UMJ Dorong Pemerintah Tiru China, Korea, dan Jepang dalam Penyajian Makan Bergizi

0
Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), Evi Satispi memberikan keterangan pers di Jakarta, Sabtu (4/10)

Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), Evi Satispi mendorong pemerintah untuk mencotoh praktik negara lain seperti China, Korea, dan Jepang dalam penyediaan makanan bergizi di sekolah.

Dalam konfrensi pers di Jakarta, Sabtu (4/10), Ebv mengapresiasi sistem penyajian makanan yang masih hangat dan langsung dimasak sebelum disajikan kepada siswa, sehingga dapat menghindari pembusukan makanan.

“Ada kan juga di media sosial lagi tuh, menyampaikan pola makan orang Chin, di mana makanan dari hasil masak langsung berat disajikan di situ.  Masih panas-panas, anak siswa sudah antri untuk ngambil makanan,” ujarnya.

Dengan model ini, lanjutnya, makanan yang disajikan kepada anak-anak masih dalam keadaan segar. “ Jadi, tidak akan terjadi pembusukan pada makanan,” tegasnya.

Ia menambahkan bahwa di China, penyediaan makanan sekolah bahkan menjadi bagian dari pembiayaan negara, dengan sistem yang sudah terfasilitasi secara baik di tiap sekolah.

Namun, Evi mengingatkan bahwa Indonesia adalah negara yang sangat beragam, sehingga implementasi program seperti MBG harus disesuaikan dengan kondisi lokal masing-masing daerah.

“Jadi, apa artinya negara kita negara yang sangat beragam? Tentunya, dalam memberikan, regulasinya boleh sama, tapi dalam memberikan intervensi masing-masing wilayah, berdasarkan pada lokal wisdom,” ujarnya.

Ia mencontohkan daerah Papua yang memiliki makanan pokok berupa sagu, dan menekankan pentingnya mengintegrasikan makanan lokal ke dalam menu MBG.

“Itu harusnya dibudayakan, justru dari situ harus diintegrasikan ketika mengeluarkan menu makan, menu makan yang berbasis kearifan lokal,” ujarnya.

Lebih lanjut, ia menyoroti potensi inefisiensi dalam pelaksanaan MBG, terutama jika makanan yang disajikan tidak sesuai dengan preferensi peserta didik sehingga berakhir terbuang. Hal ini, menurutnya, menjadi tidak sejalan dengan tujuan program dan justru merugikan dari sisi anggaran.

“Jadi ketika MBG digulirkan, biayanya juga menyedot dana pendidikan loh itu, menyedot dana pendidikan loh untuk makan-makan itu, sambil makanannya itu tidak bisa dimakan, dibuang. Apakah itu efisien masuknya?

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini