Barisan kecil berseragam rapi itu melangkah mantap ke tengah arena Indoor Stadium Sport Center Tangerang pada 16 November lalu. Di bawah gemuruh penonton Grand Prix Junior Band XXI–2025, para siswa Sekolah Dasar Anwar Karim dari Riau tampil dengan ketenangan yang jarang terlihat di usia belia. Ketika palu kompetisi diketuk, Bahana Anwar Karim keluar sebagai salah satu tim paling mencuri perhatian.
Grand Prix Junior Band (GPJB) adalah panggung besar bagi para pemain cilik marching band dari berbagai penjuru negeri. Tahun ini, kompetisi bergengsi itu mempertemukan enam tim di divisi junior, empat tim remaja, dan tiga tim senior. Dalam kerumunan bak kontes adu presisi, disiplin, dan harmoni, tim asal perkebunan Musim Mas itu melaju sebagai kuda hitam yang tampil jauh di atas ekspektasi.
Bahana Anwar Karim merupakan gabungan murid SDS Anwar Karim I dan SDS Anwar Karim II. Tim ini baru berdiri pada 2023, namun perkembangan mereka melesat cepat. Latihan yang tekun dan struktur pembinaan yang rapih membuat para pemain cilik ini bergerak seperti orkes kecil yang paham betul apa yang sedang mereka kejar. Hasilnya terasa di Tangerang: mereka mencatatkan deretan medali dan penghargaan yang membuat nama sekolah ikut menggema.
Di GPJB XXI, tim ini menyabet Juara 1 untuk kategori Junior Concert, Field Commander, Entertainment, Visual Presentation, dan Musical Presentation. Mereka juga meraih Juara 2 untuk kategori Field Commander, Duet Horn Display, dan Color Guard; Juara 3 pada Ensemble Music dan Ensemble Visual; serta finis di peringkat empat divisi junior sekaligus meraih predikat tim Favorit. Buat sebuah tim yang baru dua tahun berlatih serius, pencapaian itu layak disebut lompatan besar.
Prestasi itu tentu tidak datang tiba-tiba. Di balik lima menit penampilan yang mulus, ada berbulan-bulan persiapan yang kadang membentur kendala klasik: manajemen waktu murid, kebugaran fisik, hingga soal remeh-temeh seperti absennya salah satu pemain kunci saat latihan. Namun ritme kerja mereka rapi. Jadwal padat disesuaikan dengan jam sekolah, peralatan diperbarui, latihan dipusatkan menjelang kompetisi, dan setiap sesi ditutup evaluasi. Semangat itu menular dari pelatih ke murid, dari murid ke seluruh komunitas sekolah.
Koordinator Sekolah Yayasan Anwar Karim, Halimatun Sakdiah, menyebut perjalanan tim ini bukan perkara mudah. Menurut dia, tantangan terbesar justru berada di luar arena: membentuk disiplin harian, memastikan anak tetap bugar, hingga meyakinkan orang tua bahwa kegiatan ekstrakurikuler seperti marching band membawa manfaat jangka panjang. “Meski ada banyak hambatan, anak-anak tetap menunjukkan dedikasi luar biasa. Kemenangan ini bukan sekadar piala, tetapi pengalaman yang memperluas horizon mereka,” kata Halimatun. “Ini juga memberi kepercayaan diri dan kredibilitas baru bagi tim.”
Ia mengatakan pihak sekolah berencana mendorong Bahana Anwar Karim untuk menjajal kompetisi lebih tinggi. Target mereka kini menuju ajang internasional Piala Raja di Yogyakarta, dan bila memungkinkan, tampil dalam parade kenegaraan di Istana Merdeka. Ambisi yang terdengar besar, namun tidak mustahil jika melihat progres tim selama dua tahun terakhir.
Prestasi ini juga memperlihatkan sesuatu yang kerap luput dari sorotan publik: kehidupan sekolah dasar di perkebunan yang terus berkembang. SDS Anwar Karim berada di bawah Yayasan Anwar Karim milik Musim Mas Group. Sekolah ini menjadi tempat belajar bagi anak-anak pekerja perkebunan maupun masyarakat sekitar. Di tengah lanskap hijau kebun kelapa sawit, sekolah-sekolah itu menjalankan fungsi edukasi yang tak kalah penting dibanding sekolah di kota.
Yayasan Anwar Karim kini mengoperasikan 11 TK, 11 SD, dan 3 SLTP. Salah satu fokus mereka adalah membangun lingkungan belajar yang inklusif, menanamkan nilai-nilai kedisiplinan, sekaligus membuka ruang berkembang bagi bakat anak—baik akademik maupun ekstrakurikuler. Marching band menjadi salah satu medium yang efektif: perpaduan musik, koordinasi gerak, dan kerja tim melatih karakter sekaligus menyalurkan kreativitas.
Musim Mas, yang menaungi yayasan tersebut, memandang kegiatan ini sebagai bentuk investasi sosial. Hubungan antara perusahaan dan lembaga pendidikan di wilayah perkebunan bukan hanya soal fasilitas, tetapi upaya memperluas cakrawala generasi muda. Prestasi Bahana Anwar Karim menjadi contoh konkrit bagaimana dukungan semacam itu membuahkan hasil: anak-anak dari keluarga perkebunan bisa bersaing di panggung nasional, bahkan berpeluang melangkah lebih jauh.
Arena GPJB XXI–2025 pun menjadi saksi kecil sebuah perjalanan panjang. Ketika sorak penonton menutup hari itu, para pemain cilik Bahana Anwar Karim turun dari arena dengan tas alat musik yang tampak lebih berat—bukan oleh beban, melainkan oleh sederet medali yang menggantung di leher. Dari perkebunan di Riau menuju panggung nasional, mereka telah memperdengarkan suara baru: bahwa bakat, disiplin, dan kesempatan bisa tumbuh di mana saja, selama ada yang menjaga ritmenya tetap hidup.






























