Rendahnya harga karet saat ini menjadi momentum yang tepat untuk melakukan peremajaan komoditas perkebunan yang di Indonesia mayoritas dimiliki petani ini. Apalagi, kebanyakan tanaman sudah tidak produktif dengan usia lebih dari 25 tahun, dan produktivitas rendah.
Dengan peremajaan diharapkan menjadi solusi dalam meningkatkan produktivitas tanaman serta mengatasi hama penyakit yang sering menyerang tanaman karet.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution menyatakan peremajaan karet rakyat perlu segera dilakukan. Sebab, sebagian tanaman sudah tidak produktif dengan usia lebih dari 25 tahun, produktivitas rendah, dan dalam kondisi tanaman yang rusak.
Pemerintah berkomitmen mendongkrak harga karet di tingkat petani, salah satunya melalui peremajaan perkebunan. Menurut Darmin, luas perkebunan karet di Indonesia pada 2017 mencapai 3,66 juta hektar dengan kemampuan produksi sebesar 3,68 juta ton dan produktivitas 1,19 ton/hektar.
Karet merupakan salah satu andalan ekspor yang berkontribusi besar terhadap devisa negara. Volume ekspor mencapai 2,99 juta ton dengan nilai US$ 5,10 milar.
Hingga saat ini, perkebunan karet Indonesia 85% di antaranya didominasi oleh perkebunan rakyat. Adapun luas perkebunan karet rakyat yang berpotensi diremajakan saat ini mencapai 700 ribu hektar.
“Peremajaan tersebut merupakan salah satu strategi jangka panjang untuk menjaga produktivitas dan stabilitas harga karet. Ini juga merupakan tindak lanjut kesepakatan tiga negara International Tripartite Rubber Council/ITRC,” ujar Darmin, baru-baru ini, di Jakarta.
Ke depan, model peremajaan karet, lanjut dia, akan diarahkan melalui pola integrasi dengan tanaman lain, seperti kopi, kakao, cabai dan sebagainya yang disesuaikan dengan keunggulan lokal masing-masing wilayah. Dengan demikian dalam satu hektar lahan, 60% di antaranya akan diisi oleh tanaman karet dan 40% tanaman lainnya.
“Skema peremajaan, 60% lahan dialokasikan untuk tanaman karet dan 40% sisanya untuk tanaman lain seperti kopi, cokelat, atau hortikultura. Alasannya, benih berkualitas bisa menghasilkan produksi lebih banyak tiga kali lipat daripada hasil karet yang belum mengalami peremajaan,” papar dia.
Darmin juga berharap langkah Indonesia melakukan peremajaan tanaman karet juga dilakukan oleh Thailand dan Malaysia sesama anggota International Tripartite Rubber Council (ITRC).
Namun, diakui rencana ini bukan hal mudah. Sebab, dibutuhkan kerja sama dengan negara tetangga sesama produsen karet seperti Thailand, Malaysia, dan Vietnam perlu juga melakukan peremajaan.
Peremajaan juga diperlukan untuk mengembalikan keseimbangan harga karena seimbangnya permintaan dan pasokan.
“Kunci ini adalah berbicara dengan Vietnam, Thailand, dan Malaysia bagaimana kalau kita sama-sama mengurangi produksi dengan cara melakukan peremajaan. Untuk Vietnam itu tidak mudah karena dia masih muda. Yang utama itu di Malaysia dan Indonesia dulu,” tukasnya.
Menko Darmin meminta asosiasi untuk bekerja sama dengan pemerintah membantu meyakinkan Malaysia agar mau melakukan peremajaan. Apabila berhasil, Indonesia akan mengambil banyak keuntungan dalam jangka waktu cukup panjang usai melakukan peremajaan.
“Kita merupakan produsen karet terbesar sekarang ini. Usia tanam kita paling tua di antara negara lain. Karena paling tua sehingga paling mendapat keuntungan untuk dilakukan replantasi. Ketiga karena paling tua maka varietasnya lebih baik, sehingga produksinya juga lebih baik,” jelasnya.
Dirjen Perkebunan Kementan, Kasdi Subagyono mengungkapkan, agar efektif replanting ditargetkan seluas 50 ribu ha/tahun, dari potensi seluas 700 ribu ha. Sesuai rencana.
“Dalam kesepakatan dengan negara produsen karet (Malaysia dan Thailand) secara jangka panjang juga diatur tentang replanting. Thailand akan melakukan replanting seluas 65 ribu ha/tahun, Malaysia seluas 25 ribu ha/tahun dan Indonesia punya potensi 700 ribu ha tanaman karet yang saat ini umurnya sudah 20-25 tahun. Dari potensi tanaman karet yang sudah tua itu, akan kami remajakan 50 ribu ha/tahun,” paparnya.
Proses replanting ini akan melibatkan sejumlah pihak, di antaranya industri pengolahan kayu. Hal ini dimaksudkan, ketika petani menebang pohon karet yang sudah tua, maka pohon tersebut dapat dimanfaatkan oleh industri pengolah kayu. “Selanjutnya, petani mulai menanam bibit karet di lahannya,” ujarnya.
Kasdi juga menjelaskan, pada saat peremajaan, Ditjenbun akan mengarahkan petani untuk tanam karet sebanyak 60 persen dari luas lahan. Sedangkan sisanya bisa ditanami kopi, sayuran, jagung, dan tanaman bernilai ekonomi lainnya.
“Adanya tanaman lain ini, kami maksudkan ketika menunggu tanaman karet berproduksi (3,5-4) tahun, petani sudah mendapatkan hasil dari tanaman lain yang ditanam di kebunnya,” jelas Kasdi.
Dia juga menjelaskan, replanting sudah berjalan sejak empat tahun lalu. Diharapkan, replanting kebun karet petani pada tahun ini bisa berjalan sesuai dengan yang direncanakan. “Karena replanting terhadap tanaman karet yang sudah tua sangat penting untuk peningkatan produksi dan produktivitas petani karet,” papar Kasdi. ***SH, AP, TOS