Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian RI menyetujui revisi Peraturan Menteri Pertanian Nomor 01/2018. Namun meminta untuk tidak buru-buru agar tak ada pihak yang saling dirugikan, baik pengusaha maupun petani
Hal tersebut disampaikan Andi Nur Alamsyah, Dirjen Perkebunan Kementerian Pertanian RI padasaat bertemu perwakilan asosiasi perusahaan dan petani dalam Diskusi Penguatan Implementasi Peraturan Menteri Pertanian Nomor 01/2018 tentang Pedoman Penetapan Harga TBS Kelapa Sawit Produksi Pekebun, di Jakarta, 2/9/2022.
Dirjen Bun meminta semua pihak untuk saling terbuka dan mendukung revisi Peraturan Menteri Pertanian Nomor 01/2018. Hasil revisi ini diharapkan dapat melindungi petani dan menjaga keberlangsungan perusahaan sawit.
“Atas masukan teman-teman asosiasi petani sawit, kami akan memulai proses revisi sebagai jalan tengah. Karena peraturan ini bukan seperti kitab suci yang tidak bisa diubah ,” ujar Andi.
Andi menjelaskan bahwa pihaknya akan membentuk tim yang melibatkan asosiasi dari perwakilan petani dan pengusaha dalam pembahasan Permentan Nomor 01/2018. Proses pembahasan revisi aturan ini diminta tidak terburu-buru supaya semua pihak sadar.
“Kami akan bentuk timnya untuk bahas ini sehingga semua kepentingan tersalurkan disini. Intinya, jangan saling curiga dan saling menutupi, mari kita semua terbuka. Harapannya, petani untung tetapi pengusaha jangan pula merugi,” pinta Andi.
Meski semua proses itu kelak dilalui, Andi tak mau menjamin revisi Permentan itu bakal sempurna. Tapi minimal, ada titik temu para pihak yang berkepentingan.
“Jangan setelah direvisi, ada lagi gejolak. Sudah setahun belakangan Permentan ini jadi polemik. Ke depan jangan lagi ada yang kayak begitu. Posisi pemerintah mencari titik terbaik; tidak merugikan petani dan tidak pula merugikan perusahaan,” katanya.
Ketua Umum DPP Apkasindo, Gulat Medali Emas Manurung menyambut gembira kabar revisi Permentan itu. Maklum, bagi Apkasindo sendiri, keberadaan Permentan itu sudah benar-benar jadi momok sejak 8 bulan belakangan.
“”Sebuah organisasi akan menjadi baik kalau mengerti dengan keinginan anggotanya. Hakikatnya begitu. Nah, lantaran sudah teramat banyak keluhan anggota terkait Permentan itu, dua bulan lalu kami menggelar rapat koordinasi (rakor) secara virtual dengan 22 pengurus wilayah provinsi. Topiknya ya itu tadi; menampung aspirasi anggota terkait Permentan 01 itu,” katanya.
Menurut Gulat, selama ini, wajib bermitra hanya ditujukan kepada petani, sementara perusahaan (Pabrik Kelapa Sawit (PKS)) tidak wajib.
“Petani bermitra hanya sekitar 7%, masak petani swadaya yang 93% ditelantarkan? Lalu poin lainnya, rujukan dasar harga TBS dirubah ke Harga Referensi Kemendag. Masak nasib 17 juta petani sawit “ditender” di PT.KPBN?,” jelas Gulat.
Pertemuan ini dihadiri berbagai asosiasi sawit di sektor hulu antara lain APKASINDO, GAPKI, SAMADE, ASPEK-PIR, SPKS, dan POPSI.
Gus Dalhari Harahap, Ketua Harian APKASINDO, mengatakan hasil FGD tiga asosiasi sawit ingin adanya pembahasan revisi untuk memperkuat Permentan 01/2018. Memang, aturan ini bagus pada zamannya tetapi sekarang perlu disesuaikan. Kami tidak mau saling menyalahekan. Yang lalu biar berlalu tetapi aturan ini harus diperkuat.
“Kita anggap pertemuan ini sebagai ajang kebersamaan baik pengusaha dan petani. Jadi kita saling paham dan terbuka bahwa ada yang harus diperkuat di Permentan Harga TBS,” jelas Gus.
Susanto Yang, Wakil Ketua Umum GAPKI, mendukung penguatan Permentan Harga TBS Nomor 01/2018 karena harus dipahami aturan ini lahir melalui proses panjang dan produk hukum terbaik pada saatnya. Hingga sekarang, Permentan harga TBS berjalan baik terutama bagi prusahaan yang telah bermitra.
“Kami tidak pungkiri masih ada kelemahan dan kekurangan, GAPKI tidak menutup pintu dan bersedia memperkuat Permentan 01/2018 ini. Harapannya aturan ini menghasilkan win win solution. Jika satu untung saja dan satunya rugi, maka tidak jalan,” pungkas Susanto.