Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo), Gulat Manurung mengatakan, perlu badan khusus untuk memperbaiki tata kelola sawit di Indonesia.
Menurut Gulat, permasalahan yang ada di industri sawit adalah banyaknya pihak yang turut campur. Dia mencatat, tidak kurang dari 37 kementerian dan lembaga yang ikut terlibat di dalam sektor ini.
“Jadi kita lihat permasalahan, ternyata ada 37 kementerian dan lembaga yang mencampuri sawit. Untuk itu, kita usul pembentukan badan sawit,” kata dia pada diskusi ‘Strategi Meningkatkan Daya Saing Kelapa Sawit Indonesia Melalui Hilirisasi’, Kamis (6/6).
Adanya badan sawit nasional diklaim bakal bisa menghilangkan tumpang tindih regulasi yang kerap terjadi antara kementerian dan lembaga. Birokrasi sepanjang itu membuat geliat sawit berpotensi tidak bisa sekencang dibanding jika ditangani badan khusus.
Sebagai salah satu contah program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) perlu melewati banyak peraturan, seperti dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), dan seterusnya.
Akibatnya, realisasi program peremajaan sawit rakyat hanya mencapai 30 persen dari target 180 ribu hektare per tahunnya. Padahal, pemerintah menargetkan peremajaan kebun sawit milik petani seluas 540.000 hektare hingga tahun 2024.
“Setiap tahun disiapkan Rp 4,9 triliun untuk replanting dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Berapa yang dipakai petani? Rp 16 miliar karena banyak peraturan,” terang Gulat.
Oleh karena itu, Gulat berharap, pemerintahan Prabowo Subianto, presiden terpilih, dapat mengatasi sederet persoalan sawit nasional ini.
“Siapa pun pejabat negara, hanya satu permasalahan, bentuk badan sawit Indonesia. Kalau tidak, kementerian semua cawe-cawe karena duitnya banyak. ESDM ikut, KLHK ikut,” imbuh Gulat.