Mengapa Sawit Produktivitasnya Rendah?

0

 

K o l o m

Memet Hakim
Senior Agronomis Kelapa Sawit, TA Business Recovery & Financial Improvement & Dewan Penasihat APIB & APP TNI

 

Perkembangan teknologi di bidang agronomi, Pemuliaan Tanaman dan Teknik Pengolahan, memungkinkan rendemen CPO meningkat dari sekitar 19 % menjadi 27 %, sedang rendemen PKO antara 4-5 %, dan jika dijumlah menjadi 23-32%.

Sayangnya perkembangan teknologi ini tidak mencerminkan kondisi di lapangan, itulah salah satu sebab mengapa produktivitas minyak sawit menjadi rendah. Potensi produksi TBS saat ini adalah  8 ton minyak sawit/ha/tahun, bahkan ada yang lebih, tetapi realitas produktivitasnya hanya  2.8 ton/ha/tahun. Realisasi produktivitas hanya 35 % dari potensinya, sungguh menyedihkan.

Akan tetapi hal ini menjadi wajar apabila dilihat dilapangan, banyak sekali areal yang tidak pernah dipupuk, mungkin dianggap tanpa pupuk saja sudah menguntungkan kenapa harus dipupuk ? Fakta di lapangan ternyata bukan hanya petani rakyat saja yang demikian, banyak juga Perkebunan besar yang tidak mengenal pupuk, dengan alasan efisiensi atau tidak punya dana. Di PTPN (BUMN Perkebunan), pupuk diberikan tidak maksimal, bahkan 3-5 tahun sebelum di replanting tanaman memang tidak dipupuk lagi. Produktivitas di PTPN masih lumayan, bisa mencapai 50 % dari potensinya.

Banyak yang tidak menyadari bahwa tanaman kelapa sawit hasil persilangan ini adalah tanaman hibrida yang sangat responsive terhadap pemupukan. Diperkirakan para rekomendator pemupukan juga tidak berhitung dampak ekonomisnya, sehingga, jumlah dan komposisi pupuk yang di berikan tidak sesuai dengan dosis yang seharusnya.

Kemungkinan lainnya adalah harga pupuk yang mahal, akan tetapi jika dilakukan analisis ekonominya, dosis sampai 10 kg/pohon/tahun saja masih ekonomis, jika dihitung titik efisiensi ekonomisnya belum ketemu. Masalah ini tentu bukan domainnya para pelaksana di kebun, tetapi domainnya para petugas riset. Para petugas riset ini sejatinya memiliki tanggung jawab besar pada Negara, dengan tingginya produktivitas minyak sawit, maka akan bertambah pula devisa dan pajak dari sektor ini. Inilah sumbangsih mereka yang tidak terlihat atau terasa oleh para petinggi di negeri ini.  Peran para rekomendator ini dapat meningkatkan produksi dampai 50-60% dari produksi yang sekarang.

Biaya subsidi pupuk ini bukan pemborosan, tetapi justru menambah kas Negara yang jauh lebih besar dari nilai subsidi. Jumlah pupuk subsidi untuk Kelapa sawit untuk 17 juta ha x 8 kg/pohon x 131 pohon/ha = 18 juta ton dengan nilai subsidi @ Rp 5.000/Kg  sama dengan Rp 90 trilyun, sedang uang masuk dari Bea Keluar, Pungutan Ekspor dan Ppn 11 % totalnya Rp 186 trilyun. Pupuk subsidi untuk kelapa sawit tidak dibedakan apakah milik rakyat atau Perusahaan, semuanya harus dipupuk dengan baik (Energyworld, 17.01, 2025.

Untuk menekan biaya pupuk, bukan mengurangi jumlah pupuk, akan tetapi dengan menggunakan Production Force Managemen yang dititik beratkan pada “manajemen akar” & “manajemen kanopi”, sehingga lebih efisien (Infosawit, 28 Desember 2028). Menggunakan metode ini memungkinkan produktivitas meningkat 30-100 %. Cara kerja metoda ini adalah dengan memperbesar daya absorpsi akar dan memperkuat kapasitas fotosintensa pada kanopi tanaman. Perpaduan pupuk dan metoda ini dapat menekan biaya pupuk tetapi meningkatkan produktivitas supaya mendekati potensinya.

Tabel 1. ProduktivitasTanaman Kelapa sawit Menurut Jenis Perkebunan di Indonesia (2020-2023)

Sumber : Ditjenbun, Statistik Perkebunan Unggulan Nasional 2021-2023

Meskipun ada beberapa faktor lain seperti genangan air, kekeringan, organisma tanaman pengganggu, tetapi faktor jaringan jalan produksi merupakan faktor penting untuk mengangkut produksi ke pabrik. Banyak kasus buah sawitnyanya banyak, tapi tidak dapat diangkut ke pabrik akibat jalan transportasinya sangat buruk.

Fakta diatas menunjukan bahwa Perkebunan Besar Negara, menghasilkan produktivitas tertinggi, yakni sebesar 51.3 % terhadap potensi. Bila dibandingkan dengan Perkebunan Swasta 43.04 % dan Perkebunan Rakyat 31.99 %, BUMN Perkebunan adalah yang terbaik.  Jika dibandingkan PBN/PBS maka terdapat selisih 19 %, tetapi jika PBN/PBS selihnya 60 %. Gap yang begitu besar diyakini akibat masalah pupuk dan manajemen tanaman. Ini diduga karena masalah pemupukan.

