Sistem Integrasi Sapi-Kelapa Sawit (SISKA) merupakan model kolaborasi untuk membangun kemandirian daging sapi. SISKA di Kalimantan Barat (Kalbar) mayoritas sudah dipraktikkan petani dan peternak di sekitar perkebunan sawit.
Hal tersebut disampaikan Pejabat Gubernur Harisson yang dibacakan Assisten II bidang Perekonomian dan Pembangunan Igansius dalam pembukaan seminar internasional, Integrated Cattle and Oil-Palm Production (ICOP) ke-2 tahun 2024, bertajuk “Synergizing Growth and Sustainability: Innovating Integrated Cattle and Oil Palm Plantation Systems” yang diselenggarakan Gabungan Pelaku dan Pemerhati Sistem Integrasi Sapi-Kelapa Sawit (GAPENSISKA) menggelar di Pontianak Kalimantan Barat, Kamis, 29/1/2024.
Menurut Harisson, potensi pengembangan program SISKA di Kalbar mencapai 2,9 juta ekor sapi. Hal ini sesuai potensi daya dukung lahan untuk SISKA dengan kriteria sesuai dan sangat sesuai seluas 2.156.406 hektare dapat menampung hingga 2,9 juta ekor sapi baik yang dipelihara dengan pola ekstensif, intensif, maupun semi intensif.
“Berdasarkan hasil analisis tim penyusun peta jalan SISKA Kalbar, potensi daya dukung lahan untuk integrasi Siska dengan kriteria sesuai dan sangat sesuai seluas 2.156.406 hektare dapat menampung hingga 2,9 juta ekor sapi,” kata Harisson.
Ia menjelaskan bahwa apabila provinsi menargetkan populasi 500 ribu ekor sapi potong di 2032, maka hanya 25 persen lahan kebun sawit yang diperlukan untuk menjadi tempat yang layak bagi berkembangnya sapi di Kalbar.
“Oleh karena itu, SISKA menjadi program yang relevan untuk diimplementasikan di Kalbar dengan sumber daya yang tersedia di kebun sawit,” kata dia.
Harisson menjelaskan, pengembangan SISKA hingga 2023 di Kalbar sudah mencapai 2.247 ekor sapi.
“Realisasi pengembangan sistem integrasi sapi sawit di Kalbar capai 2.247 ekor tersebut dengan model kemitraan usaha ternak berkelanjutan,” ujarnya.
Provinsi Kalbar, menurutnya, merupakan daerah kedua terluas perkebunan sawit Indonesia setelah Provinsi Riau dengan luas tutupan sawit sebesar 2,1 juta hektar dan 369 izin usaha Perkebunan. Selain untuk SISKA, lahan Sebagian lahan tersebut dapat manfaatnya dan dioptimalkan untuk mengintegrasikan aktivitas usaha lainnya.
“Seperti produksi tanaman pangan dan peternakan, bukan hanya menghasilkan 16 ton TBS per hektarnya tetapi juga akan menghasilkan 8 ton jagung dan daging sapi, 300 sampai 500 kg bobot sapi hidup,” jelasnya.
Menurut Harisson, dengan adanya ICOP ke-2, pihaknya berharap adanya rekomendasi kebijakan untuk praktek integrasi yang baik dan berkelanjutan di Kalbar.
“Sehingga dapat meningkatkan populasi sapi dan produksi daging sapi daerah dan nasional serta mewujudkan ketahanan pangan ketahanan ekonomi dan ketahanan sosial serta lingkungan,” jelasnya.
Kepala Dinas Perkebunan dan Peternakan Provinsi Kalimantan Barat, Heronimus Hero mengungkapkan, bahwa integrasi perkebunan dan peternakan merupakan terobosan baru, terutama di Kalimantan Barat, bahkan mungkin di seluruh Indonesia.
Heronimus menyampaikan keyakinannya bahwa masyarakat Indonesia menyukai dan mengkonsumsi daging sapi, namun sayangnya, pasokan daging sapi masih belum mampu mencukupi kebutuhan nasional.
