NUSA DUA – Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani mengapresiasi kontribusi industri minyak sawit terhadap perekonomian nasional.
Karena itu, perumusan kebijakan industri minyak sawit harus dilakukan dengan hati-hati.
“Belajar dari gejolak harga dan suplai minyak goreng awal tahun ini, jangan sampai pada akhirnya yang mendapatkan keuntungan adalah negara lain karena ketika harga sawit tinggi kita justru stop ekspor,” kata Sukamdani dalam jumpa pers di sela acara Indonesian Palm Oil Conference (IPOC) di Nusa Dua Bali, (3 November 2022).
Sukamdani berharap pemerintah bisa lebih berhati-hati dalam membuat kebijakan terkait industri sawit. Karena sebagai komoditas perdagangan global,
fluktuasi harga CPO (crude palm oil/ minyak sawit mentah) sepenuhnya ditentukan oleh permintaan dan penawaran di pasar.
“Idealnya sebuah kebijakan jangan sampai mendistorsi pasar. Kita belajar dari apa yang terjadi dengan dinamika minyak goreng lalu,” kata Sukamdani yang didampingi Ketua Bidang Fiskal GAPKI (Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia) Bambang Aria Wisena dan Chairperson IPOC Mona Surya.
Kata Sukamdani, Apindo berharap dukungan negara dan pemerintah kepada industri sawit harus konsisten.
“Ke depan, saya berharap GAPKI bisa bersuara lebih keras jika ada kebijakan pemerintah yang kontraproduktif terhadap industri sawit,” kata Sukamdani.
Terkait analisis akan terjadinya resesi tahun depan, Sukamdani optimistis industri sawit tidak akan terkena dampak.
“Komoditas minyak sawit ini kebal krisis. Tidak mungkin kita bisa dapat devisa USD 35 miliar jika tidak ada ekspor minyak sawit,” kata Sukamdani.
Pada kesempatan yang sama, Bambang Aria Wisena mendukung pernyataan Apindo. Yang dibutuhkan oleh industri sawit adalah kebijakan yang mendukung keberlanjutan industri yang tulang punggung perekonomian nasional ini.
“Hingga beberapa dekade mendatang, ekonomi Indonesia ada pada sektor minyak sawit,” kata Bambang yang meraih gelar doktor ekonomi dari IPB University ini.(*)