Kebakaran lahan menjadi masalah rutin setiap tahun, terutama di Sumatera dan Kalimantan. Tahun ini, titik api datang lebih cepat dibanding sebelumnya. Puncak musim kemarau tahun ini yang juga diwarnai dengan fenomena El Nino ini akan jatuh pada Agustus hingga Oktober 2019.
Bahkan, sebanyak lima provinsi di Indonesia dilaporkan telah menetapkan status siaga darurat kebakaran hutan dan lahan (karhutla) pada musim kemarau tahun ini. Penetapan status siaga darurat tersebut dilakukan di provinsi dengan potensi kekeringan tinggi akibat fenomena cuaca El Nino.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen TNI Doni Monardo mengatakan, meskipun tidak akan separah 2015 lalu, dampak dari fenomena El Nino kali ini masih perlu diwaspadai di provinsi-provinsi yang rawan.
Provinsi yang telah menetapkan status siaga darurat karhutla adalah Sumatera Selatan, Riau, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, serta Kalimantan Selatan. Oleh karena itu, kata Doni, tim gabungan yang terdiri dari TNI, Polri, komunitas pecinta alam, dan instansi lainnya mulai melakukan tindakan pencegahan karhutla.
“Berdasarkan data BMKG, mulai Juli sudah masuk musim kemarau. Puncak musim kemarau diprediksi Agustus hingga Oktober. Karena itu kita lebih awal menyiapkan diri untuk pencegahan,” kata Doni menekankan, saat Apel Gerakan Pencegahan Kebakaran Hutan dan Lahan 2019 di Griya Agung Palembang, Sumatera Selatan, baru-baru ini.
Menurut Doni, BNPB akan memaksimalkan upaya pencegahann karena upaya pemadaman tidak akan terlalu berarti apabila kebakaran sudah meluas. Apalagi, di lokasi lahan gambut yang tidak bisa dijangkau melalui jalur darat.
Sementera untuk mengatasi karhutla di Sumsel, BNPB mengirimkan bantuan berupa empat helikopter pelempar bom air.
“Kalau pencegahannya maksimal, maka tidak perlu lagi kesulitan untuk pemadaman. Pada 2015 lalu total titik api 27 ribu. Sedangkan tahun 2019 hanya 2 ribu, artinya terjadi penurunan yang signifikan. Karena itu kita harap tahun ini kondisi kekeringan dan kebakaran hutan dapat diantisipasi,” kata Doni.
Pati TNI-AD bintang tiga ini juga memaparkan, bahwa dirinya sudah berkunjung ke 5 daerah yang menjadi sumber kebakaran di Indonesia. Ketika, berdialog dengan banyak masyarakat dan juga kepala desa, kesimpulannya, adalah 99 persen kebakaran diakibatkan oleh perbuatan manusia, hanya 1 persen karena alam.
Kebakaran yang terjadi akibat perbuatan manusia terbagi menjadi dua. Ada yang disengaja dan ada yang tidak disengaja. “Yang tidak disengaja jumlahnya pun tidak terlalu banyak. Biasanya, karena membuang puntung rokok sembarangan. Kemudian, membakar sampah yang tidak dipadamkan sampai tuntas,” paparnya.
Yang disengaja itu pun dibagi dua, karena kesadaran sendiri ingin membuka ladang setiap tahunnya sebuah tradisi. Kata dia, ada lagi karena dibayar. Ternyata, persentase yang paling besar adalah membakar lahan karena dibayar.
Doni juga mengungkapkan, kerugian negara akibat terjadinya kebakaran hutan dan lahan sangat besar. Dia pun membandingkan dengan kerugian ekonomi yang terjadi di Aceh Darussalam saat terjadi bencana tsunami tahun 2004
“Tahun 2015 kita mengalami kerugian yang luar biasa. Akibat kebakaran hutan dan lahan, negara telah kehilangan dan menimbulkan kerugian sebesar 16,1 miliar dolar AS setara dengan Rp 2,21 triliun,” ungkapnya.
Kalau dibandingkan kerugian ekonomi akibat tsunami di Aceh pada tahun 2004 itu, mencapai 7 miliar dolar AS. Berarti, akibat kebakaran lahan dan gambut mengakibatkan kerugian yang luar biasa besar.
Gubernur Sumatera Selatan (Sumsel), Herman Deru menambahkan, Pemprov Sumsel tengah berkoordinasi dengan kepala daerah untuk mengerahkan pasukan memaksimalkan pencegahan karhutla. Pihaknya pun memastikan tidak akan mengendorkan upaya hukum terhadap pelaku karhutla.
Herman minta masyarakat di wilayah Sumsel untuk selalu waspada terhadap ancaman kebakaran hutan dan lahan (karhutla), mengingat sejumlah daerah di Indonesua mulai memasuki musim kemarau. Sumsel termasuk salah satu wilayah yang kerap dilanda karhutla.
“Masyarakat Sumatera Selatan diminta mewaspadai dampak musim kemarau yang kini tengah melanda sejumlah daerah di negara kita,” kata dia.
Menurut Herman, informasi dari BMKG menyebutkan, Sumsel telah memasuki musim kemarau. Perilaku masyarakat yang tidak teratur dan terkesan mengabaikan hal-hal yang kecil dan sepele kerap kali memicu terjadinya bencana kebakaran. Salah satunya yakni kebiasaan membuang puntung rokok secara sembarangan.
“Saya minta berhati-hati saat membuang puntung rokok. Buang pada tempatnya dan pastikan apinya sudah mati. Karena dari perbuatan kecil seperti ini bisa menyebabkan kebakaran baik semak belukar maupun pemukiman warga,” pinta dia.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumsel, Iriansyah mengatakan, pihaknya telah melaksanakan rapat koordinasi untuk mengantisipasi musim kemarau dan pencegahan karhutla. Rapat tersebut membahas kesiapan setiap instansi terkait dalam pencegahan karhutla, termasuk sosialisasi kepada seluruh masyarakat supaya berhati-hati terhadap dampak musim kemarau yang bisa berakibat kebakaran hutan dan lahan serta perkampungan penduduk.
Sebanyak 11 provinsi diminta tetapkan siaga darurat kebakaran hutan oleh Kementerian Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam). 11 provinsi itu rawan kebakaran hutan dan lahan. ***