Pemerintah melalui Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati telah menetapkan dana pinjaman sebesar Rp 28,7 triliun untuk BUMN Pangan, Perum Bulog dan ID Food dalam rangka Penguatan Cadangan Pangan Pemerintah (CPP) tahun 2024.
Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas), Arief Prasetyo Adi mengatakan, CPP tahun 2024 segera dilaksanakan pemerintah bersama BUMN bidang pangan. Dengan adanya stok CPP yang kuat dan secured, tantangan pangan di tahun ini optimis dapat teratasi.
“Tahun 2024 ini adalah tahun optimis. Kita sambut dengan optimis. Untuk ketersediaan pangan tahun ini, kita optimis dapat semakin baik. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah menetapkan plafon pinjaman yang dapat diberikan subsidi bunga, berupa pinjaman mencapai Rp 28,7 triliun dalam rangka CPP dan dari itu diberikan subsidi bunga,” ujarnya.
Kemenkeu melalui warkatnya telah mengatur besaran subsidi bunga dalam rangka penyelenggaraan CPP. Subsidi bunga ini diberikan kepada Perum Bulog dan ID FOOD sebagai BUMN pangan yang ditugaskan oleh Bapanas dalam memperkuat stok CPP.
“Sesuai arahan Bapak Presiden Joko Widodo, agar BUMN pangan itu dapat berperan sebagai standby buyer dan offtaker terhadap produksi nasional. Jadi, Perum Bulog dan ID FOOD diberikan subsidi bunga dan penjaminan pinjaman dalam penguatan CPP tahun ini,” sambungnya.
Kisaran besaran subsidi bunga pinjaman yang ditetapkan antara 3 sampai 4,5 persen. Ini diperuntukan kepada Perum Bulog dan ID FOOD melalui dua skema yakni skema dengan penjaminan dari pemerintah dan skema tanpa penjaminan.
“BUMN pangan dapat menjalin kerja sama dengan HIMBARA (Himpunan Bank Milik Negara), ASBANDA (Asosiasi Bank Pembangunan Daerah), dan juga bank swasta. Nantinya subsidi bunga pinjaman tersebut diterapkan baik melalui skema penjaminan dari pemerintah atau tanpa penjaminan,” kata Arief.
Dengan adanya kebijakan pembiayaan seperti ini kepada BUMN pangan, kata Arief, pemerintah ingin agar sedulur petani bisa tenang dan fokus untuk meningkatkan produksi dalam negeri, karena nanti hasilnya akan diserap dengan harga yang baik.
Terdapat 13 jenis komoditas pangan yang dikelola sebagai CPP sesuai dengan amanat Peraturan Presiden (Perpres) 125 Tahun 2022 tentang Penyelenggaraan CPP. Ketiga belas jenis komoditas dimaksud antara lain beras, jagung, kedelai, daging sapi, daging kerbau, daging ayam, telur ayam, gula konsumsi, minyak goreng, bawang merah, bawang putih, cabai, dan ikan kembung.
“Dalam pengadaan CPP tahun 2024 kami tekankan bahwa nomor satu itu harus mengutamakan produksi dari dalam negeri, sehingga hasil panen sedulur petani dapat terserap dengan baik. Kami mendukung sepenuhnya kementerian teknis untuk meningkatkan produksi pangan agar target pengadaan CPP tahun ini dapat kita penuhi,” ujar Arief.
Arief mengatakan, penentuan jumlah CPP untuk tahun 2024 telah melalui berbagai diskusi dan pembahasan yang komprehensif dengan kementerian dan lembaga terkait, termasuk mempertimbangkan berbagai aspek sesuai dengan kebutuhan pemerintah.
Besaran CPP di tahun 2024 pun telah ditetapkan melalui Keputusan Kepala Badan Pangan Nasional (Kepbadan) Nomor 379.1/TS.03.03/K/11/2023 tanggal 20 November 2023 tentang Jumlah, Standar Mutu, dan Harga Pembelian Pemerintah dalam rangka penyelenggaraan CPP tahun 2024.
Dalam Kepbadan turut diatur terkait standar mutu CPP yang harus memenuhi standar mutu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Begitu pula dengan harga pembelian CPP, mengacu pada harga acuan pembelian atau harga pembelian pemerintah yang telah ditetapkan.
Lebih lanjut Bapanas menugaskan Perum Bulog dengan menekankan agar terus mengutamakan pengadaan dari dalam negeri untuk CPP. Adapun dalam hal pengadaan dalam negeri tidak mencukupi, pengadaan CPP dari luar negeri dapat dilakukan namun harus tetap tetap menjaga kepentingan produsen dan konsumen dalam negeri. Untuk penugasan penyelenggaraan CPP kepada ID FOOD dilakukan Kepala Bapanas melalui Menteri BUMN.
Terkait penyaluran stok CPP dapat dilakukan oleh BUMN pangan melalui operasi pasar umum, operasi pasar khusus, dan bantuan pangan pada sasaran tertentu yang menggunakan APBN. Selain itu, penjualan juga dapat dilaksanakan melalui mekanisme komersial pada pasar umum dengan mengacu pada harga acuan, harga eceran tertinggi, atau di bawah harga rata-rata di pasar.