Cara Cerdas Peneliti ULM, Menjaga Kontinuitas Pendapatan Pekebun Saat PSR

0
Tim Peneliti ULM dan Komite Riset BPDPKS di Lokasi Penelitian

Penerapan sistem paludikultur saat peremajaan sawit rakyat (PSR) dengan sistem multiple cropping dengan tanaman semusim menjadi alternatif pendapatan selama awal pertumbuhan sawit. Solusi cerdas dalam menjaga kontinuitas pendapatan petani sawit awal PSR.

Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) bekerja sama dengan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Lambung Mangkurat (LPPM ULM) melakukan penelitian ini di Desa Sawahan Kecamatan Cerbon Barito Kuala.

Ketua Peneliti LPPM ULM, Dr Ir Fakhrur Razie MSi menjelaskan, paludikultur merupakan cara budidaya di lahan basah terutama di lahan rawa (gambut) dengan prinsip utama memperlambat proses dekomposisi dan menghasilkan bahan organik (biomassa) untuk mencegah kerusakan lahan gambut, melalui tiga aspek utama yaitu rewetting, revegetation dan Revitalisation.

“Penelitian ini bertujuan mengkaji model pengelolaan tanaman sawit saat peremajaan di lahan gambut/bergambut di Kalimantan Selatan, untuk membangun model peremajaan kelapa sawit dan optimalisasi peremajaan kelapa sawit dengan sistem paludikultur, serta kajian untuk merumuskan strategi penguatan peran kelembagaan petani,” ujar Ketua Fakhrur saat acara ‘Kajian Produktifitas Lahan Sawit Bergambut saat Memasuki Periode Awal Tanaman Menghasilkan dan Implementasi Teknologi Paludikultur Pada Peremajaan Sawit Rakyat ‘, di Desa Sawahan Kecamatan Cerbon Barito Kuala, Kalimantan Selatan, 12/8/22.

Fakhrur menjelaskan, sistem multiple cropping diadopsikan pada areal peremajaan sawit sistem paludikultur yang dilaksanakan ini dapat menjadi satu di antara rekomendasi dalam rangka meningkatkan pendapatan dan menjaga kontinuitas pendapatan petani sawit terutama pada saat awal peremajaan sawit.

“Berdasarkan analisis optimalisasi pola tanam sayuran menggunakan metode linear programming menghasilkan pola tanam optimalisasi petani sayuran adalah komoditas kacang panjang, mentimun dan labu madu. Sedangkan untuk tanaman lainnya ditetapkan adalah tanaman padi, cabe serta serai wangi dan purun danau,” kata Fakhrur didampingi tim peneliti Dr Joko Purnomo, Dr Yudi Ferrianta SP MP dan Rifiana SP MP .

Diakuinya, lahan bergambut dengan status kesuburan tanah rendah dan memiliki kesesuaian lahan dari semua sayuran terpilih termasuk kelas kesesuaian marginal (S3) dengan faktor penghambat retensi hara (KTK, KB dan pH rendah), genangan air dan curah hujan, sehingga upaya pengelolaan yang diterapkan dengan pembuatan surjan, pengaturan tata air, pemberian bahan organik dan pengapuran.

Menurut Fakhrur, model peremajaan kelapa sawit rakyat sistem paludikultur dicirikan dengan pengembalian biomassa bagian atas sawit setara dengan 10 ton kompos/hektare, dan pengembalian biomassa dari kegiatan pertanian tanaman semusim dari sistem multiple cropping, serta pengaturan tata air sehingga kedalaman muka air tanah 40 cm.

“Pengembalian biomassa yang dikomposkan dan pengapuran telah meningkatkan status kesuburan tanah menjadi tergolong sedang dengan pH tanah tergolong masam hingga agak masam (4,59-6,06) jika sebelumnya lahan tersebut berstatus kesuburan rendah, sangat masam hingga masam (3,65-4,69),” ujarnya.

Produktivitas lahan untuk tanaman sayuran yang diusahakan adalah 8,54 ton kacang panjang/hektare/tahun; 9,3 ton timun/hektare/tahun dan 4,8 ton labu/hektare/tahun. Biomassa kacang panjang, timun dan labu yang dapat dikembalikan ke dalam tanah secara berurutan dihasilkan 9,41; 4,12 dan 2,53 ton/hektare/tahun.

Berdasarkan analisis usahatani pada tanaman sayur yang di tanam menunjukkan bahwa tanaman sayuran yang paling menguntungkan adalah tanaman labu madu yakni dengan nilai keuntungan labu madu sebesar Rp 5.881.667/hektare per periode tanam.

Sedangkan keuntungan kacang panjang dan timun masing-masing sebesar Rp 5.305.000/hektare per periode tanam dan Rp 3.775.000/hektare per periode tanam.

Strategi penguatan peran kelembagaan petani menggunakan dasar hasil analisis Structural Equational Modeling/SEM.

Arfie Thahar, Kepala Divisi Program Pelayanan, Direktorat Penyaluran Dana, BPDPKS saat melakukan monitoring di lapangan menjelaskan, Miliar sepanjang periode 2015-2021 BPDPKS telah menyalurkan dana riset Rp 389,3 Miliar yang digunakan untuk membiayai 235 kontrak perjanjian penelitian sawit.

“BPDPKS mendanai 235 riset antara lain  48 riset bidang bioenergi, 9 bidang pasca panen, 26 bidang budidaya, 17 bidang pangan dan kesehatan, 37 riset bidang olekimia dan biomaterial, 61 riset bidang sosial ekonomi dan 37 riset bidang lingkungan,” ujar Arfie Thahar.

Arfie menuturkan program riset BPDPKS menjalin kerjasama dengan 70 Lembaga Penelitian dan Pengembangan  termasuk perguruan tinggi dan BRIN. Selain itu, ada 840 peneliti, 346 mahasiswa, 201 publikasi yang terlibat dalam riset BPDPKS.

“Dari program riset ini dihasilkan 42 paten dan 6 buku,” ujar Arfie.

Inovasi produk dalam program riset BPDPKS antara lain Laminated Lumber, Bahan Baku Polyester, Bio Plastic for Food Packaging, Green Xylitol, Glukosa, Superkapasitor Mobil Listrik, DME untuk Substitusi LPG, Bio Oil untuk Energi, Biokomposit Helmet, Komponen Otomotif, Bahan Anti Peluru, Calsium Fat, Vitamin , Bensin Nabati, Bioavtur, Surfactant for EOR, Thermal PVC Stabilizer,  Fooming Agent, Emulsifier MDAG, IVO, Aditif antistatis untuk Bioplastik .

“Program riset BDPKS memiliki payung hukum Peraturan Presiden Nomor 66/2018 untuk peningkatan pengetahuan tentang pemuliaan, budidaya, pascapanen dan pengolahan hasil, industri, pasar, rantai nilai produk hasil Perkebunan dari hulu ke hilir, dan potensi pengembangan usaha Perkebunan Kelapa Sawit,” pungkasnya.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini