UU Anti-Deforestasi Uni Eropa Berdampak Langsung Pada Komoditas Utama RI

0

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia, Airlangga Hartarto, berpendapat  soal regulasi antideforestasi yang dikeluarkan Uni Eropa yakni EUDR (European Union Deforestation Regulation) atau UU Anti-Deforestasi untuk melarang masuknya tujuh produk komoditas, yang dituding menyebabkan deforestasi, kecuali lolos berbagai proses uji kelayakan.

“Regulasi ini akan berdampak langsung pada komoditas utama Indonesia yakni kelapa sawit, kopi, kakao, karet, kedelai, sapi, dan kayu,” kata Airlangga dalam sambutannya di acara IPOC 2023, di Nusa Dua Bali Kamis, 2 November 2023.

Meski EUDR diterapkan untuk para operator atau trader di Uni Eropa, industri sawit dan petani sawit kecil diperkirakan akan tetap ikut terkena dampak.

Lebih jauh, Airlangga mengatakan pemerintah siap berkolaborasi dengan Uni Eropa dalam membangun kerangka kerja yang mendorong pertanian berkelanjutan.

“Terlepas dari kekhawatiran kami, Pemerintah siap berkolaborasi dengan Uni Eropa, termasuk produksi minyak nabati, dengan cara yang inklusif, holistik, adil, dan tidak diskriminatif,” tuturnya.

Menurut Menko, sangat penting bagi Uni Eropa untuk mengakui dan menyadari sepenuhnya bahwa standar keberlanjutan nasional negara-negara produsen dapat memenuhi persyaratan yang diperlukan untuk mengakses pasar Uni Eropa.

Dia memperkirakan dunia membutuhkan tambahan 200 juta produksi minyak nabati pada tahun 2050 nanti. Proyeksi ini sejalan dengan perkiraan pertumbuhan populasi dunia yang mencapai 9,8 miliar jiwa pada 2050.

Menurutnya, minyak sawit bisa memenuhi permintaan ini. Setidaknya produksi CPO (crude palm oil/ minyak sawit mentah) harus mencapai 5 metrik ton per hektare (MT/Ha) dan ini membutuhkan lahan seluas 40 juta ha.

“Luas lahan yang dibutuhkan jauh lebih sedikit dibandingkan minyak nabati lainnya, seperti kedelai dan kanola, yang masing-masing membutuhkan lahan seluas 445 juta hektare dan 290 juta hektare,” ujarnya.

Oleh karena itu, dia yakin minyak sawit merupakan cara yang berkelanjutan dan efisien untuk memenuhi permintaan minyak nabati yang terus meningkat. Kelapa sawit juga mendukung penyediaan bahan bakar transportasi yang lebih ramah lingkungan, seperti Bahan Bakar Penerbangan Berkelanjutan.

“Indonesia telah mengembangkan SAF yang dikenal dengan sebutan BioAvtur 2,4% atau J2.4,” kata Airlangga.

Untuk meningkatkan produktivitas kelapa sawit, lanjutnya, Indonesia telah melakukan penanaman kembali seluas 200.000 ha sejak tahun 2007 dan 180.000 ha sedang dilakukan penanaman kembali tahun ini dengan alokasi anggaran sebesar US$ 386 juta.

Airlangga pun menegaskan industri kelapa sawit di Indonesia telah berhasil berkontribusi dalam penciptaan lapangan kerja produktif dan kesempatan kerja, ketahanan pangan, ketahanan energi, dan penyediaan barang-barang konsumsi.

Selain itu, hal ini juga berkontribusi terhadap penurunan tingkat kemiskinan di kalangan petani pedesaan termasuk petani kecil. Hal ini berkorelasi positif dengan pencapaian SDGs PBB.

Sementara itu, Dewan Negara-Negara Produsen Minyak Sawit atau The Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC) juga telah menjalin komunikasi intensif dengan komisi Uni Eropa untuk mengatasi tekanan tersebut.

“CPOPC telah menghasilkan enam tim kerja termasuk inklusivitas petani kecil, skema sertifikasi yang relevan, ketertelusuran, data ilmiah mengenai deforestasi dan degradasi hutan, serta perlindungan data privasi,” kata Airlangga.

Pemerintah juga telah mengembangkan clearing house untuk memastikan seluruh komoditas perkebunan yang akan diekspor dapat ditelusuri untuk menjamin pasar global bahwa produk-produk tersebut dihasilkan dari perkebunan yang berkelanjutan.

Sebelumnya, Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Brussel bersama CPOPC telah melakukan pertemuan membahas kesiapan menghadapi implementasi Regulasi EUDR yang diperkirakan akan berdampak pada industri sawit dan jutaan petani.

“Minyak sawit yang masuk Eropa umumnya sudah berkelanjutan. Namun dengan adanya EUDR, beban administrasi dan proses untuk ekspor produk sawit ke Uni Eropa akan semakin besar dan justru dapat mengucilkan petani kecil dari rantai pasok,” kata Duta Besar RI untuk Belgia, Luksemburg, dan Uni Eropa, Andri Hadi, Jumat, 27 Oktober 2023.

Andri menilai bahwa UU Anti-Deforestasi Uni Eropa secara tidak berimbang diterapkan terhadap banyak kepentingan Indonesia di sektor pertanian, sehingga hal itu harus dihadapi dengan cermat.

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini