Tekad yang disampaikan manajemen Holding Perkebunan Nusantara PTPN III (Persero), agaknya patur diapresiasi. Perusahaan pelat merah ini bertekad untuk mewujudkan swasembada gula konsumsi pada 2025 mendatang.
Untuk mewujudkan targetnya tersebut, selain melakukan ekstensifikasi, PTPN Group juga melakukan intensifikasi (meningkatkan produktivitas tebu petani binaannya) serta merevitalisasi segenap pabrik gula (PG) miliknya.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) baru-baru ini menginstruksikan kepada jajaran kementeriannya untuk mempersiapkan pemenuhan kebutuhan gula nasional dalam waktu cepat. Permintaan Kepala Negara tersebut cukup beralasan mengingat gula selama ini merupakan salah satu komoditas pangan yang mempengaruhi inflasi.
Pembaca sekalian yang kami banggakan …
Tekad PTPN Holding untuk mewujudkan swasembada gula konsumsi pada tahun 2025 tersebut, kami kupas dalam Rubrik Liputan Khusus Majalah HORTUS Archipelago Edisi Agustus 2022 ini.
Direktur Utama Holding Perkebunan Nusantara PTPN III (Persero), M Abdul Ghani menyatakan, untuk mencapai swasembada GKP tahun 2025, produksi GKP dalam negeri harus sebesar 3,9 juta ton. PTPN Group melalui PT SGN mendukung penuh upaya pemerintah mewujudkan swasembada gula nasional.
Dukungan tersebut tidak semata berlandaskan perhitungan dan kalkulasi usaha dan aspek komersial. PTPN Group sebagai perusahaan BUMN, memiliki kewajiban moral untuk membangun dan mendukung ketahanan pangan, termasuk ketersediaan pasokan dan stabilitas harga gula konsumsi.
“Melalui PT SGN, PTPN Group akan melakukan transformasi kelas dunia di komoditas tebu dan gula,” ungkap Ghani.
PTPN Group memberikan tanggung jawab dan target operasional kepada PT SGN agar mampu memproduksi gula konsumsi sebanyak 2,6 juta ton per tahun. Serta meningkatkan produktivitas perkebunan tebu dari 67 ton per hektar (ha) menjadi 97 ton per ha. Target ini merupakan target jangka menengah, yang harus terealisasi pada 2030.
Pembaca sekalian yang budiman, khusus untuk Rubrik Laporan Utama, pada edisi kali ini mengangkat tema mengenai “Tak Kunjung Naiknya Harga TBS Petani Sawit”.
Turunnya harga TBS kelapa sawit dan belum pulihnya ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) telah membuat industri dan petani kelapa sawit di Indonesia terpuruk kondisinya saat ini.
Berbagai upaya telah ditempuh pemerintah guna mengangkat harga TBS petani yang sempat anjlok hingga di bawah Rp1.000 per kg. Salah satunya dengan mendorong ekspor CPO dan turunannya, dengan kebijakan meniadakan tarif pungutan ekspor CPO dan turunannya hingga 31 Agustus 2022.
Namun, ironinya kebijakan ini belum mampu mendorong ekspor CPO, serta mengerek harga tandan buah segar (TBS) sawit petani.
Dalam kaca pandang Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo), Gulat Manurung, tingginya pajak yang dikenakan pemerintah terhadap ekspor CPO dan turunannya selama ini dianggap sebagai penyebab rendahnya harga TBS sawit petani.
Total pajak dari program Flush-Out (FO), bea keluar (BK), dan pungutan ekspor (PE) mencapai US$ 688 per ton.
Lain lagi pendapat yang dikemukakan Sekjen Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Eddy Martono. Menurut Eddy, belum lancarnya ekspor minyak sawit mentah dari Indonesia lantaran masih minimnya ketersediaan kapal pengangkut CPO. Eksportir masih menemui kesulitan saat ini untuk mendapatkan kapal yang akan mengangkut barang ekspor mereka.
Di luar kedua rubrik unggulan tersebut, seperti biasa kami juga menyajikan tulisan lain yang tak kalah hangat dan menariknya.
Akhirnya, dari balik meja redaksi, kami ucapkan selamat menikmati sajian kami.
Baca/Download: https://bit.ly/3vAMJ6G