Heronimus menyebutkan bahwa kebutuhan daging sapi di Indonesia mencapai sekitar 700 ribu ton per tahun, sementara pasokan yang tersedia hanya mencapai 300 ribu hingga 400 ribu ton. Hal ini menjadi masalah serius di tingkat nasional, termasuk di Kalimantan Barat.
“Kebutuhan pasokan daging sapi di provinsi Kalbar sekitar 15 ribu ton, namun hanya dapat dipenuhi sekitar 30% dari jumlah tersebut, yakni sekitar 4.000 ton per tahun,” katanya.
Sebab itu, dengan luas konsesi perkebunan kelapa sawit yang telah dilepaskan mencapai 3 juta hektar, di mana 300-500 ribu hektar di antaranya merupakan kebun yang dikelola oleh petani, Kalimantan Barat memiliki potensi besar untuk menerapkan integrasi sapi dengan perkebunan kelapa sawit.
Heronimus menjelaskan bahwa sumber daya lahan yang dimiliki, terutama dalam perkebunan kelapa sawit, menjadi jawaban langsung untuk pengembangan peternakan sapi.
Saat ini, kata dia, populasi sapi di Kalimantan Barat mencapai sekitar 126 ribu ekor, dan sekitar 30% dari jumlah tersebut dipotong setiap tahun untuk memenuhi konsumsi daging lokal. Pemerintah juga melakukan impor daging beku dari luar daerah, termasuk daging sapi dan kerbau.
Adanya Integrasi sawit sapi (SISKA) menjadi gagasan yang mendapatkan dukungan dari Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat, yang membentuk klaster SISKA di beberapa lokasi di wilayah tersebut.
Heronimus menyatakan, bahwa sudah ada sekitar dua ribu ekor sapi yang terlibat dalam kegiatan integrasi sapi dengan kelapa sawit, dan ini diharapkan akan terus berkembang dalam waktu singkat. Dengan demikian, integrasi perkebunan dan peternakan di Kalimantan Barat menjadi solusi potensial untuk meningkatkan pasokan daging sapi secara lokal, mendukung ketahanan pangan, dan menciptakan model bisnis yang berkelanjutan.
Wakil Rektor Bidang Perencanaan dan Kerja Sama, Universitas Tanjung Pura, R. M. Rustamaji, menyatakan bahwa tujuan utama konferensi ini adalah untuk mendorong kerjasama dan investasi yang lebih luas guna memajukan pengembangan inisiatif model terpadu sawit-sapi.
“Patut dicatat bahwa upaya ini telah menarik perhatian global, dengan negara-negara peserta berkumpul untuk berbagi wawasan dan strategi untuk masa depan,” kata Rustamaji
Menurut Rustamaji, perhatian utama pengembangan sapi tertuju pada konsep revolusioner model terpadu integrasi sawit-sapi, menekankan pertumbuhan dan keberlanjutan dari sistem inovatif yang menggabungkan perkebunan kelapa sawit dan peternakan sapi.
“Teknologi baru yang dikenal sebagai scalling turning akan menjadi topik utama, membahas secara menyeluruh berbagai peluang dan tantangan dalam implementasi sistem terpadu untuk dua sektor ini yang sangat penting,” Rustamaji.
Inisiatif model terpadu sawit-sapi diharapkan dapat melibatkan upaya kolaboratif untuk mencapai sistem yang lebih baik. Keberlanjutan dan tanggung jawab lingkungan menjadi aspek penting yang ditekankan dalam konferensi ini.
Rustamaji menjelaskan bahwa sistem ini bertujuan untuk mengurangi jejak karbon dan mendorong praktik ramah lingkungan, sejalan dengan upaya global untuk melawan perubahan iklim. Integrasi peternakan sapi dan perkebunan kelapa sawit mengambil inspirasi dari alam, di mana hubungan simbiotik menciptakan harmoni.
Konferensi ini, seperti yang dicatat Rustamaji, akan memberikan sorotan pada peristiwa unik di mana alam semesta dan dunia mengakui pentingnya pendekatan terpadu. Dengan menekankan peran tidak terlihat namun berdampak dari inisiatif modal terpadu antara sawit-sapi.
Menurut Rustamaji, inisiatif modal terpadu sawit-sapi menunjukkan kekuatan persatuan, inovasi, dan kolaborasi dalam skala global.