Plt. Direktur Jenderal Perkebunan (Dirjenbun) Kementerian Pertanian (Kementan), Heru Tri Widarto mendorong perbaikan tata kelola tebu rakyat. Pasalnya, mayoritas tebu rakyat yang ada saat ini merupakan tanaman keprasan.
“Hampir lebih dari 90 persen tebu rakyat merupakan tanaman keprasan,” kata Heru dalam Talkshow “Menggapi Swasembada Gula dengan Meningkatkan Produksi Melalui Pengembangan Agripreneur Tebu”, baru-baru ini.
Menurut Heru, perbaikan tata kelola tebu rakyat perlu dilakukan secara menyeluruh, mulai dari pengelolaan benih, pupuk, pengairan, pemeliharaan, mekanisasi, pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT), hingga pengelolaan panen dan pascapanen.
“Semua elemen ini harus dioptimalkan agar produksi tebu dapat meningkat secara signifikan,” tutur Heru.
Selain itu, perbaikan dalam penyediaan permodalan juga menjadi salah satu hal yang sangat diperlukan. Model permodalan yang tepat akan memberikan kemudahan dan keamanan bagi petani dalam mengakses dana.
Salah satu model yang pernah efektif adalah Kredit Permodalan dengan Pabrik Gula sebagai avalis. Melalui model ini, diharapkan para petani dapat lebih mudah mendapatkan akses permodalan untuk meningkatkan usaha taninya.
“Selain itu, penguatan kelembagaan petani agar petani lebih berdaya saing dan memiliki kekuatan tawar kepada Pabrik Gula maupun pedagang gula. Serta yang tidak kalah pentingnya adalah perbaikan pola kemitraan antara pabrik gula dengan petani tebu,” tutur Heru.
Mewujudkan Swasembada
Dalam upaya mencapai swasembada gula nasional, diperlukan pembangunan grand strategi yang komprehensif, mulai dari hulu hingga hilir. Strategi ini harus mencakup seluruh aspek dalam rantai produksi gula, dengan tujuan untuk mengatasi kekurangan pasokan gula yang masih terjadi.
Heru menjelaskan, untuk meningkatkan produksi gula tebu, langkah-langkah perbaikan perlu dimulai dari sisi hulu. Salah satunya adalah penyediaan lahan tebu, yang dapat memanfaatkan lahan HGU (Hak Guna Usaha) yang terbengkalai.
Selain itu, pengelolaan benih juga harus terintegrasi dalam satu manajemen yang melibatkan Pabrik Gula (PG) untuk memastikan kualitas benih yang unggul dan penataan varietas yang tepat, termasuk penggunaan varietas dengan rendemen tinggi.
Kemudian penyediaan sarana produksi (Saprodi) dan alat mesin pertanian (Alsintan) juga sangat penting untuk mendukung proses budidaya yang efisien.
“Tidak kalah penting adalah peningkatan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM), melalui pengembangan Agripreneur Tebu yang akan menjadi pelaku utama dalam sektor pertanian tebu,” kata dia.
Berdasarkan hasil rapat koordinasi teknis bidang pangan dan agribisnis yang dilaksanakan Kemenko Bidang Perekonomian pada 6 Desember 2023, diproyeksikan kebutuhan gula konsumsi pada tahun 2024 mencapai 2,93 juta ton.
Sementara proyeksi produksi gula nasional hanya sebesar 2,46 juta ton. Ini berarti masih terdapat defisit sekitar 470 ribu ton yang harus dipenuhi.
“Dengan situasi ini, perlu adanya upaya luar biasa yang harus dilakukan untuk memenuhi defisit gula konsumsi tersebut, sehingga harapan swasembada gula nasional dapat terwujud,” tuturnya.
Dengan situasi ini, perlu adanya upaya luar biasa yang harus dilakukan untuk memenuhi defisit gula konsumsi tersebut, sehingga harapan swasembada gula nasional dapat terwujud,” tuturnya.
Dia juga mengapresiasi langkah PT. Sinergi Gula Nusantara (SGN) yang saat ini tengah menyiapkan program Indikator Agripreneur Tebu. Program ini bertujuan untuk mencetak petani tebu yang tidak hanya mahir dalam teknik pertanian modern, tetapi juga memiliki kemampuan kewirausahaan.
Melalui program ini, para petani diharapkan dapat mengakses jejaring yang lebih luas serta mendapatkan peluang permodalan untuk mengembangkan usaha mereka.
“Saya menyadari bahwa pencapaian swasembada gula yang menjadi target kita semua tidak dapat dipisahkan dari peran semua pihak. Oleh karena itu, pola pembangunan yang inovatif, komprehensif, dan integratif sangat diperlukan untuk mempercepat pencapaian swasembada gula nasional,” tambahnya.
Dengan sinergi antara pemerintah, sektor swasta, dan petani, diharapkan Indonesia dapat mengatasi defisit gula dan menuju kemandirian dalam penyediaan gula yang berkelanjutan.