Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) mencatat adanya momentum positif untuk kebangkitan petani tebu. Hal ini ditunjang oleh kestabilan harga tebu yang terjaga dengan pada level yang wajar pada panen tahun lalu.
Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional APTRI, Soemitro Samadikoen, menyatakan bahwa saat ini petani tebu tengah bersemangat untuk memperbaiki kualitas tanaman tebu mereka.
“Kalau tebu, ya jelas kita ada semangat untuk memperbaiki tanaman kita. Karena panen tahun lalu, pendapatan petani relatif ada kenaikan. Jadi, harganya terjaga pada harga yang minimalnya, pada HPP-nya terjaga,” kata Soemitro kepada Majalah Hortus, baru-baru ini.
Pada tahun lalu, Badan Pangan Nasional (Bapanas) menetapkan kebijakan harga acuan pembelian (HAP) di tingkat produsen dan Harga Acuan Penjualan (HAP) di tingkat konsumen untuk gula konsumsi.
Melalui Peraturan Badan Pangan Nasional Nomor 12 Tahun 2024, HAP di produsen sebesar Rp 14.500 per kilogram. Sementara HAP di konsumsi dalam rentang Rp 17.500-18.500 per kilogram.
Dengan pasar yang tidak terlalu bergejolak, Soemitro optimistis jika kondisi ini terus terjaga, sektor tebu akan kembali bangkit dan memberi harapan bagi petani.
“Jadi ibaratnya, kalau kita tetap bisa jaga suasana yang kondusif seperti ini, ya ini menjadi awalan yang baik untuk bangkitan petani tebu,” kata Soemitro.
Namun, di balik optimisme tersebut, dia juga menegaskan, situasi ini tetap penuh ketidakpastian. Kebijakan yang ada saat ini, menurutnya, bisa berubah sewaktu-waktu dengan alasan yang tidak jelas dan tanpa mempertimbangkan suara petani tebu.
“Tapi kita tidak tahu, kan? Karena dengan menyangkut beberapa kebijakan dan itu dengan dalih apapun bisa juga berbelok ke sana ke mari, yang itu tidak mendengarkan suara petani,” ujar Soemitro.
Soemitro berharap setiap perubahan kebijakan yang menyangkut pergulaan dan pertebuan, seperti pembukaan lahan baru atau fokus pada peningkatan pelayanan—misalnya dengan tambahan subsidi—dapat melibatkan petani.
“Kita ini organisasi yang terstruktur dari bawah hingga atas, seharusnya kami kembali diajak berbicara, seperti dulu, sebelum Dewan Gula Indonesia dibubarkan. Kami dulu dilibatkan dalam pembicaraan, dan itu yang seharusnya dilakukan lagi,” tegas Soemitro.
Menurut Soemitro, selama ini petani tebu tidak pernah dilibatkan dalam pembahasan kebijakan terkait sektor tebu. Petani hanya tinggal menerima keputusan, termasuk kebijakan mengenai pupuk dan Kredit Usaha Rakyat (KUR).
“Selama ini kan nggak diajak bicara. Jadi, bikin formula kebijakan itu kita (petani tebu) nggak diajak ngomong. Yang paling-paling yang ngundang kita juga Bapanas. Ya, Kementerian Pertanian (Kementan) mana pernah, nggak ada,” kata Soemitro.
Soemitro mencontohkan salah satu kebijakan yang tidak melibatkan petani, yaitu kenaikan jumlah pupuk subsidi dari 4,7 juta ton menjadi 9,5 juta ton tahun ini. Namun, dia menilai kebijakan ini tidak jelas dan tidak transparan.
“Semua keputusan diumumkan begitu saja. Katanya, kita akan diberikan bantuan pupuk yang naik dari 4,7 juta ton menjadi 9 juta ton. Tapi, mana pupuknya? Kita dapat apa? Semua ini tiba-tiba datang, tapi tidak ada kejelasan,” kata Soemitro.
Selain itu, Soemitro juga menyoroti kebijakan pemberian pupuk subsidi yang hanya berlaku untuk lahan seluas 2 hektare.
“Ini kan tidak rasional. Tanaman tebu kita jauh lebih luas dari itu. Kalau hanya 2 hektare, itu tanaman kecil. Kebijakan ini harus benar-benar dikaji ulang,” tegas dia.
Soemitro juga menyoroti masalah pemberian KUR yang kerap kali berubah-ubah aturan mainnya setiap tahun.
“Pemberian KUR itu ada kuotanya 500 juta, dan setelah itu harus mengikuti pola tertentu. Aturan mainnya beda-beda setiap tahunnya. Ngapain sih, setiap tahun diganti-ganti? Setiap tahun harus ada SK baru dari Kementerian Perekonomian,” keluh Soemitro.
Menurut Soemitro, kebingungannya semakin bertambah dengan adanya perubahan dalam pengaturan KUR.
“Sekarang yang mengatur KUR itu Kemenkop atau Kemenko Perekonomian, jadi makin bingung kami. Ditambah lagi dengan perubahan menteri. Ini semua harus disuarakan! Jangan sampai kebijakan berjalan sendiri tanpa melibatkan kami,” tegas Soemitro.