Pemerintah Perlu Waspada terhadap Kampanye Anti Sawit di India dan Pakistan

0
Buruh sawit. (Foto: Ist)

Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) mengungkapkan kekhawatiran terhadap diskriminasi yang terus meningkat terhadap minyak sawit, terutama di kalangan generasi muda di India dan Pakistan.

Demikian disampaikan Ketua Kompartemen Media Relation GAPKI, Fenny Sofyan, pada acara ‘Menjaga Keberlanjutan Industri Sawit Dalam Pemerintahan Baru’ yang digelar Forum Wartawan Pertanian (FORWATAN) di Jakarta, Kamis lalu.

“Kalau dulu bisa dibilang Eropa itu yang rewel gitu ya, karena banyak banget trend barrier-trend barrier. Jangan salah, sekarang India dan Pakistan yang sangat bergantung kepada sawit, anak-anak mudanya mulai anti-sawit,” ujar Fenny.

Menurut Fenny, kampanye negatif mengenai minyak sawit di kedua negara tersebut, yang merupakan importir terbesar minyak sawit Indonesia, semakin gencar.

“Tapi tren bahwa tidak mau menggunakan minyak sawit karena bukan green minyak nabati yang indah, yang sustainable itu sudah mulai ke anak-anak muda di India dan Pakistan,” kata Fenny.

Selain itu, sambung Fenny, harga minyak sawit yang lebih mahal dibandingkan minyak nabati lainnya turut menjadi alasan penolakan ini.

“Jadi di sana anak-anak mudanya mulai anti-sawit. Kenapa? Karena kampanye yang besar dan di beberapa supermarket di India dan Pakistan, itu kok lebih mahal sawitnya dibanding minyak nabati lain. Tapi mungkin karena supply and demand ya,” sambung Fenny.

Fenny menegaskan pentingnya peran media sebagai agen perubahan dalam mengatasi masalah ini.

“Jadi, kita harus sama-sama, terutama dari teman-teman media juga sebagai agen perubahan, yang punya akses ke internasional, ke nasional. Nanti kapan-kapan juga atau di sosial medianya mulai menyuarakan kampanye positif, pakai bahasa Inggris mungkin ya, biar orang India dan Pakistan juga bisa lihat,” kata dia.

Lebih lanjut, Fenny mengungkapkan bahwa akun-akun media sosial yang menyuarakan kampanye positif terhadap minyak sawit seringkali berasal dari IP address Malaysia. Hal ini menunjukkan bahwa negara tetangga tersebut lebih aktif dalam kampanye positif minyak sawit dibandingkan Indonesia.

“Saya berharap pemerintah dan segmen-segmen terkait di Indonesia lebih gencar dalam menyuarakan informasi yang akurat dan positif mengenai minyak sawit,” tambah dia.

Fenny juga menyoroti adanya doktrinasi negatif mengenai minyak sawit dalam sistem pendidikan. Dia mencontohkan materi pelajaran yang mengaitkan deforestasi dengan penggunaan minyak sawit, yang dianggap bisa merusak persepsi anak-anak muda sejak dini.

“Jadi ini doktrinisasi menurut saya, doktrinisasi yang kemudian harus segera dievaluasi dan ditanggulangi bahwa anak-anak kita jangan sampai di mindsetnya tumbuh dengan pemahaman sawit itu jelek,” kata Fenny.

Dia menekankan pentingnya upaya bersama untuk meluruskan pandangan ini dan memastikan bahwa generasi muda tidak tumbuh dengan pemahaman yang salah mengenai minyak sawit.

“Semua pihak, termasuk pemerintah, media, dan masyarakat, perlu bekerja sama dalam meningkatkan citra positif minyak sawit di mata dunia,” tutup Fenny.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini