Ketua Umum Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA), Yadi Sofyan Noor menyayangkan kinerja Perum Bulog yang tidak optimal menyerap gabah petani.
Pada masa panen raya awal 2024 saat ini, kata Yadi, Bulog justru kalah bersaing dengan pedagang beras dalam membeli gabah petani. Hingga kini, perusahaan pelat merah tersebut baru menyerap 633 ribu ton gabah atau 329 ribu ton setara beras.
“Ini kan lagi panen raya padi dan jagung, kenapa Bulog tidak bisa serap gabah dan jagung petani. Harga di petani jatuh tinggal Rp 4.000 per kg. Padahal Bulog sangat diharapkan menyerap optimal pada masa panen raya ini agar harga gabah tidak anjlok,” kata Yadi di Jakarta, Jumat (26/4).
Menurut Yadi, tidak ada alasan bagi Perum Bulog untuk tidak menyerap gabah petani sebab pedagang mampu melakukanya tanpa ada kendala. Apalagi, alasanya ketidakmampuanya dalam menyerap gabah petani itu sangat tidak logis.
Diketahui Bulog berdalih terkendala menyerap gabah petani karena adanya potensi rebutan gabah karena periode panen yang pendek, sehingga terjadi antrean panjang untuk bisa masuk ke proses pengeringan Bulog maupun ke penggilingan mitra Bulog.
Kemudian, adanya dampak dari situasi pupuk di 2023 dan awal 2024, yang mana pupuknya pada waktu itu masih mengalami kendala. Termasuk tidak optimalnya komposisi ketersediaan pupu. Hal itu membuat kualitas dari gabah jadi tidak optimal.
“Mestinya ada lagi kadar air, rendemen, pecah, kuning dan lainnya dijadikan alasan tidak serap, mengapa? karena itu kena banjir, jumlahnya tidak banyak. Karena buktinya pedagang sanggup serap. Coba bandingkan modalnya, pedagang modalnya tidak besar paling Rp 50 sampai 100 juta, sedangkan Bulog modal triliunan dan punya gudang banyak pula,” ujar Yadi.
Yadi menilai sikap Perum Bulog yang justru menyalahkan situasi untuk menutupi kinerja buruknya dalam menyerap gabah petani adalah sebuah keanehan. Padahal, kalau diberikan tugas melakukan impor beras sangat bersemangat mencari ke berbagai negara.
“Ini kan menjadi aneh bila gabah petani banyak syarat, kualitas, ribet. Lah bila hasil panen petani tidak diserap, petani tidak semangat tanam padi, terus gimana tiga hingga enam bulan ke depan. Nanti Bulog akan bilang tidak ada panen dan tidak ada gabah petani, sehingga tidak serap. Jangan salahkan petani,” tutur dia.
Yadi menambahkan Perum Bulog sudah dari dulu sering diingatkan agar membeli ke petani pada saat panen raya untuk disimpan dijadikan stok. Sebaiknya Bulog menyerap gabah, bukan beras karena petani memiliki hasil panen gabah, bukan beras.
“Ini panen raya momentum tepat untuk serap gabah petani, bisa pola komersial bisa pola PSO, apalagi sudah ada kebijakan fleksibilitas harga gabah petani Rp 6.000 per kg. Saat gadu melepas stok, jangan sebaliknya,” imbuh dia.
Sebagai informasi, panen raya padi dalam negeri tengah berlangsung hingga saat ini April 2024, sehingga ketersediaan beras nasional dipastikan melimpah.
Menurut data BPS amatan Maret 2024, panen Maret 1,10 juta hektare menghasilkan 3,38 juta ton beras dan bulan April 1,78 juta hektare menghasilkan 5,53 juta ton beras dan Mei 1,12 juta hektar menghasilkan 3,19 juta ton beras.