Purwokerto — Dalam rangkaian Workshop Jurnalis Promosi UKM Sawit, Majalah Sawit Indonesia bersama Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) mengajak puluhan wartawan nasional menengok dapur produksi UMKM Berkah Kita di Purwokerto, Minggu, 23 November 2025.
Di bengkel sederhana itu, minyak goreng bekas—yang lazimnya berakhir di drum pengepul—diubah menjadi lilin aromaterapi, sabun cair, dan sabun padat.
UMKM Berkah Kita lahir pada November 2024, tak lama setelah pemiliknya, Apriani Ika Kurniawati, mengikuti pelatihan pengolahan limbah yang digelar Fakultas Pertanian Unsoed bersama BPDP. Apriani masih ingat betul bagaimana modul pelatihan itu langsung ia praktikkan di rumah. “Banyak yang penasaran dengan lilin aroma ini. Warnanya lembut, bentuknya cantik, sampai ada yang mengira puding,” katanya sambil tersenyum. Harga produk, ujarnya, dibuat merakyat: Rp6.000 sampai Rp12.000.
Sebagian besar produksi Berkah Kita berjalan berbasis pesanan. Bila permintaan memuncak, kapasitasnya bisa mencapai ratusan unit per hari. Dukungan BPDP, terutama dalam agenda sosialisasi dan pemasaran, membuat pesanan kian deras—mulai dari suvenir kegiatan hingga hampers kantor. “Pesanan dari BPDP pernah kami kirim ke Yogyakarta dan Jakarta, untuk sabun maupun lilin. Karena peralatan kami terbatas, kami menggandeng UMKM binaan Unsoed khusus untuk pembuatan sabun. Dalam kurang dari seminggu, semua pesanan beres,” kata Apriani.
Aktivitas UMKM ini berkelindan erat dengan gerakan pengelolaan sampah di Desa Rempoah, Kecamatan Baturraden, tempat Apriani mengabdi sebagai perangkat desa. Sejak mendapat bantuan pembangunan hangar TPS3R (Tempat Pengolahan Sampah Reduce, Reuse, Recycle) dari Kementerian PUPR pada 2019, Rempoah menjelma laboratorium kecil tata kelola sampah. Desa ini pernah meraih juara dua tingkat provinsi, dan kemudian menjadi magnet studi banding dari berbagai daerah—mulai dari dinas, sekretariat daerah, hingga kejaksaan. “Rempoah jadi rujukan banyak pihak. Kami bahkan berkembang menjadi desa wisata berbasis pengelolaan sampah,” katanya.
Produk Berkah Kita pun kerap diborong korporasi dan lembaga negara. “ANTAM pernah memesan lilin ratusan unit. BPDP juga sering ambil produk kami untuk acara nasional,” ujar Apriani.
Ketua Pelaksana Workshop Industri Hilir Sawit, Qayum Amri, menyebut kunjungan ini sebagai cara membuka mata jurnalis bahwa UMKM sawit tak melulu soal pangan atau kosmetik, tetapi juga kreativitas lokal yang bergerak dari dapur rumah. “Kami ingin jurnalis dan publik melihat potensi UMKM berbasis sawit dari dekat, sekaligus memahami bagaimana hilirisasi bisa tumbuh dari skala desa,” ucapnya.
Dari sisi BPDP, komitmen terhadap penguatan UMKM hilir sawit ditegaskan Staf Divisi UKMK, Feri Taryana. Menurut dia, dukungan BPDP tak hanya soal pelatihan, tetapi juga jejaring pemasaran dan publikasi. Ia menyebut model usaha seperti Berkah Kita—yang oleh Apriani pernah dinamai Lunar—menunjukkan bagaimana jelantah dapat berhenti menjadi barang buangan. “Biasanya minyak jelantah hanya dikumpulkan untuk kemudian diekspor. Di sini, jelantah naik kelas: menjadi lilin aromatik dan sabun ramah lingkungan,” katanya.
Feri menyebut inovasi Apriani selaras dengan agenda circular economy yang sedang digencarkan BPDP. Limbah kembali dipakai, nilai ekonomi muncul, dan desa ikut bergerak. “Inilah contoh kapasitas UMKM yang terus kami dorong di sektor hilir sawit,” ujarnya.
Jejak kecil dari Purwokerto itu memperlihatkan satu hal: dalam siklus sawit, kreativitas bisa tumbuh dari apa yang dianggap sisa. Dari minyak bekas di wajan, menjadi lilin yang wangi di ruang tamu. Dari dapur rumah, menjadi cerita hilirisasi yang membumi.





























