan ekonomi petani yang saat ini masih dirasakan akibat pandemi. “Untuk itu, peran pendamping dan penyuluh sangat diperlukan dalam melakukan budidaya agar disaat tebu tumbuh baik tidak terjadi serangan OPT”, tutupnya.