Tiga negara produsen utama karet alam (natural rubber) dunia yang tergabung dalam Dewan Karet Tripartit Internasional (International Tripartite Rubber Council/ITRC), yakni Thailand, Indonesia, dan Malaysia sepakat mengurangi ekspor karet berkisar 200-300 ribu metrik ton.
Hal ini dilakukan untuk mengerek harga karet alam dunia yang terus tertekan sejak awal tahun lalu hingga kini. Sentimen pasar yang negatif dan ketidakpastian ekonomi global ditengarai berdampak buruk pada pasar karet global.
Dalam pertemuan tingkat menteri di Bangkok, Thailand yang juga dihadiri Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Darmin Nasution, ketiga negara sepakat melakukan pengurangan ekspor melalui skema Agreed Export Tonnage (AETS). Tindakan ini dapat menjadi instrumen efektif untuk mengatasi ketidakseimbangan stok di pasar global yang terjadi saat ini.
Selain mengurangi ekspor, ketiga negara juga sepakat menerapkan berbagai proyek di dalam negeri demi meningkatkan konsumsi karet domestik, melalui skema Demand Promotion (DPS).
Di luar proyeksi konsumsi domestik sebanyak 700.000 ton per tahun, Thailand saat ini sedang menerapkan proyek lain yang akan meningkatkan tambahan serapan karet sebanyak 270.000 ton.
Selain itu, Negeri Gajah Putih juga menerapkan operasi pasar strategis melalui 6 pasar karet fisik yang meningkatkan volume perdagangan fisik sebesar 105.600 ton dengan total nilai US$ 225 juta sepanjang tahun lalu.
Sementara itu, pemerintah Malaysia telah menyetujui alokasi anggaran sebesar 100 juta ringgit bagi pembangunan dan perawatan jalan di pelabuhan dan kawasan industri, dengan menggunakan bahan baku karet.
Adapun pemerintah Indonesia terus fokus meningkatkan penggunaan karet dalam berbagai proyek infrastruktur seperti pembangunan dan perawatan jalan provinsi dan kabupaten/kota, bantalan rel kereta api, pemisah jalan, sambungan jembatan dan daur ulang ban (tyre retreading).
BACA JUGA: RI, Thailand, dan Malaysia Akan Pangkas Volume Ekspor Karet
Untuk menjamin keseimbangan suplai dan permintaan karet di masa depan, ketiga negara sepakat mempercepat upaya penanaman kembali (replanting) tanaman karet.
Thailand meneruskan upaya replanting pohon karet dengan alokasi lahan mencapai 65 ribu hektar/tahun. Adapun Indonesia akan memulai replanting dengan total luas lahan 50 ribu hektar/tahun, sementara Malaysia menerapkan program replanting seluas 25 ribu hektar/tahun.
Ketiga negara juga terus mengarahkan perlunya dibentuk Pasar Karet Regional (Regional Rubber Market/RRM) di masa depan serta pendirian pusat arbitrase untuk mendukungnya.
Selain itu, ketiga negara juga mendorong dibentuknya Dewan Karet ASEAN (ASEAN Rubber Council/ARC) sebagai platform untuk membicarakan perkembangan industri karet serta kerjasama dengan negara dan partner ASEAN lainnya.
Gabungan Pengusaha Karet Indonesia (Gapkindo) menyambut positif kesepakatan International Triparte Rubber Council (ITRC) terkait pembatasan ekspor karet sebesar 300 ribu ton tersebut. Pengusaha mengusulkan pembatasan ekspor dilakukan selama tiga bulan.
Ketua Umum Gapkindo, Moenardji Soedargo mengatakan, masih menunggu pembahasan lanjutan untuk rincian batasan ekspor setiap negara. “Kami mengusulkan pembatasan ekspor selama tiga bulan mengacu ketersediaan karet dari petani,” kata dia.
Menurutnya, pengurangan pasokan karet di pasar internasional akan mempengaruhi harga jual karet dunia. Sehingga, harga karet bisa bergerak ke arah fundamental yang lebih baik setelah harga di pasaran anjlok sepanjang 2018.
Mengacu harga karet di Tokyo Commodity Exchange, harga karet pada Januari 2018 sempat menyentuh ¥ 214 per kilogram, tetapi terus menurun hingga ke level ¥ 152 per kilogram sampai November 2018. Setelah itu, harga sempat membaik, meski masih belum mencapai ¥ 200 per kilogram.
Moenardji menambahkan, perbaikan harga juga bisa berdampak langsung kepada petani. Karenanya, pengusaha bakal mengikuti keputusan pembatasan volume ekspor yang diputuskan ITRC. “Gapkindo mendukung pengoreksian harga ke level riil untuk keberlanjutan petani supaya mendapatkan harga yang baik,” ujarnya.
Sebelumnya, tiga negara produsen karet terbesar dunia yaitu Indonesia, Malaysia, dan Thailand sepakat membatasi ekspor 200 ribu ton hingga 300 ribu ton karet melalui Agreed Export Tonnage Scheme (AETS). Kebijakan itu diputuskan berdasarkan Pertemuan Menteri ITRC sebagai cara untuk mengerek harga karet di pasar dunia.
Pertemuan yang digelar di Bangkok, Thailand, pada 22 Februari 2019 dipimpin oleh Menteri Pertanian dan Kerja Sama Thailand, Grisada Boonrach. Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution hadir mewakili Indonesia serta Menteri Industri Primer Malaysia Teresa Kok ikut serta sebagai delegasi Malaysia.
Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan (BPPP) Kementerian Perdagangan, Kasan sebagai anggota Board of Directors ITRC juga hadir dalam pertemuan itu. “Perjuangan usulan Indonesia untuk implementasi AETS disepakti ketiga anggota ITRC,” kata Kasan
Dalam pernyataannya, ketiga menteri ITRC berharap harga karet tetap meningkat sampai level yang menguntungkan para petani. “Jika harga karet melonjak, para petani pasti bersemangat untuk tetap menanam dan memanen komoditas karet,” bunyi laporan ITRC. ***SH