Perkebunan kelapa sawit berkonstribusi besar untuk pengembangan perekonomian nasional. Industri Sawit mampu mendorong pertumbuhan ekonomi 3,5% dari total pendapatan domestik bruto (PDB), berkontribusi terhadap perolehan devisa negara rata-rata 13,5% dari ekspor non migas setiap tahunannya.
Direktur Penghimpunan Dana BPDPKS Sunari mengatakan bahwa separuh perkebunan sawit di Indonesia adalah milik petani swadaya. Oleh karena itu, ia mendorong pemerintah melakukan berbagai upaya strategis dalam meningkatkan kinerja sektor sawit.
“Selain itu, sawit juga menciptakan lapangan pekerjaan sebanyak 4,2 juta pekerja langsung dan 12 juta orang pekerja tidak langsung. Dengan melihat kondisi ini, industri kelapa sawit begitu strategis bagi pembangunan dan peningkatan perekonomian Indonesia,” kata Sunari dalam diskusi baru-baru ini.
Pasalnya, industri sawit di Indonesia mengalami persoalan serius seperti turunnya harga minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO). Ini berdampak pada kesejahteraan petani.
Untuk itu, ia mengatakan untuk meningkatkan kinerja sektor sawit perlu dilakukan sejumlah inovasi baik jangka pendek maupun panjang. Antara lain seperti perbaikan dukungan untuk petani sawit rakyat melalui peningkatan ketepatan sasaran.
Pemerintah juga perlu meningkatkan dukungan dalam perbaikan rantai pasok petani sawit rakyat dan peningkatan daya saing. “Misalnya melakukan perbaikan tata kelola dari petani ke Pabri Kelapa Sawit (PKS). Daya saing PKS dan perbaikan infrastruktur logistik,” ujarnya.
Ketua Bidang Komunikasi Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Tofan Mahdi menambahkan secara umum terdapat tiga tantangan yang dihadapi industri sawit nasional.
Pertama kolaborasi. Nah petani perlu berkolaborasi dalam rantai pasok kelapa sawit. Semisal dengan tetap menjaga kinerja perkebunan kelapa sawit sehingga tingkat kesejahteraan petani sekitar kebun sawit juga tetap terjaga bahkan terangkat, kendati dengan kondisi ekonomi global yang masih belum menentu.
Kedua, keberlanjutan, terlebih dari total produksi minyak sawit Indonesia mencapai 53 juta ton sekitar 70% produk kelapa sawit Indonesia di ekspor, sementara 30% diserap di tingkat domestik. Di mana pasar utama minyak sawit adalah India, China, Uni Eropa dan Pakistan.
Untuk pasar Uni Eropa kata Tofan, menuntut sustainability, namun demikian persyaratan aspek keberlanjutan menjadi keniscayaan supaya bisa bertahan.
“Sustainability ini memastikan kelapa sawit tetap eksis dan berkelanjutan, terlebih pemerintah sudah komit untuk tidak menambah lahan, kendati produktivitas sawit rakyat masih menjadi PR besar” katanya.
Tantangan ketiga ialah terkait kebijakan yang dikeluarkan pemerintah, lantaran kebijakan yang dikeluarkan pemerintah bisa berdampak serius terhadap industri, “Sebab itu kita harus sering duduk bersama,” tandas Tofan.