Pandemi Covid 19 tidak menyurutkan Wilmar Group dalam mendampingi petani kelapa sawit dan juga planters (pekebun), yang merupakan lini terdepan usaha perkebunan.
Langkah itu dilakukan demi mengawal target produksi tandan buah segar (TBS) kelapa sawit tahun ini. Pendampingan agronomi (lingkungan) secara virtual (daring) dilakukan mengingat kunjungan langsung terbatas karena pandemik, sementara La Nina yang diprediksi masih akan berlanjut tahun ini sehingga perlu dicermati dengan baik, untuk menekan dampaknya terhadap produksi kelapa sawit.
Head of Fertilizer Business Wilmar Group Hendrogiarto Tiwow mengatakan, Pupuk Mahkota tidak hanya menjamin ketersediaan produk, tetapi juga turut mendampingi petani secara agronomi dalam meningkatkan produksi. Selain itu, pihaknya juga memberikan layanan analisa laboratorium tanah dan daun serta rekomendasi pemupukan secara gratis, terutama kepada perkebunan kelapa sawit rakyat (small holder).
Dengan berbagai pendampingan ini, perusahaan berharap produktivitas kelapa sawit rakyat dapat mendekati, bahkan setara dengan skala besar.
“Salah satu fokus pendampingan tahun ini adalah untuk mengantisipasi dampak La Nina,” kata Hendro melalui keterangan resmi.
Head of Agronomy and Technical Support Department PT Wilmar Chemical Indonesia Syaiful Bahri Panjaitan menuturkan, pendampingan secara virtual tersebut dilakukan sejak Maret tahun lalu tepatnya saat pandemi merebak di Indonesia. Langkah tersebut ditempuh agar pendampingan kepada petani dapat terus dilaksanakan.
Sebenarnya La Nina telah terjadi sejak tahun lalu dan diprediksi berlanjut hingga 2021. Tingginya jumlah hari hujan dan curah hujan pada semester kedua 2020 diramalkan berlanjut hingga semester pertama tahun ini. Hal itu akan mengurangi penyerbukan serbuk sari ke kepala putik akibat keterbatasan polen kering yang akan menyerbuki kepala putik yang siap dibuahi. Sebenarnya, jumlah rerata tandan yang terbentuk di pohon tahun ini tergolong cukup banyak tetapi kemungkinan rasio produksi brondolan terhadap tandan rendah pada semester satu sehingga produksi berpotensi turun. “Penurunan produksi akan terjadi hampir merata dan diprediksi berlangsung hingga April 2021,” ujar syaiful.
Meski demikian, produksi di beberapa lokasi mungkin berbeda tergantung dari kondisi agronomi di masing-masing daerah. Bagi daerah tertentu yang curah hujan cukup tinggi tetapi jumlah hari hujannya masih ideal, justru kondisi La Nina berdampak positif terhadap peningkatan produksi TBS pada paruh pertama tahun ini.
Dia menjelaskan, dampak negatif La Nina lainnya adalah meningkatkan terjadinya pembilasan nutrisi yang tinggi dalam tanah, terutama hara fosfat (P) akan banyak tercuci dan hilang, karena nutrisi P secara relatif berada di lapisan atas bersama bahan organik dan sifatnya tidak mobil dalam tanah. Meski demikian, La Nina juga memiliki dampak positif, yaitu menjamin ketersediaan air tanah yang mendukung pertumbuhan dan produksi tanaman secara umum. Selain itu, bagi areal perkebunan kelapa sawit yang ditanam di tanah sulfat masam, curah hujan yang tinggi membantu menekan kandungan sulfidik (pirit) ke lapisan lebih dalam sehingga zona kedalaman efektif perakaran jadi lebih ideal dan tidak meracuni tanaman. La Nina juga bermanfaat bagi areal pertanian baru di daerah bergaram (saline), yang membantu menghilangkan residu garam sehingga tanah tersebut dapat diusahakan untuk pertanian.
Syaiful menambahkan, selama pendampingan, pihaknya telah memberikan sejumlah saran bagi petani kelapa sawit dalam menghadapi dampak La Nina, yaitu mempersiapkan parit-parit drainase dengan baik, serta melakukan sanitasi kebun dengan membersihkan semak belukar sehingga tidak menimbulkan kelembaban yang tinggi, yang dapat menyebabkan tingginya serangan hama penggerek tandan sawit (Tirathaba sp), serta penyakit busuk tandan (Marasmius palmivorus).
“Hal yang paling penting dalam pendampingan ini adalah penggunaan pupuk sebaiknya dilakukan dengan konsep keseimbangan nutrisi di lapangan,” kata dia.