Menyoal Kerugian Lingkungan Akibat Kerusakan Hutan

0

Kolom Prof Dr Sudarsono Soedomo
Guru Besar Kebijakan Kehutanan, IPB University

Sejak diterbitkannya paper yang ditulis oleh Costanza et al (1994) tentang nilai jasa ekosistem, perhatian para ahli terhadap jasa ekosistem bagi kesejahteraan manusia terus meningkat.

Hutan merupakan ekosistem yang menghasilkan berbagai jasa (termasuk barang) yang dibutuhkan oleh manusia, yang banyak di antaranya tidak memiliki pasar. Valuasi jasa ekosistem adalah proses mengkonversi kuantitas jasa ekosistem tersebut menjadi nilai moneter.

Tulisan ini akan mengulas praktek valuasi jasa ekosistem yang digunakan dalam menghitung kerugian lingkungan akibat kerusakan hutan di Indonesia. Hutan menghasilkan jasa ekosistem yang terbagi dalam 4 kelompok, yaitu jasa pendukung, jasa penyediaan, jasa pengaturan, dan jasa kultural.

Untuk menghindari terjadinya penghitungan ganda, maka jasa pendukung umumnya tidak diperhitungkan sebagai jasa yang dinikmati oleh manusia. Jasa pembentukan tanah, misalnya, tidak diperhitungkan sebagai jasa yang dimanfaatkan oleh manusia karena jasa pembentukan tanah akan tertangkap di jasa lain, seperti penyediaan pangan atau serat.
Ada beberapa metoda pendugaan nilai suatu jasa lingkungan, yang secara garis besar dikelompokkan menjadi metoda berbasis pasar dan metoda yang tidak berbasis pasar. Metoda harga pasar, biaya perjalanan, dan biaya penggantian merupakan contoh metoda yang berbasis pasar.

Sementara, metoda yang tidak berbasis pasar yang paling banyak digunakan adalah contingent valuation method, yakni dengan menanyakan langsung kepada pemanfaat dari jasa ekosistem.

Perubahan hutan akan mengubah nilai jasa ekosistem tersebut; bila nilai total jasa ekosistem setelah ada perubahan lebih kecil dari nilai total jasa
ekosistem sebelum ada perubahan maka selisihnya merupakan kerugian lingkungan. Di Indonesia, perhitungan kerusakan lingkungan yang dilakukan oleh pemerintah umumnya berpedoman
pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 7 tahun 2014 tentang Kerugian Lingkungan Hidup Akibat Pencemaran dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup.

Di dalam Permen 7 tahun 2014 tersebut diberikan beberapa contoh menghitung kerugian lingkungan, salah satu di antaranya adalah kerugian lingkungan akibat kerusakan hutan dengan menggunakan angka-angka.

Setelah mengamati beberapa kasus perhitungan kerugian lingkungan akibat kerusakan hutan ditemukanlah kejanggalan. Nilai kerugian lingkungan per hektar adalah sama, terlepas dari lokasi dan keadaan awal hutannya. Tentu saja hal ini janggal.

Setelah dicermati lebih lanjut, ternyata angka-angka yang digunakan sebagai contoh perhitungan dalam Permen 7 tahun 2014 digunakan begitu saja dalam perhitungan kerugian lingkungan di dunia nyata. Ini suatu pendekatan perhitungan kerugian lingkungan yang sederhana dan
sekaligus salah.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini