Mekanisasi Pertanian Indonesia Masih Rendah, Ini Penyebabnya

0

Guru Besar IPB University, Bungaran Saragih menyebut, tingkat mekanisasi Indonesia termasuk salah satu yang terendah di dunia.

“Tingkat mekanisasi Indonesia one of the lowest in the world,” kata dia pada Seminar Nasional ‘Pertanian Modern: Meraih Peluang Pasar Mesin Pertanian Indonesia’, yang digelar di The Oakwood Hotel TMII Jakarta, Kamis (7/3).

Salah satu penyebabnya, kata Bungaran, karena Indonesia sebagai negara kepulauan, yang terdiri dari pulau-pulau kecil masih menggunakan alat-alat mesin pertanian dari negara kontinental.

“Sedangkan suplai alat-alat mesin datang dari negara kontinental. Kelihatannya modern, tetapi seperti modern. Kita pakai itu, tetapi kurang fungsional,” kata dia.

Mantan Menteri Pertanian (Mentan) itu mengatakan, Indonesia hingga kini belum mempunyai teknologi untuk memanfaatkan potensi lahan rawa karena terpesona dengan alat-alat mesin dari negara kontinental.

“Kita menjadi konsumen yang kadang-kadang tidak solving our problem Just make looks modern. (Padahal) Mekanisasi harus memecahkan masalah yang dihadapi,” kata dia.

Oleh karena itu, menurut dia, Indonesia perlu meniru Jepang yang membuat atau modifikasi alat-alat mesin yang mereka tiru dari negara Amerika Serikat (AS) dan negara Eropa untuk kepentingan negara mereka.

“Barangkali kita harus meniru Jepang. Jepang juga meniru dari Eropa dan AS, tetapi membuat atau modifikasi alat-alat mesin. Jepang pintar meniru, meniru untuk kepentingan dunia.

Mekanisasi pertanian ke depan pun dinilai sangat penting. Apalagi, tantangan pemenuhan pangan bukan hanya karena perubahan iklim, tetapi juga makin berkurangnya tenaga kerja di sektor pertanian.

Kepala Balai Besar Mekanisasi Pertanian, Kementerian Pertanian (Kementan), Agung Prabowo mengatakan, rerata usia petani yang bergerak di bidang pertanian saat ini di atas 45 tahun.

“Dari hasil deteksi kita, petani yang bergerak di bidang pertanian saat ini usianya 45 tahun ke atas dan diperkirakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2035 to zero SDM pertanian. Sisi lain, kebutuhan pemenuhan pangan sangat tinggi,” kata Agung.

Oleh karena itu, kata Agung, salah satu solusi yang mampu menjawab kebutuhan pangan penduduk yang terus bertambah adalah implementasi mekansisasi pertanian secara masif.

“Kenapa harus beralih ke modern? Banyak keuntungan, yaitu mampu menurunkan tenaga kerja 69 persen, biaya produksi 31 persen, mengurangi susut hasil 68 persen, mampu meningkatkan produktivitas 10 persen, dan profit 20 persen,” jelas Agung.

Agung mengatakan, saat ini pemerintah gencar melakukan mekanisasi untuk memenuhi kebutuhan pangan. Akan tetapi, penggunaannya belum precise alias tepat jumlah dan lokasi.

“Contoh mekanisasi di irigasi, pompo, apakah betul padi itu memang sebanyak itu airnya, sebetulnya tidak tergenang. Sebetulnya padi itu bukan tanaman tergenam kalau dilihat dari sejarahnya,” kata dia.

Begitupun rekomendasi penggunaan pupuk, Nitrogen (UREA), Phospor (SP36), dan Kalium (KCL) tidak bisa disamakan dengan kebutuhan yang ada di Riau, Papua, Jawa, Nusa Tenggara Timur, dan Sumatera, daerah lainnya.

“Bisa saja di suatu daerah kebutuhan nitrogennya 200 kg per hehktare, bisa aja kurang kurang dari 200 kg per hektare kalau diidentifikasi secara tepat. Itu yang nanti disebut sebagai precision farming, pengumpulan data dulu baru operasional,” kata dia.

Lebih lanjut Agung menyebutkan, dalam pengembangan mekanisasi pertanian ada dua strategi. Pertama, selektif terhadap wilayah yang dikembangkan.

“Jadi, setiap wilayah harus dilihat kesiapannya terhadap penerimaan alsintan, baik teknis, sosial dan ekonomi,” kata Agung.

Kedua, lanjut Agung, selektif terhadap teknologi. Baik teknologi sederhan, madya dan mutakhir.

Agung juga mengatakan, pihaknya telah melakukan identifikasi terhadap alat mesin pertanian yang sesuai dengan lokasi, pelatihan penggunaan, dan perawatan alat mesin pertanian untuk mendukung mekanisasi pertanian.

“Semuanya kita diberikan pendampingan agar program bantuan alsintan dari pemerintah sustainable. Pada akhirnya nanti dapat meningkatkan produktivitas tanaman dan efisiensi tenaga kerja,” kata Agung.

Hasil perhitungan BSIP Mekanisasi Pertanian kebutuhan alsintan pada 2025 cukup besar. Untuk traktor roda dua sebanyak 419.704 unit, traktor roda tiga sebanyak 8.744 unit, combine harvester 23.075 unit, dan pompa sebanyak 466.338 unit.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini