Dampak Kenaikan Bea Masuk India Terhadap Ekspor CPO Indonesia

0
Pekerja menunjukkan brondolan sawit dengan kedua tangannya. Dok: PT. Perkebunan Nusantara III (Persero)

Pemerintah India berencana menaikkan bea masuk impor minyak sawit (crude palm oil/CPO) menjadi 27,5 persen untuk mendukung petani lokal di negara tersebut. Lantas, apa dampaknya terhadap Indonesia?

Menurut Agrifood Analyst CNBC Indonesia Research, Emanuella Bungasmara Ega Tirta, sekitar 40 persen dari total ekspor CPO Indonesia pada 2024 dikirim ke India, yaitu sekitar 8,6 juta ton dari 21 juta ton.

“Nah, yang perlu dicatat adalah untuk India sendiri, dari total volume ekspor CPO kita, kita di tahun 2024 itu kita dari total volume itu 40 persennya lari ke India. Jadi, dari 21 juta ton, sekitar 8,6 jutanya itu ke India,” ujar Ega dikutip dari YouTube CNBC, Jakarta, Kamis (27/2).

Dengan kontribusi ekspor yang besar ini, kata Ega, bila India menerapkan kebijakan baru, hal ini dapat berdampak signifikan terhadap ekspor CPO Indonesia.

“Jadi dengan regulasi baru peningkatan tarif impor ini, kemungkinan kita juga ada penurunan untuk ekspor. Itu bisa sampai 10-15 persen. Dengan demikian untuk neraca dagangnya sendiri untuk pemasukan dari ekspor CPO itu penurunannya bisa dari sekitar 1,2 miliar USD sampai 1,5 miliar USD jika terjadi hambatan di CPO ini,” kata dia.

Ega juga menyebutkan bahwa, meskipun India merupakan pasar utama ekspor CPO Indonesia, ada beberapa pasar alternatif yang bisa dipertimbangkan untuk mendiversifikasi tujuan ekspor CPO Idonesia.

Sebagai contoh, pasar di Afrika memiliki potensi meskipun saat ini masih terbatas. Begitu pula dengan negara-negara di Timur Tengah, yang meskipun memiliki peluang, mereka lebih cenderung fokus pada penggunaan minyak nabati lainnya.

“Yang bisa menjadi potensi lumayan besar itu tetap China. Karena dalam lima tahun terakhir pun mereka sudah terlihat selalu mengalami peningkatan untuk jumlah volume impor CPO dari Indonesia. Ya, kemungkinan terbesar yang bisa menjadi peluang itu China,” ujar Ega.

Ega juga menekankan bahwa ekspor CPO Indonesia tidak hanya harus bergantung pada produk CPO mentah. Dia menyarankan agar Indonesia juga lebih menggali potensi produk olahan CPO yang lebih berkualitas dan bervariasi, serta memperbanyak jumlahnya.

Dengan demikian, pasar akan melihat bahwa produk olahan CPO Indonesia bisa memenuhi kebutuhan mereka, yang pada akhirnya membuka peluang pasar yang lebih luas.

“Jadi, tidak hanya bergantung pada ekspor CPO mentah, tetapi juga pada produk olahan. Ini bisa membuka lebih banyak peluang pasar,” ujar Ega.

Dilaporkan oleh Reuters, salah seorang sumber dari pemerintah India menyatakan bahwa pembahasan mengenai rencana kenaikan bea masuk sudah selesai dan diharapkan dapat segera diterapkan dalam waktu dekat.

“Konsultasi antar kementerian terkait kenaikan bea masuk sudah selesai. Pemerintah diharapkan segera menaikkan bea masuk,” kata sumber tersebut.

Sumber lainnya menambahkan bahwa pemerintah India akan mempertimbangkan dampak kebijakan ini terhadap inflasi pangan. Kenaikan bea masuk pada impor minyak nabati, yang melibatkan India sebagai importir terbesar minyak nabati dunia, diperkirakan dapat menaikkan harga minyak sayur dan minyak biji lokal.

Namun, kebijakan ini berpotensi melemahkan permintaan terhadap produk-produk impor, seperti minyak sawit, minyak kedelai, dan minyak bunga matahari.

Rencana kenaikan bea masuk ini bukanlah yang pertama. Sebelumnya, pada September 2024, pemerintah India telah menetapkan bea masuk dasar sebesar 20 persen untuk minyak nabati mentah dan olahan.

Setelah revisi tersebut, bea masuk untuk minyak sawit mentah, minyak kedelai mentah, dan minyak bunga matahari mentah ditingkatkan menjadi 27,5 persen, yang sebelumnya hanya 5,5 persen. Sementara itu, minyak olahan dari ketiga jenis minyak tersebut kini dikenakan pajak impor sebesar 35,75 persen.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini