
Para petani kakao di Desa Bakka, Kecamatan Sabbang, Kabupaten Luwu Utara, tengah aktif merawat kebun mereka dan membuka lahan baru, berkat melonjaknya harga kakao.
Rusman, Ketua Kelompok Tani “Taro Ada Taro Gau” dan Kolektor Biji Basah Kakao yang berlokasi di Desa Bakka, Kecamatan Sabbang, Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan, menyebutkan bahwa per Selasa, harga kakao basah adalah Rp 35.503 per kg dan kakao kering Rp 110.000 per kg.
Rusman menjelaskan, kenaikan harga kakao yang signifikan telah mengubah cara pandang petani terhadap usaha mereka, mendorong banyak dari mereka untuk meningkatkan baik kualitas maupun kuantitas produksi kakao.
“Kalau harga kakao mahal pasti antusias petani itu sangat luar biasa dalam memelihara kakao mereka, apalagi petani binaan Rural Empowerment and Agricultural Development Scaling-up Initiative (READSI), ilmu mereka langsung dipraktekkan,” kata dia.
Dia menjelaskan bahwa akibat fenomena El Nino, produksi kakao di Luwu Raya, khususnya di Luwu Utara, meningkat tahun ini. Hal ini karena kakao membutuhkan cuaca panas atau kemarau. Kondisi tersebut membuat tanaman stres dan sebagai hasilnya, tanaman berbuah lebih lebat.
Rusman mencatat bahwa rata-rata kakao basah yang masuk ke tempat kolektornya mencapai 25 ton setiap hari pada bulan Juli 2024.
“Alhamdulillah, karena bertepatan dengan kenaikan harga kakao saat ini, produksi kami juga mengalami peningkatan, berkat antusiasme petani yang kembali giat merawat kebunnya,” kata Rusman.
Berkat kenaikan harga kakao, lanjut Rusman, banyak petani yang membuka lahan baru. Tidak sedikit juga yang menghadapi dilema, karena mereka sudah menanam sawit di sela-sela kebun kakao mereka.
“Tahun ini petani sangat antusias merawat kembali kebunnya dan banyak petani buka lahan baru. Bahkan, kenaikan harga kakao ini membuat didelama petani yang sudah tanam sawit di selah kebun kakaonya,” kata dia.