Mendorong Peningkatan Kompetensi  SDM, LSP-PHI Gelar Uji Kompetensi Penangkar Benih Sawit

0

Lembaga Sertifikasi Profesi Perkebunan dan Hortikultura (LSP-PHI) kembali menggelar Uji Kompetensi Penangkar Benih Sawit yang kelima kalinya. Tujuannya, memastikan dan memelihara kompetensi yang telah didapat melalui proses pembelajaran baik formal, non formal, pelatihan kerja maupun pengalaman kerja.

Hal tersebut disampaikan, Direktur Utama LSP-PHI, Darmansyah Basyarudin saat pembukaan Uji Kompetensi yang di laksanakan di Wisma Tani Jakarta, Selasa, 22 Oktober 2024.

Menurut Darmansyah, Uji Kompetensi kali ini di ikuti 22 peserta dari berbagai daerah. Untuk Skema Sertifikasi Okupasi Manajer Penangkar Benih Kelapa Sawit 6 orang, Skema Sertifikasi Okupasi Pelaksana Penangkar Benih Kelapa Sawit 11 orang dan Skema Sertifikasi Okupasi Pengawas Penangkar Benih Kelapa Sawit 5 orang.

“Uji Kompetensi kali ini diikuti 22 peserta, untuk Skema Sertifikasi Okupasi Manajer Penangkar Benih Kelapa Sawit 6 orang, Skema Sertifikasi Okupasi Pelaksana Penangkar Benih Kelapa Sawit 11 orang dan Skema Sertifikasi Okupasi Pengawas Penangkar Benih Kelapa Sawit 5 orang,” kata Darmansyah.

Darmansyah menambahkan, era globalisasi telah menuntut manusia untuk selalu siap dalam menghadapi perubahan serta persaingan di tingkat internasional. Jika tidak mampu beradaptasi, maka manusia akan kalah.

“Agar mampu bertahan di era globalisasi, perlu meningkatkan kapasitas SDM yang dimilikinya. Dalam aturan yang baru, diperlukan tenaga kerja yang kompeten dengan dibuktikan dengan sertifikat kompetensi bagi produsen benih untuk bisa memasuki sistem perbenihan terpadu yang diselenggarakan pemerintah,” tambahnya.

Pentingnya SDM yang berkualitas bagi industri sawit adalah untuk membantu meyakinkan konsumen dalam hal ini pengguna benih sawit, baik lokal maupun internasional  bahwa produk produk sawit/benih sawit yang mereka gunakan/konsumsi, dihasilkan oleh tenaga-tenaga yang kompeten.

Kemudian untuk mempermudah dalam rekruitmen dan mengembangkan tenaga berbasis kompetensi guna meningkatkan efisensi   pengembangan SDM dan efisiensi usaha pada umumnya. Sebab, SDM penangkar benih sawit yang bersertifikat tentunya kompeten-lebih produktif.

“Selain itu, membantu industri perbenihan sawit dalam sistem pengembangan karir dan remunerasi tenaga berbasis kompetensi,” kata Darmansyah.

Sementara bagi pekerja, lanjut Darmansyah, membantu tenaga kerja kompeten meyakinkan perusahaan bahwa dirinya kompeten dalam bekerja atau menghasilkan produk/jasa, sekaligus meningkatkan percaya diri.

Kemudian berguna untuk merencanakan karirnya dan mengukur tingkat pencapaian kompetensi dalam proses belajar di lembaga formal maupun secara mandiri dan juga membantu perusahaan dalam memenuhi persyaratan regulasi dan policy (untuk penangkaran benih sawit, SDM Penangkar harus kompeten sehingga memenuhi peraturan terkait SISTEM BABEBUN)

“Selanjutnya, membantu pengakuan kompetensi lintas sektor dan lintas negara dan promosi profesinya dipasar tenaga kerja,” jelasnya.

Hingga saat ini, lanjut Darmansyah, penangkar benih  belum banyak. Padahal perintah sudah menerapkan program Bank Benih Perkebunan (BaBe Bun) guna memperkuat pembangunan logistik benih komoditas perkebunan dalam negeri hingga mewujudkan akselerasi peningkatan produksi dan ekspor.

Perlu diketahui, dengan diberlakukannya Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No.237 Tahun 2019 tentang SKKNI Kelapa Sawit Berkelanjutan dan Keputusan Menteri Pertanian No. 410 Tahun 2020 tentang KKNI Kelapa Sawit Berkelanjutan serta Permentan No. 38 Tahun 2020 tentang ISPO, maka SDM yang terlibat dalam industri kelapa sawit perlu mendapat legitimasi kompetensi.

Legitimasi untuk berbagai okupasi/jabatan dalam pengelolaan industri kelapa sawit berkelanjutan, dan bahkan untuk jabatan auditor ISPO sudah merupakan ‘mandatory’ atau wajib sertifikasi, sabagaimana juga sebelumnya telah juga diwajibkan untuk badan usaha/pelaku usaha di industri kelapa sawit itu sendiri.

Untuk perusahaan maupun untuk auditor yang melakukan audit di perusahaan sesuai peraturan Menteri Pertanian No. 38 Tahun 2020 wajib disertifikasi, dan besar kemungkinan pada gilirannya juga akan diwajibkan untuk semua jabatan /okupasi dalam  struktur pengelolaan kelapa sawit berkelanjutan di Indonesia.

Hingga saat ini LSP-PHI, dapat melakukan uji kompetensi dalam ruang lingkup 9 skema sertiifikasi untuk kelapa sawit berkelanjutan, diantaranya adalah: Skema Sertifikasi Okupasi Manajer Kebun, Skema Sertifikasi Okupasi Asisten Manajer, Skema Sertifikasi Okupasi Asisten Kebun, Skema Sertifikasi Okupasi Mandor Besar, Skema Sertifikasi Okupasi Auditor, Skema Sertifikasi Okupasi Asisten Pengolahan, Skema Sertifikasi Okupasi Pelaksana Penangkar Benih Kelapa Sawit, Skema Sertifikasi Okupasi Manajer Penangkaran Benih Kelapa Sawit, Skema Sertifikasi Okupasi Pengawas Penangkaran Benih Kelapa Sawit.

Menurut Darmansyah, proses pemberian sertifikat kompetensi yang dilakukan secara sistematis dan obyektif melalui uji kompetensi yang mengacu kepada standar kompetensi kerja nasional Indonesia, standar internasional dan/atau standar khusus.

“Rumusan kemampuan kerja yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan dan/atau keahlian serta sikap kerja yang relevan dengan pelaksanaan tugas dan syarat jabatan yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” jelasnya.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini