DSNG Pertahankan Kinerja Positif di Tengah Dinamika Pasar

0
Truk pengangkut tandan buah segar melintasi perkebunan sawit yang hijau subur. Dok: Ist

Di saat banyak korporasi terguncang oleh fluktuasi harga komoditas global, PT Dharma Satya Nusantara Tbk (DSNG) justru tampil stabil. Hingga kuartal III 2025, perusahaan sawit dan produk kayu yang berdiri sejak 1980 itu kembali membuktikan ketangguhannya.

Laporan keuangan terbaru mencatat, hingga akhir September 2025, DSNG membukukan pendapatan konsolidasi Rp 8,9 triliun, naik 25 persen dibanding periode yang sama tahun lalu. Dari jumlah itu, segmen kelapa sawit menyumbang 88 persen, diikuti produk kayu 11 persen, dan energi terbarukan 1,7 persen.

“Perseroan juga mencatat laba bersih Rp 1,3 triliun, tumbuh 51 persen year-on-year,” ujar Andrianto Oetomo, Direktur Utama DSNG, dalam keterangan resminya di Jakarta, Jumat (24/10). “Kenaikan ini didorong oleh perbaikan efisiensi di seluruh lini bisnis dan peningkatan harga rata-rata produk sawit.”

Kinerja positif DSNG datang dari dua sisi: harga jual yang lebih tinggi dan operasional yang makin efisien. Di sektor kelapa sawit, pendapatan melonjak 27,8 persen YoY menjadi Rp 7,8 triliun, berkat kenaikan average selling price (ASP) seluruh produk utama. Harga crude palm oil (CPO) naik 16,3 persen, palm kernel melesat 80,5 persen, dan palm kernel oil (PKO) menanjak 82,8 persen. Volume penjualan turut naik sekitar 5 persen, memperkuat kinerja keseluruhan.

Produksi Tandan Buah Segar (TBS) meningkat 4 persen menjadi 1,6 juta ton, sementara produksi CPO tumbuh 3,9 persen. Kualitas pun terjaga. Angka Free Fatty Acid (FFA) stabil di 3 persen, dan Oil Extraction Rate (OER) mencapai 23,37 persen — indikator penting yang menunjukkan efisiensi ekstraksi minyak dari buah sawit tetap optimal.

“Stabilitas operasional dan manajemen kebun yang disiplin menjadi kunci kami menjaga kualitas,” ujar Andrianto.

Namun DSNG bukan hanya soal sawit. Di sektor produk kayu, perusahaan yang memiliki dua pabrik di Jawa Tengah itu juga menunjukkan ketahanan menghadapi pasar global yang belum sepenuhnya pulih.

Segmen ini mencatat pendapatan Rp 948,8 miliar, tumbuh 9,2 persen YoY. Permintaan terhadap produk panel naik 9,9 persen, dan engineered flooring meningkat 3,2 persen. Peningkatan permintaan berasal dari pasar Asia Timur dan Eropa, meski sektor ini masih dihadapkan pada ketidakpastian seperti tarif perdagangan Amerika Serikat dan ketegangan geopolitik global.

“Kami menjaga keseimbangan antara ekspor dan pasar domestik, sekaligus memperluas basis pelanggan produk kayu premium,” kata Andrianto.

Sementara di segmen energi terbarukan, pendapatan tercatat Rp 148,9 miliar, turun 8,3 persen YoY akibat fluktuasi permintaan biomassa dari Jepang. Namun, DSNG tak berhenti berinovasi.

Pada kuartal ketiga, unit wood pellet yang baru beroperasi komersial sejak awal tahun mulai menunjukkan kontribusi berarti: 13,7 ribu ton terjual dengan harga rata-rata US$120 per ton. “Ini langkah awal membangun bisnis energi hijau berbasis biomassa,” ujar Andrianto.

Kinerja keuangan DSNG juga menunjukkan disiplin tinggi dalam menjaga struktur permodalan. Per 30 September 2025, total aset tercatat Rp 17,2 triliun, sedikit turun 1 persen dari tahun sebelumnya akibat pembayaran dividen dan pelunasan obligasi yang jatuh tempo pada Juli. Namun di sisi lain, liabilitas turun 17 persen, menandakan keberhasilan strategi deleveraging melalui pelunasan pinjaman lebih awal.

Hasilnya, ekuitas DSNG naik 11 persen menjadi Rp 10,9 triliun, memperkuat posisi finansial sekaligus menunjukkan pengelolaan kas yang berhati-hati.

Langkah konsisten DSNG menjaga keseimbangan antara ekspansi, efisiensi, dan kehati-hatian modal mendapat pengakuan internasional. Tahun ini, DSNG kembali masuk dalam daftar Forbes Asia’s 200 Under a Billion 2025, yang menyoroti 200 perusahaan publik Asia Pasifik dengan pendapatan di bawah US$1 miliar dan kinerja tumbuh berkelanjutan.

Penghargaan tersebut bukan yang pertama bagi DSNG, tapi menjadi bukti bahwa perusahaan ini mampu menjaga momentum di tengah turbulensi global.

“Pengakuan ini bukan semata prestasi finansial, tapi hasil dari komitmen panjang kami terhadap tata kelola yang baik, efisiensi, dan tanggung jawab lingkungan,” kata Andrianto.

Dalam lanskap industri sawit yang penuh dinamika — dari isu keberlanjutan, tuntutan emisi, hingga fluktuasi harga global — DSNG memilih jalur yang relatif sunyi: bekerja tenang, efisien, dan konsisten.

Dengan 111.200 hektare lahan tertanam dan kapasitas olah 675 ton per jam, DSNG telah menjelma menjadi salah satu pemain kunci di industri sawit nasional. Tak hanya fokus pada kebun, DSNG juga menjejakkan langkah ke industri kayu berkelanjutan dan energi terbarukan berbasis biomassa.

Di tengah gejolak pasar, strategi diversifikasi cerdas itu menjadi bantalan kuat. DSNG bukan hanya menjual produk, tetapi juga menjual nilai: efisiensi, tanggung jawab sosial, dan keberlanjutan.

Dari kebun sawit di Kalimantan hingga pabrik kayu di Jawa Tengah, mesin-mesin DSNG terus berputar — tak sekadar mengolah bahan mentah, tapi juga menggerakkan narasi bahwa industri sawit Indonesia bisa tumbuh dengan cara yang bertanggung jawab dan berdaya saing global.

Dan di tengah pasar yang tak pernah tenang, DSNG memilih satu strategi sederhana tapi langka: tumbuh dengan tenang, berlari dengan disiplin, dan menang tanpa suara.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini