Kelapa sawit merupakan sektor penting dalam perekonomian nasional. Indonesia bersama Malaysia menghasilkan sekitar 82% total produksi minyak sawit di dunia. Di mana, suplai pasokan minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) Indonesia ke dunia mencapai 56%.
Direktur Ekspor Produk Pertanian dan Kehutanan Ditjen Perdagangan Luar Negeri Asep Asmara menuturkan, Indonesia juga sebagai produsen sekaligus eksportir terbesar untuk produk kelapa sawit. Sayangnya, kelapa sawit Indonesia sering mendapat hambatan berupa kampanye negatif.
“Mulai dari isu lingkungan, isu tenaga kerja, hingga isu kesehatan. Hal ini merupakan tantangan bagi kita semua untuk memperbaiki citra kelapa sawit Indonesia,” tuturnya dalam acara INAPalmOil Talk Show secara virtual, Rabu (31/3/2021).
Asep menjelaskan, mengenai hal tersebut pemerintah sudah melakukan upaya dengan kampanye positif dan juga memperketat peraturan terkait Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) melalui diterbitkannya Peraturan Presiden (Perpres) No 44 tahun 2020.
“Jadi di sini kita memang benar-benar berkomitmen bahwa kelapa sawit Indonesia diproduksi, dihasilkan, dan berusaha untuk suistanable sehingga bisa diterima di negara lain,” jelas dia.
Lanjutnya, industri sawit juga mampu menyerap sekitar 5,3 juta tenaga kerja dan juga merupakan sumber pendapatan atau penghidupan sekitar 21 juta petani dan keluarganya.
“Ini merupakan hal yang memang sungguh luar biasa. Jadi pihak Uni Eropa yang mengklaim bahwa industri sawit kita ya dari segi lingkungan juga dari segi kesehatan, nyatanya ini memang mampu memberikan tenaga kerja dan juga sumber penghasilan bagi masyarakat kita,” ucap Asep.
Sementara itu, kata dia, di saat sektor lain melemah akibat pandemi Covid-19, sektor sawit justru memberikan kontribusi cukup besar terhadap perekonomian Indonesia.
“Dilihat dari ekspornya cukup naik, kemudian ada juga bahwa pemerintah Indonesia dalam hal ini sedang memprogramkan mendukung program biodiesel (B30). Di mana pemerintah pada tahun 2021 dengan target alokasi penyaluran sebesar 9,2 juta KL,” ujar Asep.
Jaga Kepentingan Nasional
Pengamat Hukum Internasional, Hikmahanto Juwana menegaskan, Indonesia harus menjaga kepentingan nasional yaitu terkait industri minyak sawit (palm oil) . Hal ini dinilai penting karena berkaitan dengan tenaga kerja dan berbagai hal lainnya.
“Saya sebenarnya kurang pas kalau misalnya kita melakukan perundingan, perjanjian, di mana ini antara Uni Eropa dengan ASEAN. Karena kita sebagai Indonesia, kita ga punya kontrol. Apa yang menjadi kepentingan nasional kita, itu bisa saja kemudian katakan lah dianulir di tingkat ASEAN,” tegasnya.
Hikmahanto mengatakan, harus diingat pada saat Indonesia menandatangani ASEAN-China Free Trade Agreement. Di mana, Indonesia seharusnya dulu punya platform yang kuat di ASEAN. Menurutnya, Indonesia harus bisa menjadi pemimpin di ASEAN karena mempunyai kepentingan di sana.
Lanjutnya, Indonesia harus bersikap tegas jika tidak mempunyai konsesi di mana Indonesia punya kepentingan misalnya di Uni Eropa terkait dengan palm oil ini.
“Kita ini ASEAN ada Singapura. Singapura itu biasa terganggu dengan asap dan mereka akan menyatakan bahwa ini akibat dari kebun sawit. Ini yang kemudian kita harus fight dengan Singapura. Coba bayangkan kalau misalnya kita tidak bisa fight, kita tidak bisa jadi leader, mending tidak usah,” ujar Hikmahanto.
Sementara itu, kata dia, jangan sampai Indonesia digerogoti di dalam ASEAN. Walau pun bisa dibilang masyarakat ekonomi ASEAN, tetapi solidaritas belum terbentuk.
“Kita masih bersaing dengan Vietnam, bersaing dengan Thailand, untuk mencari investor masuk ke Indonesia. Jadi kalau kita mau ke Uni Eropa, mendingan Indonesia-Uni Eropa saja. Itu bisa lebih fokus apa yang jadi kepentingan kita,” ucap Pengamat Hukum Internasional tersebut.