Mantan Menteri Pertanian (Mentan), Anton Apriyantono mengatakan, produktivitas kopi nasional masih perlu ditingkatkan.
Anton mengatakan, saat ini petani sedang menikmati harga kopi yang sedang naik. Akan tetapi, dia mengingatkan, kenaikan tersebut karena kurangnya suplai produksi akibat perubahan iklim.
“Dan itu terjadi di semua negara, tidak hanya di Indonesia. Indonesia juga kalau dilihat saya belum lihat angka statistiknya, tapi memang ada penurunan produksi karena masalah musim,” kata Anton saat dihubungi Majalah Hortus, Jakarta, Selasa (12/3).
Selain iklim, sambung mantan Ketua Dewan Kopi Indonesia (Dekopi), produktivitas kopi nasional masih rendah, yaitu di bawah 1 ton per hektare dari potensi yang ada untuk ditingkatkan.
“Produktivitas kita ini kan mohon maaf masih di bawah 1 juta ton hektare rata-rata nasional. Nah, ini menjadi satu tantangan bagaimana kita meningkatkan produksi,” kata Anton.
Selain itu, lanjut Anton, di antara juga penyebab produktivitas masih rendah karena kopi yang ditanam saat ini kebanyakan di daerah hutan.
“Daerah hutan ini kan sulit untuk meningkatkan produktivitasnya, tidak semudah dengan kopi-kopi yang ada di perkebunan atau memang lahan-lahan khusus untuk penanaman kopi,” kata Anton.
Sebab, kata Anton, kopi yang ditanam di perkebunan khusus produktivitasnya bisa mencapai 1 hingga 2 ton per hektare, bahkan dengan pendekatan teknologi bisa mencapai 4 ton per hektare.
“Jadi, harus ada upaya-upaya peningkatan produktivitas ini, paling tidak di kebun-kebun yang lebih terkontrol. Karena ini juga berkaitan dengan pendapatan petani,” kata Anton.
Oleh karena itu, Anton berharap, pada momen Hari Kopi Nasional, ada upaya-upaya serius pemerintah dalam hal ini Kementerian Pertanian (Kementan) untuk meningkatkan produktivitas dengan menyediakan bibit unggul.
“Bibit unggul ini kebun bibitnya harus tersebar di seluruh Indonesia untuk memudahkan transportasi dan juga akses,” kata Anton.
Dia juga mendorong pemerintah untuk menyediakan pupuk yang sesuai. “(Juga) penyediaan air. Secara umum samalah tanaman-tanaman perkebunan lain kebutuhannya,” kata Anton.
Dia juga mendorong penggunaan teknologi untuk mendongkrak produktivitas kopi. Sebab, kata dia, salah satu rahasia Vietnam mampu meningkatkan produktivitasnya karena penggunaan mekansisasi.
“Di Vietnam bisa meningkatkan produktivitas, ya, di antaranya karena penggunaan mekansisasi. Kalau di kita kan masih manual, masih konservatif,” ucap Anton.
Adapun yang tidak kalah pentingnya, kata Anton, adalah pendampingan kepada petani kopi untuk meningkatkan produktivitasnya.
“Pendampingan ini kan sebetulnya bisa dibiayai oleh pemerintah pendamping-pendamping petani kopi untuk meningkatkan produktivitasnya, untuk mengamankan hasilnya, untuk meningkatkan nilai tambahnya,” kata dia.
“Pendamping-pendamping ini akan sangat membantu termasuk juga mendampingi petani untu mengakses pembiayaan Kredie Usaha Rakyat (KUR), kredit dari bank, atau sumber pembiayaan yang lain,” sambung dia.
Anton optimistis produktivitas kopi masih mampu ditingkatkan hingga dua kali lipat dengan luasan perkebunan kopi nasional yang mencapai 1,29 juta hektare, berdasarkan data pada 2022.
“Nah kalau yang ada ini saja kemudian kita tingkatkan produktivitas dua kali lipat dari sekarang sudah bermakna sekali belum lagi kita punya perhutanan sosial itu juga bisa menambah perkebunan kopi kalau ditata dengan lebih baik,” kata dia.
Kedua, lanjut dia, kopi Indonesia masih sangat disukai pasar dunia. “Kita punya kopi Arabika yang bervariasi flavour-nya. Robusta kita pun juga enak, tidak semua Robusta Vietnam. Banyak Robusta kita yang kategori Fine Robusta,” imbuh dia.