Perempuan bagian penting dalam industri kelapa sawit yang selalu ada di setiap rantai proses produksi. Ada ragam peran perempuan sawit, bisa sebagai pekerja dan istri pekerja. Dan yang tidak kalah penting, jadi ibu dari generasi pewaris sawit di masa depan.
Hal tersebut disampaikan Sumarjono Saragih, Ketua Bidang Ketenagakerjaan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI). Menurutnya, ada jerih payah perempuan dalam ragam kemasyuran sawit Indonesia.
“Kini kita penghasil minyak sawit terbesar dunia. Setara dengan 58% dari pasar sawit dunia. Menyumbang devisa ekspor hampir 500 triliun rupiah (2021), kata Sumarjono dalam ujarnya dalam webinar Bincang Dua Puluh bersama Harian Kompas dan Gapki “Perempuan Hebat, Industri Sawit Kuat”, Selasa (22/3/2022).
Sumarjono menambahkan, sawit Indonesia itu serba besar. Besar sumbangan ekonomi dan sosialnya. Namun besar pula tantangannya. Ada tantangan keberlanjutan lingkungan, ekonomi dan social-manusia
“Sering dilupakan bahwa sawit kita dimiliki 42% petani. Selebihnya 58% milik perusahaan. Melibatkan lebih 16 juta pekerja dan 2 juta petani. Struktur kepemilikan yang demikian menjadi tantangan sendiri dalam upaya perlindungan perempuan sawit,” jelasnya.
Menurut dia, meskipun GAPKI hanya organisasi pengusaha, teapimempunyai hasrat besar dalam memajukan sawit.
“Kami sadar tidak punya otoritas yang cukup. Tidak punya hak mengatur apalagi menghukum. Pilihannya adalah, gerakan, inisiatif dan aksi untuk promosi dan implementasi praktek baik,” katanya.
Dalam banyak hal, lanjut Sumarjono, GAPKI sering dianggap paling bertanggung jawab. Itu merupakan realita dan wajar. Organiasasi besar dengan anggota banyak perusahaan, maka tanggung jawab juga besar.
“Kami berusaha memikul tanggung jawab itu. Kami mencoba menggerakkan sumber daya yang kami miliki. Dengan harapan menjadi lokomotif perubahan yang memberi dampak besar,” lanjutnya.
Kata Sumarjono, aspek perempuan menjadi salah satu yang mendesak. Senada dengan studi ILO 2015, perempuan memiliki dimensi yang luas.
“Oleh karena itu, GAPKI mencoba sebuah langkah. Berinisatif menerbitkan buku sebagai bahan kampanye dan panduan praktis. Kita beri judul PANDUAN PRAKTIS PERLINGUNGAN HAK PEKERJA PEREMPUAN DI PERKEBUNAN SAWIT,” katanya.
Buku ini disusun GAPKI dengan menggandeng serikat buruh lokal Hukatan. Strategi ini di lakukan karena Hukatan memiliki afiliasi dengan serikat buruh Belanda CNV Internasional. Jejaring yang demikian ini kita perlukan supaya memiliki cakupan publikasi global.
Buku ini sudah dilaunching bulan maret 2021 oleh Menteri Tenaga Kerja dan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Kedua Menteri tersebut memberi apresiasi atas inisiatif yang kita lakukan.
“Apakah ini cukup, tentu tidak. Aksi berlanjut di bulan Agustus 2021. Mendirikan rumah percontohan. RP3 Rumah Perlindungan Pekerja Perempuan. Pertama di perkebunan sawit. Hasil kerjasama Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kabupaten Muba Sumsel dan Cargill Hindoli. Buku tadi menjadi koleksi tambahan rumah RP3,” jelasnya.
Secara internal, GAPKI mendorong anggota 100% mendapat sertifikasi ISPO. Dan untuk non GAPKI dan Petani, kami terus berkampanye dan berbagi praktek baik.
Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Kementerian Ketenagakerjaan Indah Anggoro Putri mengatakan, kualitas ketenagakerjaan di berbagai sektor perlu diperbaiki dan diperkuat, termasuk perkebunan kelapa sawit. Isu ini juga akan dibahas selama presidensi Group of Twenty di Indonesia.
Perusahaan pun mesti dipastikan mengikuti aturan yang menjamin kesejahteraan pekerja. Menurut Organisasi Buruh Internasional (ILO), kerja layak mencakup beberapa hal, seperti perlindungan sosial, kesetaraan jender, pemenuhan hak fundamental, dan terjadinya dialog sosial.
Selain itu, menurut Indah, partisipasi pekerja perempuan mesti diperkuat. Ini bisa dilakukan dengan memperkuat implementasi kebijakan kesetaraan jender, memperbaiki keterampilan dan kapasitas tenaga kerja dengan pelatihan, serta melaksanakan kebijakan pengupahan sesuai dengan mekanisme pasar.
Sekretaris Eksekutif Japbusi Nursanna Marpaung mengatakan, isu lain yang dihadapi pekerja perempuan adalah keselamatan dan kesehatan kerja. Alat pelindung diri di lingkungan kerja minim sehingga pekerja rentan terpapar zat kimia. Adapun pekerjaan perempuan di perkebunan kelapa sawit mencakup pembersihan lahan, pembibitan dan penyemaian, penyemprotan dan pemupukan, perawatan, serta pemanenan.
”Penting untuk membangun perlindungan dan kesejahteraan kepada pekerja perempuan, salah satunya melalui dialog sosial,” kata Nursanna.
Pemberdayaan perempuan juga penting karena di industri sawit telah menyerap 20 juta buruh. Sebanyak 60 persen di antaranya adalah buruh perempuan yang bekerja di berbagai bidang, baik pengolahan, perkebunan, maupun administrasi.
Ketua Women20 (W20) Indonesia Uli Silalahi mengatakan, pihaknya mendorong pembentukan regulasi khusus perlindungan buruh perkebunan kelapa sawit. Regulasi itu mengatur, antara lain, hubungan status kerja, sistem pengupahan, jaminan sosial kesehatan dan ketenagakerjaan, perlindungan K3, serta kebebasan berserikat. Dukungan kepada buruh perempuan akan ketenagakerjaan dan dibawa ke forum Group of Twenty.