Perkuat Peran Penyuluh, Organisasi Petani Desak Amandemen UU Otonomi Daerah

0
Panen padi. (dok: Kementan)

Organisasi Petani mendesak untuk melakukan amandemen terhadap Undang-Undang (UU) Otonomi Daerah, mengingat pentingnya peran penyuluh pertanian dalam mendukung pembangunan sektor ini.

Mereka mengkritisi bahwa dengan adanya UU Otonomi Daerah, koordinasi dan dukungan dari pemerintah pusat kepada penyuluh menjadi terbatas. Hal ini berpotensi menghambat program-program penyuluhan yang krusial bagi pertanian.

Menurut Sekjen HKTI, Sadar Subagyo, amandemen UU Otonomi Daerah diperlukan untuk mengembalikan kekuatan peran penyuluh sesuai dengan UU Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan.

“Sebenarnya penyuluhan sudah ada UU-nya, tapi teramputasi dengan UU Otonomi Daerah. Jadi, untuk mengembalikan peran penyuluh pertanian sesuai UU Nomor 16 Tahun 2006, paling gampamng adalah amandemen UU Otonomi Daerah,” tegas Sadar.

Salah satu usulan amandemen adalah membuat urusan pertanian menjadi urusan wajib bagi pemerintah daerah, untuk memastikan bahwa dukungan terhadap pertanian tidak terpinggirkan.

“Menteri Dalam Negeri sudah mendukung untuk menjadikan pertanian menjadi urusan wajib Pemerintah Daerah,” kata Sadar.

Sadar menegaskan, program pertanian tidak akan berjalan tanpa penyuluh, sedangkan penyuluhan tidak akan jalan, jika UU otonomi Daerah tidak diamandemen.

Sementara itu, Ketua Umum Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA), Yadi Sofyan Noor juga menegaskan sebaiknya penyuluh pertanian ASN dan P3K ditarik ke pusat.

“Kalau bicara penyuluhan namun tidak satu komando, maka petani akan melangkah tanpa penyulu. Padahal, swasembada dahulu itu terjadi ketika petani dan penyuluh bergabung menjadi satu,” kata dia.

KTNA mengungkapkan keprihatinan terhadap struktur penyuluhan pertanian di Indonesia yang dinilai belum optimal dan berpotensi pada dampak yang tidak baik pada sektor pertanian nasional. Meskipun penyuluh pertanian terbukti bekerja di lapangan, tapi struktur wadah mereka tersebar secara tidak merata di berbagai daerah.

“Saat ini, posisi penyuluh tersebar di berbagai bagian instansi, tanpa konsistensi yang jelas dalam pengelolaan dan koordinasi,” ujar Yadi.

Dengan kondisi yang saat ini menghambat efektivitas penyuluhan dalam mendukung petani di lapangan, Yadi menilai perlunya perubahan dalam pengelolaan penyuluhan. Dirinya menyarankan agar ketenagaan penyuluh pertanian dikembalikan ke pusat.

Dengan berbagai tantangan yang dihadapi, KTNA menyerukan agar pemerintah mengambil langkah tegas untuk merancang struktur penyuluhan yang lebih terpadu. Apalagi penyuluh merupakan bagian penting dalam mendampingi petani untuk mewujudkan swasembada pangan.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini