Setelah empat hari menjelajah provinsi Kalimantan Barat, Ketua Umum DPP APKASINDO, Dr. Gulat ME Manurung, MP, CAPO, mengikuti Palm Oil Chief Oganization Officer Forum (COO Forum) and Palm Oil Human Capital Association Forum (HCA Forum) di Grha Instiper, Yogyakarta, Senin (28 November 2022).
Ada hal yang menarik saat makan siang. Gulat tanpa direncanakan bertemu Kepala Divisi Operasional Kelapa Sawit dan Karet PTPN Holding, Desmanto, dan Dr. Witjaksana Darmosarkoro, Director of Sustainability and Development of Smallholders Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC).
Dalam obrolan santai ini, Gulat menguraikan kondisi terkini petani sawit pasca pencabutan larangan ekspor khususnya harga TBS yang diterima petani swadaya. Jadi, APKASINDO bukan hanya beranggotakan petani swadaya melainkan petani bermitra. Berpijak dari kondisi inilah organisasi harus adil untuk kedua tipologi petani sawit
Saat para petani sawit mitra dapat menikmati harga yang layak, para petani sawit non mitra selalu termarginalkan saat menerima harga sawit yang berada jauh di bawah harga penetapan dinas perkebunan di 22 Provinsi APKASINDO.
“Kapan kesetaraan harga TBS petani sawit swadaya terjadi Petani swadaya juga bagian penting industry sawit Indonesia. Jumlah petani swadaya ini tidak main-main, yaitu 93% dari total luas perkebunan sawit rakyat (6,87 juta ha). Kesetaraan harga TBS itu juga bagian tidak terlepaskan dari 17 SDG’s,” ucap Gulat.
Gulat mengusulkan revisi Permentan 01 tahun 2018 yang mengatur tata niaga harga TBS karena Permentan 01 2018 tersebut hanya melindungi petani yang bermitra.
Karena itulah, kata Gulat, Kementerian Pertanian dan Kementerian BUMN tidak boleh tutup mata dan tutup telinga akan kondisi ini.”Maka harus gerak cepat merespon protes 17 juta petani dan pekerja sawit. Ya sebelum terlambat,”
lanjutnya.
Lalu apa hubungan Holding Perkebunan Nusantara dan CPOPC? Karena KPBN (Kantor Pemasaran Bersama Nusantara) itu berada di bawah Holding Perkebunan Nusantara III (BUMN). Sementara, CPOPC adalah persatuan negara-negara penghasil minyak kelapa sawit yang mana petani sawit adalah bagian penting dari CPOPC. KPBN adalah pelaksana tender CPO yang diumumkan sehari-hari.
“Jika tender KPBN tidak kompetitif, maka petani sawit swadaya sangat sangat terdampak dan dirugikan. Karena hasil tender pasti berlomba turun, akibatnya harga tender CPO pasti muter-muter disitu. Saya berpendapat bahwa tender di KPBN supaya dikawal APH (aparat penegak hukum), karena ini terkait ke nasib ekonomi belasan juta rumah tangga petani sawit,” tambahnya.
Gulat menyebutkan bahwa harga TBS Petani swadaya berkiblat langsung kepada tender harian CPO di KPBN. Selain itu, harga TBS petani swadaya mengikuti harga CPO hasil tender KPBN. Saat Gulat menyampaikan hal ini dalam bincang-bincang tersebut, langsung ditanggapi oleh Desmanto.
“Kami mengundang APKASINDO untuk berdiskusi ke kantor, supaya bisa dikaji lebih dalam dan kami sangat terbantu atas masukan-masukan dan informasi yang diberikan oleh APKASINDO”, ujar Desmanto sambil saling bertukar nomor HP.
Dr. Witjaksana Darmosarkoro, mengapresiasi kinerja APKASINDO. “Saya mengikuti pergerakan APKASINDO selama ini dan semua buah pemikirannya bagus-bagus dan berkelas. CPOPC sangat terbantu dengan keberadaan APKASINDO, dan kebetulan tugas saya berada di sekitar petani sawit. Apa yang dikatakan oleh Gulat tadi adalah benar bahwa harga TBS tidak lepas dari keberlanjutan,” jelasnya.
“Kami akan segera meminta dijadwalkan bertemu dengan pimpinan dari Holding Perkebunan Nusantara, ini akan sangat membantu kami petani sawit memahami fungsi dan peran dari KPBN dan tentunya kami akan “curhat” nantinya”, pungkas Gulat.