Masalah terbesar pada Minyak sawit adalah rendahnya produktivitas tanaman, sehingga produktivitas Minyak Sawit Nasional juga menjadi rendah. Saat ini  konsumsi Dalam Negeri sekitar 25 juta ton, kebutuhan Ekspor 25 juta ton, dan produksi Minyak Sawit 50 juta ton. Dengan jumlah ini program B-100 tidak dapat direalisir, disamping kuota ekspor akan terganggu, kebutuhan bahan baku berupa Minyak Sawitpun tidak cukup. Dilain pihak produktivitas Minyak Sawit Nasional sebesar 2.8 ton/ha/tahun dapat tingkatkan menjadi 6 ton/ha/tahun, hanya dengan memberikan pupuk dan meningkatkan daya absorpsi akar saja. Realisasi produktivitas hanya 35 % dari potensi realistiknya, bandingkan dengan potensi Minyak Sawit total 10 ton/ha/tahun, Potensi realistis 8 ton/ha/tahun), jadi jika akan ditingkatkan menjadi 7-8 ton Minyak Sawit/ha/tahun harus ada upaya intensif di lapangan, seperti misalnya jumlah pohon, areal tergenang air & kekeringan dan Teknik hidrologi yang cermat

Tahun 2024, pemerintah menetapkan kuota BBM subsidi jenis Pertalite sebesar 31,6 juta kilo liter (kl), sedangkan untuk jenis Solar Subsidi sebesar 19,58 juta kl total minyak subsidi 51.18 juta kl (CNBC Indonesia, 02 January 2025), jadi untuk kebutuhan ini saja tidak cukup.

Untuk mencukupi kebutuhan Minyak Sawit Nasional sebesar 120-130 juta ton maka, jumlah areal kelapa sawit  yang 17 juta ha, dapat diperbesar  dengan menanami areal berijin yang belum ditanami ada 3.5 juta ha, sehingga total 20.5 juta ha. Andaikan produktivitas Minyak sawit 7 ton/ha/tahun, maka produksi Minyak Sawit Nasional akan menjadi 143.5 juta ton yang cukup untk memenuhi kebutuhan ekspor dan kebutuhan Dalam Negeri.

Masalah lain adalah di dalam manajemen birokrasi sedikitnya ada 8 instansi yang terlibat yakni 1. Kementerian Pertanian, 2. Kementerian Perindustrian, 3. Kementerian Perdagangan, 4. PT Pertamina, 5. BPDPKS, 6. ATR, 7. Pemda, dan 8. Perbankan. Jadi dibutuhkan koordinasi yang baik atau dibutuhkan suatu Badan tersendiri yang dapat menyatukan ke-8 instansi ini. Upaya meningkatkan Minyak Sawit ini bukan semata-mata memperkaya Perusahaan yang sudah kaya, tetapi bagaimana pendapatan yang tinggi itu dapat mengalir untuk rakyat secara umum.

Bagaimana mengatur ke 8 instansi ini agar sama-sama bergerak dan mendukung memenuhi kebutuhan produksi Minyak Sawit Nasional. Indonesia harus menjadi pengendali Minyak Sawit di dunia ini dan menghentikan impor minyak fosil yang berkualitas rendah. Sudah barang tentu diperlukan Perencanan detail tentu saja dibutuhkan karena mengelola Perkebunan rakyat berbeda dengan Perkebunan BUMN dan berbeda pula dalam mengelola Perkebunan swasta Nasional dan Asing. Solusinya adalah sbb :

Pertama, setidaknya dibutuhkan perencanaan adanya pupuk subsidi yang dampaknya sangat cepat terlihat, ada peningkatan produktivitas setahun setelahnya dan seiring dengan itu ada peningkatan pendapatan kas negara dan peredaran uang di daerah. Pemberian pupuk meningkatkan produktivitas antara 10-22 ton tbs/ha/tahun dan keuntungan datas 400%

Tabel 2. Analisa Biaya & Efisiensi Pupuk/Ton TBS & Minyak Sawit

Kedua, menggunakan metoda Production Force Management  suatu metoda untuk meningkatkan daya absorpsi hara yang memungkinkan adanya kenaikan produktivitas antara 30- 100 %. Inventarisasi masalah jalan produksi, perbaikan system hidrologi  dan menghitung kembali kapasitas pabrik kelapa sawit, jangan sampai ada over produksi yang tidak dapat diolah. Seluruhnya harus dikoordinir dengan baik.

Ketiga, memperkuat peranan BUMN Perkebunan (PTPN) sangatlah dibutuhkan, penugasan untuk mengembangkan luas areal dan membina petani plasma sangat cocok diberikan, agar penerimaan pajak, Pungutan Ekspor dan Deviden meningkat. Pendapatan Pajak dan Non Pajak tersebut besarnya 2 x lipat nilai biaya subsidi

Mengembangkan BUMN Perkebunan (PTPN) dapat dilakukan dengan 1. Mengambil alih Perusahaan swasta yang terbengkalai, 2. Mengangabil alih perkebunan yang mengalami permasalahan dengan Bank sejak kolateral 2 atau 3, 3. Membuka lahan baru pada lahan tidur/terlantar, 4. Membuka lahan baru pada areal ex hutan yang terbengkalai.

Produsi Minyak Sawit Nasional ini, dapat dijadikan senjata politik yang ampuh, terutama di dalam diplomasi dan suasana perang. Yang pasti Ketahanan Energi (termasuk Bio Energi) akan memperkuat daya tahan negeri ini dari perang dagang, perang asimetris maupun perang fisik. Itulah sebabnya selain alutsista, kesediaan pangan juga dibutuhkan.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini