Rabobank dalam laporan terbarunya memperingatkan bahwa krisis kakao global akan memicu lonjakan harga cokelat di seluruh dunia dalam beberapa bulan mendatang.
Disadur dari dari nine.com.au, spesialis perbankan makanan dan agribisnis tersebut menemukan bahwa harga cokelat yang “jauh lebih tinggi” akan mulai terlihat di rak-rak toko dalam beberapa bulan mendatang dan berlanjut hingga tahun 2025.
Menurut analis RaboResearch, Paul Joules, harga komoditas kakao mencapai level tertinggi dalam hampir 50 tahun, mencapai hampir US$12.000 per ton (sekitar Rp 17.347.000 per ton) pada paruh pertama tahun ini.
“Kenaikan dramatis ini, yang didorong oleh kekurangan kakao global, terutama disebabkan oleh hasil panen yang mengecewakan di Afrika Barat, yang merupakan sumber 70 persen kakao dunia,” kata Joules.
“Organisasi Kakao Internasional (ICCO) melaporkan penurunan produksi kakao global sebesar 14,2 persen untuk musim 2023-2024, yang menyebabkan kekurangan sekitar 462.000 metrik ton dan stok kakao terendah dalam 22 tahun,” sambung dia.
Dampak penuh dari krisis ini belum sepenuhnya terasa di rak-rak supermarket, meskipun harga ritel sudah mulai naik.
“Karena adanya jeda dalam rantai pasokan dan kontrak yang ada, kenaikan harga yang paling tajam diperkirakan akan terjadi pada paruh kedua tahun 2024 dan berlanjut hingga 2025,” kata Joules. “Ini akan menyebabkan harga yang lebih tinggi bagi konsumen, terutama untuk cokelat hitam dengan kandungan kakao yang lebih tinggi.”
Untuk mengatasi kenaikan biaya, kata Joules, produsen cokelat di seluruh dunia mengadopsi berbagai strategi.
“Ini termasuk ‘shrinkflation’, yaitu mengurangi ukuran kemasan tanpa menaikkan harga, dan ‘skimpflation’, yang mengubah resep dengan menggunakan lebih sedikit kakao dan lebih banyak bahan pengisi,” jelasnya. “Meskipun efektif, taktik-taktik ini seringkali tidak populer di kalangan konsumen.”
Pembeli diperkirakan harus mengubah kebiasaan belanja mereka sebagai respons terhadap kenaikan harga tersebut.
“Kenaikan harga cokelat diperkirakan akan menyebabkan penurunan permintaan konsumen secara signifikan. Koreksi pasar ini diharapkan dapat menyeimbangkan kekurangan pasokan kakao dan menstabilkan harga,” kata Joules.
“Untuk pasar Eropa Barat, penurunan volume cokelat dalam angka satu digit menengah hingga tinggi diproyeksikan, dengan dampak yang lebih nyata pada tahun 2025.”
Dia juga menyebutkan bahwa telah terjadi pergeseran “struktural” dari konsumsi makanan manis, dengan penurunan penjualan volume secara signifikan dalam beberapa tahun terakhir.
“Krisis saat ini menambah tantangan, membuat kemungkinan pertumbuhan signifikan sulit terjadi dalam waktu dekat,” tambahnya.